Oleh: Syamsul Yakin dan Dinta Nuriyah
Dosen Retorika dan Mahasiswi UIN Syarif  Hidayatullah Jakarta
Pathos adalah kemampuan seorang komunikator untuk mengelola emosi, menciptakan empati, dan menggunakan strategi persuasif yang tepat. Kemampuan emosional yang baik dalam mengelola emosi tidak hanya membantu dalam memahami dan mengendalikan emosi sendiri, tetapi juga memungkinkan komunikator untuk memahami dan merespons emosi audiens dengan baik.
Kemampuan empati sangat penting dalam membangun komunikasi yang produktif. Dengan memiliki empati yang tinggi, seorang komunikator dapat memahami pandangan, perasaan, dan pengalaman audiensnya. Dengan pemahaman yang mendalam ini, komunikator dapat mengaitkan pesan-pesan mereka dengan nilai-nilai, kekhawatiran, dan kebutuhan yang dirasakan oleh audiens. Hal ini akan membantu menciptakan ikatan emosional antara komunikator dan audiens, sehingga pesan yang disampaikan lebih mudah diterima dan dipahami.
Selain itu, pathos juga melibatkan penggunaan strategi persuasif yang efektif. Seorang komunikator yang mahir dalam pathos dapat menggunakan berbagai cara untuk mempengaruhi emosi audiens, seperti melalui penggunaan cerita yang menggugah emosi, penggunaan bahasa yang memicu perasaan tertentu, atau penggunaan gambar atau video yang memvisualisasikan emosi yang diinginkan. Dengan mempengaruhi emosi audiens, komunikator dapat menciptakan iklim yang mendukung persuasi.
Dalam retorika klasik, logos adalah salah satu sarana persuasi yang digunakan oleh seorang komunikator untuk meyakinkan audiens dengan menyajikan bukti logis, nyata, atau rasional. Dalam konteks ini, logos merujuk pada penggunaan argumen logis dan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mendukung pesan yang disampaikan.
Penggunaan logos dalam retorika klasik melibatkan penyajian argumen yang didasarkan pada premis-premis yang dapat diterima secara logis dan disertai dengan bukti-bukti yang kuat. Sarana ini memanfaatkan logika dan akal sehat untuk membangun argumen yang meyakinkan. Komunikator menggunakan penalaran rasional untuk mengembangkan dan menyusun argumen yang konsisten, koheren, dan dapat dipertahankan.
Dalam penggunaan logos, komunikator diharapkan untuk menyajikan bukti-bukti yang konkret, relevan, dan dapat diverifikasi. Ini bisa berupa fakta, data statistik, studi ilmiah, pendapat dari pakar, atau contoh-contoh konkret yang mendukung argumen yang disampaikan. Dengan menggunakan bukti-bukti yang kuat, komunikator dapat membangun kepercayaan dan kredibilitas, serta meyakinkan audiens bahwa argumen yang disampaikan adalah benar dan bernilai untuk dipertimbangkan.
Terakhir, dalam retorika, ethos mengacu pada kekuatan yang dimiliki oleh seorang komunikator atau pembicara dari karakter pribadinya. Ethos berhubungan dengan kepercayaan, kredibilitas, dan otoritas yang dimiliki oleh pembicara, yang pada gilirannya mempengaruhi bagaimana audiens menerima dan memahami pesan yang disampaikan.
Ketika seorang pembicara memiliki ethos yang kuat, audiens cenderung lebih menerima dan mempercayai pesan yang disampaikan. Ethos dapat dibangun melalui beberapa faktor, seperti pengalaman, pengetahuan, keahlian, integritas, dan reputasi pembicara. Seorang pembicara yang memiliki pengalaman yang relevan dan pengetahuan yang mendalam dalam bidang tertentu akan lebih dipercaya oleh audiensnya. Keahlian yang ditunjukkan oleh pembicara juga dapat meningkatkan otoritas dan daya tariknya.
Selain itu, integritas dan reputasi yang baik juga merupakan faktor penting dalam membangun ethos. Seorang pembicara yang jujur, konsisten, dan dapat diandalkan akan memperoleh kepercayaan dari audiensnya. Reputasi yang baik dalam hal integritas dan kejujuran akan membantu pembicara untuk lebih meyakinkan dan mempengaruhi audiens.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H