Seniman terlanjur dikenal sebagai sosok egois.
Egois di sini tentu maksudnya tidak mau mendengar pihak lain di luar dirinya.
Sebab bagi orang seperti ini, yang benar itu apa yang menurut pendapatnya
sendiri.
Sebenarnya, seorang seniman yang memahami hakekat kebenaran, akan
bersikap akomodatif, melihat sesuatu sebagaimana adanya dan tetap
mengakui keberadaan sesuatu di luar dirinya.
Seorang seniman tentu mempunyai pilihan dan pilihan itu tidak dapat
dipengaruhi secara langsung oleh siapapun.
Dalam penciptaan karya seni, sikap seperti ini yang wajib dimiliki seorang
seniman.
Untuk kepentingan penciptaan karya seni, seniman tidak boleh tunduk pada
kehendak pihak lain, sebab pertanggungjawabannya ada pada seniman
penciptanya.
Namun begitu, untuk kepentingan kebersamaan, Â misalnya dalam upaya
menjalankan sebuah organisasi, tentu seniman wajib memiliki sikap kompromi,
bersepakat atas keputusan bersama dalam organisasi, tidak berdasarkan
keputusan pribadi seniman.
Kelemahan kita, banyak seniman tidak memahami hakekat seorang seniman.
Akibatnya banyak orang yang hanya mampu memainkan kesenian, selama
bertahun-tahun dilakoninya, bahkan banyak juga yang hanya memiliki
pengetahuan tentang kesenian, sayangnya tidak banyak yang mampu
menciptakan karya seni, apalagi karya cipta seni yang berjiwa dan
mencerahkan, selain hanya sebagai pemain kesenian, baik pemain kesenian
masa lalu  (tradisi), maupun pemain kesenian masa kini  (modern).
Keadaan seperti ini yang menyebabkan seniman menjadi egois, tidak kreatif,
dan sulit untuk menciptakan kebersamaan dalam membangun sebuah
organisasi kesenian.