Ini adalah tulisan kesekian yang aku tulis di blog ini. Semoga teman-teman tidak bosan dan ada manfaat yang bisa diambil dari tulisan ini. Â Tulisan kali ini juga datang dari orang-orang sekitarku seperti biasanya. Lebih tepatnya adalah salah satu sosok yang cukup berperan besar dalam kepahamanku tentang membaca Al-Quran dan mengaji. Mengaji disini tidak hanya pada bagian tentang memahami huruf-huruf hijaiyah saja, melainkan juga tentang bahasan-bahasan yang berkaitan dengan islam dan penerapannya dalam kehidupan sehari-sehari.Â
Mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang sangat berharga dan suatu keberuntungan yang luar bisa karena diberikan kesempatan untuk bisa belajar dari nilai-nilai kehidupan yang berharga tersebut. Karena tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk merasakan dan mengalami hal yang sama juga. Jadi sudah seharusnya kita bersyukur atas apa yang telah ada dan yang telah diberikan kepada kita apapun itu. Seperti halnya yang disampaikan oleh seseorang yang begitu luar biasa bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak," (HR Ahmad).
Sosok penting tersebut tak lain dan tak bukan adalah Guru Ngaji. Pasti kalian sudah bisa menebaknya dan sudah tidak asing lagi dengan sosok-sosok hebat ini. Sosok yang rela menyisihkan waktu dan juga tenaganya untuk berbagi dan mengajarkan ilmunya kepada siapapun yang mau belajar tanpa membeda-bedakannya. Bahkan tak jarang beliau-beliau ini menganggap siapapun yang belajar bersamanya seperti ankanya sendiri.
Tentang cerita bagaimana aku mengenal dan belajar banyak hal khususnya tentang Islam dengan Guru Ngaji ini memilki beberapa versi. Mengingat saya dulu sering berpindah-pindah Guru tergantung dengan siapa saya bergaul dan berteman waktu itu.Â
Jadi jangan salah sangka terlebih dahulu yang teman-teman. Berpindah-pindah yang dimaksud disini adalah berpindah tempatnya, bukan karena ada masalah atapun hal yang lain. Tetapi karena rasa penasaran jiwa-jiwa kecil dengan semua hal yang menurut mereka menarik, termasuk diriku sendiri. Dan pada saat itu orang tua atapun Guru ngaji sebelumnya tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut, karena bagi mereka apa yang kita lakukan saat itu adalah suatu hal yang wajar. Bagi mereka yang terpenting adalah anak-anaknya masih mau berangkat mengaji tanpa paksaan saja sudah menjadi suatu hal yang patut disyukuri.
Guru Ngaji yang pertama tentu saja adalah ibuku sendiri. Jadi sebelum saya belajar ditempat lain, ibu sudah lebih dulu mengenalkanku huruf hijaiyah sebagai dasarnya. Setelah dirasa siap untuk belajar diluar, barulah ibu memperbolehkannya. Dimulai dengan Guru Ngaji yang jaraknya paling dekat dari rumah yaitu Mbah Sicho. Seperti itulah kami memanggil beliau dan saya harap teman-teman tidak salah fokus dengan nama beliau. Beliau dipanggil Mbah karena memang sudah berumur dan merasa cocok dengan panggilan tersebut. Tidak banyak yang bisa saya ingat ketika mengaji bersama beliau ini, karena memang pada saat itu saya masih kecil. Bahkan belum masuk TK.Â
Tidak lama saya dan teman-teman belajar bersama beliau, karena beliau harus pindah rumah waktu itu. Sehingga mau tidak mau kita kembali belajar dengan orang tua masing-masing sebelum akhirnya memutuskan untuk mengaji di Masjid dekat rumah. tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, dimana kita diajarkan untuk membaca dan memahami huruf hijaiyah. Selain diajarkan hal tersebut biasanya kita juga akan diceritakan kisah-kisah nabi atapun kisah-kisah islami yang bisa diambil hikmahnya diakhir cerita untuk dijadikan pelajaran. Cukup lama saya dan teman-teman mengaji disini karena merasa nyaman. Saat itu yang menjadi guru ngaji adalah mbak-mbak atau mas-mas yang telah menyelesaikan pendidikan pesantrennya.
Memasuki bangku sekolah dasar, saya dan teman-teman sepermainan ini bertemu dengan anak-anak lain yang juga seumuran ataupun yang beberapa tahun umurnya diatas kami. Dari sinilah kemudian ajakan-ajakan untuk berpindah tempat mengaji agar sama seperti mereka semakin tak terbendung. Mengusik pikiran dan jiwa-jiwa mungil yang sebenarnya gampang terbujuk. Pada akhirnya dengan segala bujuk rayu dan peryimbangan yang cukup matang kita memutuskan untuk pindah tempat mengaji.Â
Kali ini tempat mengajinya tidak dekat dari rumah namun, juga tidak terlalu jauh. Kira-kira berjarak sekitar 500 meter. Tempat mengajinya ini bukan di masjid atapun mushola, tetapi disebuah rumah sederhana milik Bapak Mulyadi. Namun, kami memanggil beliau dengan sebutan Mbah Mul. Beliau mengajar dan menuntut kami belajar membaca da memahami Al-Quran. Bergantian dengan istri, Mbah mul selalu dengan sukarela mengajari kami. Biasanya kami harus antri satu persatu pada sebuah kursi dan bangku yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh beliau.Â
Mengapa antri? Karena memang murid beliau ini lumayan banyak. Mulai dari anak kecil seperti saya yang masih belajar dengan Iqra sampai dengan anak-anak yang lumayan sudah besar dan sudah naik level belajar dengan Al-Quran langsung. Kegiatan mengaji ini biasanya dimulai dari jam 2 sore sampai dengan jam 5 menjelang maghrib. Selain bergantian dengan sang istri Mbah Mul biasanya juga sesekali akan dibantu dengan putranya ketika pulang liburan dari pesantren.Â
Dimana biasanya anak beliau ini akan membuat mbak-mbak yang sebenarnya belum lulus SD ini akan berebutan untuk bisa diajari ngaji dengan anak Mbah Mul ini. Aneh memang, tapi nyata. Sepulang mengaji kita tidak langsung pulang kerumah begitu saja, tetapi bermain terlebih dahulu. Hal ini bahkan Sudha menjadi sebuah rutinitas. Ditempat mengaji yang ketiga inilah kami mengaji cukup lama, sebelum akhirnya juga pindah kembali. Tetapi, mengaji di tempat Mah Mul inilah kita paling lama dan berkesan. Dan kalimat dari beliau yang sampai sekarang masih saya ingat adalah  kurang lebih seperti ini: "Belajarlah dimanapun kalian berada, karena setiap tempat dan waktu memiliki pelajarannya masing-masing". Maksud dari kalimat ini adalah jangan pernah ragu untuk belajar apapun dari siapapun dan kapanpun. Karena apa yang kita dapatlan hari ini belum tentu bis akita dapatkan kembali dikemudian hari. Atau mungkin bisa saja namun dalam versi yang tentunya juga berbeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H