Mohon tunggu...
Dinsa Selia Putri
Dinsa Selia Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - semoga bermanfaat

ikuti alurnya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Kebebasan Berpendapat di Dalam HAM

29 September 2021   20:51 Diperbarui: 29 September 2021   21:36 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

HAM (Hak Asasi Manusia) sebenarnya bukan suatu hal yang asing lagi untuk kita dengar. Dari kita duduk dibangku Sekolah Dasar kita sudah mendapatkan pelajaran yang membahas mengenai HAM. Namun, tentu saja saat itu mungkin beberapa dari kita belum terlalu memahami apa arti yang sebenernya dari HAM itu sendiri.

HAM (Hak Asasi Manusia) merupakan hak-hak universal yang melekat pada diri manusia dari lahir dan tidak bisa dihilangkan atau dicabut yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk semua orang tanpa memandang adanya perbedaan ras, suku, budaya, jenis kelamin, negara bahasa dan agama. Jadi bisa dikatakan bahwa HAM itu adalah hak kita sebagai manusia. 

Sehingga semua orang itu mempunyai hak yang sama untuk hidup, bersosialisasi, hak berpolitik, hak ekonomi, memperoleh pendidikan dan hak untuk berpendapat atau berekspresi. Tetapi, yang perlu diingat bahwa dalam memperjuangkan hak kita sendiri kita tidak boleh mengabaikan hak orang lain, Dalam artian disini adalah kita tidak boleh membunuh, menghilangkan dan mengganggu HAK orang lain.

HAM (Hak Asasi Manusia) yang bersifat universal kemudian melahirkan berbagai macam produk hukum baik nasional maupun internasional untuk melindungi dan menjaga nilai-nilai kemanusian. 

Meskipun pada kenyataannya penerapan HAM yang seharusnya universal malah terjadi sebaliknya, dimana pemenuhan hak masing-masing individu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh individu-individu lain untuk memenuhi kepentingan haknya sendiri. Itulah mengapa kita diharuskan untuk selalu menghormati  dan menjaga hak orang lain.

Berbicara mengenai kasus pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) bukan suatu hal yang baru terjadi sekali atapun dua kali saja, jika kita mau sedikit menengok kebelakang pada saat negara kita masih dijajah olen negara asing seperti Jepang dan Belanda kita sadar dan tau betul bahwa hal tersebut telah melanggar ham. Namun, setelah Indonesia merdeka pun nyatanya masih banyak kasus-kasus pelanggaran ham yang terjadi.

 Dalam aturan hukum di Indonesia, merujuk Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sebagaimana yang dilampirkan oleh website Hukum Online, pengertian pelanggaran HAM adalah sebagai berikut:

"Setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku."

  • Tragedi Trisakti

Kasus penembak terhaddap mahasiswa Trisakti yang terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 pada saat menjelang runtuhnya kepemimpinan orde baru ini telah menewaskan empat orang mahasiswa dan lainnya terluka parah.

  • Tragedi Semanggi

Peristiwa yang terjadi pada tanggal 13 November 1998 telah menewaskan enam orang mahasiswa.

  • Tragedi Semanggi II

Peristiwa yang terjadi pada tanggal 24 September 1999 juga telah menewaskan satu orang mahasiswa.

  • Penculikan aktivis pada 1997/1998.

Kasus ini menyebakan hilangnya 23 orang (9 orang telah dibebaskan, namun 13 orang lainnya belum ditemukan hingga saat ini).

Contoh kasus pelanggaran HAM diatas hanyalah beberapa saja dari banyaknya bentuk-bentuk pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia. Seperti saat ini, dimana tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi yang seharusnya menjadi hak kita sebagai warga negara Indonesia mulai di pertanyakan. Sejak beberapa tahun belakangan hingga saat ini banyak sekali kasus-kasus dimana yang mengkritik pemerintah akan mendapatkan respon yang begitu cepat dari aparat negara hingga tak jarang dari mereka yang bersuara akan berakhir di penjara. 

Hingga yang baru saja terjadi adalah tentang penyampaian kritik menggunakan mural yang berujung dengan penghapusan karya, penangkapan terhadap 10 mahasiswa Universitas Sebelas Maret karena membentangkan poster yang berisi kritikan kepada Presiden Jokowi yang sedang melakukan kunjungan ke kampus tersebut, kritikan di media sosial yang dilakukan oleh BEM UI berujung dengan pemanggilan dari pihak kampus, dan masih banyak lagi. 

Dari beberapa kasus yang terjadi ini menjadi bukti tentang adanya pembatasan terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi di negara ini. Lalu manakah yang disebut dengan negara demokrasi yang katanya terbuka terhadap kritik yang ada.

Menanggapi beberapa kejadian diatas seharusnya pemerintah menyediakan media yang tepat untuk penyaluran aspirasi rakyat, agar demokrasi yang ada dinegara ini tetap berjalan sebagaimana mestinya. 

Dan pemerintah yang mempunyai tanggung jawab untuk melindungi dan mengayomi tentang kebebasan pendapat hak warganya seharusnya tidak bertindak sewenang-wenang dalam menanggapi aspirasi yang disampaikan oleh rakyatnya. 

Penerapan hukum pun juga harus diberlakukan secara adil dan bijaksana tanpa adanya memandang perbedaan yang ada. 

Pengertian keadilan menurut Noah Webster keadilan hukum (legal justice) adalah keadilan yang telah dirumuskan dalam bentuk hak dan kewajiban, dimana pelanggaran terhadap keadilan ini akan ditegaskan lewat prose hukum (Fuady, 27:118). 

Sedangkan bijaksana disini adalah menyesuaikan segala sesuatu keadaan yang terjadi sebagai bentuk kepandaian kehati-hatian, kecerdasan dalam mengambil keputusan yang disesuaikan berdasarkan keadaan yang sebenarnya. 

Dimana keputusan yang diambil berdasarkan ilmu dan akal sehingga suatu keputusan dapat mencegah dan tidak menimbulkan kekacauan dan perpecahan bagi seluruh kalangan. 

Dan kita sebagai seirang warga negara yang baik dalam menyampaikan aspirasi haruslah secara cerdas, yaitu berpendapat sesuai dengan fakta yang ada dan dapat bertanggung jawab terhadap apa yang kita sampaikan. Sehingga keharmonisan negara ini tetap terjaga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun