Mohon tunggu...
Dinoto Indramayu
Dinoto Indramayu Mohon Tunggu... Administrasi - Belajar, belajar dan belajar....

Setiap saat saya mencoba merangkai kata, beberapa diantaranya dihimpun di : www.segudang-cerita-tua.blogspot.com Sekarang, saya ingin mencoba merambah ke ranah yang lebih luas bersamamu, Kompasiana....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Republik Maluku Selatan (RMS)

7 Oktober 2010   03:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:39 2848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mungkin sebagian besar rakyat Indonesia, termasuk saya, baru tahu kalau ternyata republic yang amat dicintainya itu dimata Belanda masih merupakan bangsa yang belum merdeka.Negara yang diakui penjajah negeri ini tersebut hanyalah Republik Indonesia Serikat atau RIS, bukan Republik Indonesia atau RI.

Dalam sudut pandang Negeri Kincir Angin tersebut, Presiden Nusantara hanyalah Sukarno, sebagai Presiden RIS.Setelah menanggalkan kata “Serikat” maka segala tindakan beliau adalah kejahatan yang tak terampunkan.Sudah pasti bahwa presiden-presiden selanjutnya di mata Belanda adalah pimpinan sebuah negara liar.

Tetapi kenapa Indonesia berhubungan diplomatic dengan Belanda sedemikian baiknya ya?

Pengakuan yang tertunda lebih dari setengah abad inilah yang dimanfaatkan oleh individu atau golongan tertentu untuk ikut bergoyang diantara kehidupan berbangsa yang selalu bergoyang ini.Belum lama kita diingatkan oleh kembalinya tokoh Gerakan Aceh Merdeka dari pengasingan ke tanah air yang sangat dicintainya dan berhasil menghidupkan gegap gempita suasana Aceh Merdeka.

Sekarang, disaat pengakuan kemerdekaan RI secara tertulis akan diberikan oleh Sang Ratu tiba-tiba golongan separatis mempopulerkan masa lalu yang semula sudah terkubur.Bahkan semakin mendunia karena ternyata seorang presiden Republik Indonesia bisa dipermainkan oleh mereka.

Bak macan yang baru terbangun dari ngorok panjangnya, Republik Maluku Selatan alias RMS pun meledak.Bukan hanya di hati warga Kepulauan Maluku semata, banyak mata membelalak mencari/search kata RMS yang tiba-tiba sontak menggelegar itu.

Alasan pembatalan kunjungan ke Belanda yang langsung disampaikan Presiden SBY yang menurut saya lebih merupakan keberatan pribadi dibandingkan atas nama bangsa Indonesia, justeru merupakan salah satu pemicu popularitas RMS.  Semacam iklan gratis dari seorang Kepala Negara bagi popularitas separatis yang mesti ditumpasnya.

“RMS Menang!”Sebagian menanggapi batalnya kunjungan Presiden SBY tersebut.

“Biasa, untuk menutupi masalah yang lebih rumit!”kata yang lain mengomentari pimpinan bangsa kita yang lebih suka menyelesaikan masalah dengan memunculkan masalah baru.

Tetapi apapun alasannya, sungguh memalukan kalau seorang Presiden Republic Indonesia ditangkap di Belanda sebagai penjahat perang.Namun sebagai seorang WNI saya lebih sakit hati ketika Presiden SBY yang dibanggakan dan didukung oleh sebagian besar rakyat Republik Indonesia ini tidak berani menghadapi seorang presiden negara yang tidak pernah ada, Republik Maluku Selatan (RMS), John Wattilete.

John Wattilete yang bernama lengkap Gerardus Johannes Wattilete lahir tahun 1954 adalah seorang warga negara Belanda.Lahir dari rahim seorang ibu Belanda dengan perantara ayah seorang Maluku.Tahun 1983 lulus dari Universitas Nijmegen dan pekerjaannya adalah sebagai pengacara.

Presiden negara bayangan RMS, Frans Tutuhatunewa, mengangkatnya sebagai salah satu menteri pada tahun 1995.Ketika konflik bernuansa SARA terjadi di Maluku, diapun berkunjung ke negeri ini.Tidak tanggung-tanggung, diterima dua presiden, BJ Habibie dan Abdurahman Wahid.

Karier John Wattilete pun terus melejit, April 2003 menggantikan Pieter Thenu sebagai Perdana menteri merangkap Wakil Presiden RMS.Enam tahun kemudian menggantikan Frans Tutuhatenuwa sebagai Presiden RMS sampai sekarang.

Menjelang kunjungan Presiden SBY ke Belanda yang sudah dipersiapkan beberapa bulan sebelumnya, John Wattilete dan dua orang rekannya medaftarkan tuntutan ke Pengadilan Belanda terkait pelanggaran HAM terhadap sejumlah aktivis RMS.Salah satu butir tuntutannya antara lain adalah permintaan penangkapan Presiden SBY. Selain itu mereka juga meminta penjelasan SBY tentang letak makam Dr. Christian Robert Steven Soumokil yang dieksekusi mati di Kepulauan Seribu.

Sebagai seorang warga negara Republik Indonesia yang sangat bangga menjadi bagian dari bangsa Indonesia, sekali lagi saya kecewa ketika Presiden SBY membatalkan kunjungan ke Negeri Belanda hanya karena John Wattilete dan kawan-kawan yang semula sama sekali tidak dikenal itu.Lebih kecewa lagi, ternyata pembatalan kunjungan itu hanya mempopulerkan RMS yang sudah mati suri dan terkubur jauh di mata anak negeri.

Lebih sakit lagi mengetahui kalau kunjungan itu adalah untuk menerima piagam pengakuan tertulis tentang kemerdekaan Republik Indonesia yang dipreoklamasikan Soekarno dan Hatta atas nama Bangsa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun