Dua pengalaman teman yang saya dengar membenarkan adanya praktek “peng-abu-abuan” ini. Teman pertama seorang PNS yang sangat fanatic dalam menjalankan syareat Islam. Itulah sebabnya dia pun mencari Bank Muamalat sebagai sandaran ketika memerlukan dana. Jarak 50 km ditempuhnya, di Kantor Cabang Cirebon berbagai informasi didapaatnya.
Sebagai pembanding, dia pun bertandang ke beberapa bank syariah yang baru berdiri. Satu kesimpulan yang pasti, “Gaji saya gak cukup mas untuk mencicilnya!”
Tidak perlu tahu berapa yang akan dipinjam tetapi yang mesti dijadikan pertanyaan adalah, “Mengapa teman se-fanatis dia pada akhirnya harus mengambil dana dari bank riba?”
Demikian juga rekan yang lain, pemegang polis asuransi terbesar di dunia yang salah satu programnya berbasis syariah. Dia selalu menyetor sejumlah dana setiap bulan dengan rutin sampai pada akhirnya menjelang dua tahun harus berhenti karena usahanya pailit.
Dana disetornya melalui sebuah bank syariah, untuk kepentingan polis asuransi keluarga besarnya yang juga awalnya menerapkan perjanjian secara Islami.
“Tapi kenapa uang ratusan juta itu harus hangus begitu saja, ya?”
Tentu saja dua kejadian di atas hanyalah sedikit dari banyaknya keluhan lain yang beredar di masyarakat. Kekecewaan mereka terhadap bank komersial yang pada akhirnya harus menjatuhkan diri lagi ke dalam bank ber-riba.
Kejadian di atas menggambarkan bahwa ketika meminjam dari bank syariah maka nasabah terbebani oleh hutang yang ternyata lebih besar daripada bank komersial. Sementara ketika menyimpan maka hasilnya pun tidaklah seimbang atau bahkan untuk kasus teman ini habis tanpa krana.
Tumbuhnya bank syariah akhir-akhir ini pun semestinya menjadi warning bagi semua, agar kejadian masa lalu tidak terulang kembali. Solusinya tentu saja adalah menjalankan bank syariah sebagaimana syariat Islam. Mungkinkah hal ini terjadi? Tanpa aturan yang jelas dan tegas hal ini akan sangat sulit terjadi.
Bank-bank negara mendirikan bank syariah, bak-bank swasta juga melebarkan sayapnya yang berbasiskan Islam. Bahkan sebuah bank yang dari dulu dikenal sebagai gudang pemurtadan (karyawan baru selalu diberi dua pilihan: ikut agama mereka atau keluar dengan membayar berbagai denda untuk proses rekruitmen sampai training) sekarang juga mendirikan unit syariah.
Bank Syariah didirikan bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan bathin masyarakat yang bangga menjadi nasabah sesama muslim. Tidak sekedar memanfaatkan pasar yang gamang, menyenangkan hati muslim Indonesia bahwa di negaranya banyak bank Islam. Bank Syariah tentu didirikan dengan niat mulia, bukan untuk menjadikan Indonesia sebagai Bangsa Riya !