Mohon tunggu...
Dino
Dino Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 39 Jakarta

Di atas sana, di ladang awan Senyummu membelai matahari yang malu Angin berbisik memperdengarkan Bahwa senyummu meruntuhkan langit yang biru.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku Terlalu Tua Untukmu

24 Mei 2024   20:35 Diperbarui: 24 Mei 2024   20:56 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Old Man, sumber gambar: dino

Di balik sinar senja yang meredup,
Kutemukan wajahmu yang memancarkan harapan,
Ku tatap wajahmu yang cerah, penuh asa,
Di mata yang berbinar, kulihat masa depan,
Sedang langkahku tertatih di jejak waktu silam.

Engkau bagaikan embun pagi yang menyapa dan menyentuh lembut,
Segar, penuh harapan dan cita-cita,
Menggugah setiap helai dedaunan dengan kehidupan baru,
Sedangkan aku, bagai daun yang kering dan rapuh,
Mengikuti arus angin, tenggelam dalam memori dan terhempas waktu.

Aku terlalu tua untukmu,
Rambutku telah disapa dan dihiasi oleh uban yang tak terhitung,
Kulitku berkerut oleh perjalanan usia,
Namun, cintaku padamu tak pernah pudar dan tetap abadi penuh kemurnian.

Di setiap senyummu, kutemukan sinar kebahagiaan,
Namun ada jurang usia yang memisahkan kita,
dan ada jarak yang tak terjembatani,
Mimpi-mimpimu membubung tinggi ke angkasa,
Sedangkan sayapku telah letih mengepak dan enggan terbang lagi.

Biarkan aku menjadi kisah dalam kenanganmu,
Sebuah cerita yang kau bisikkan pada langit senja,
Bahwa pernah ada cinta yang melintasi perbedaan usia,
Namun tak pernah meredup dalam rasanya.

Aku terlalu tua untukmu,
Namun biarkan cinta ini tetap hidup dalam keabadian,
Dalam setiap hembusan angin yang lembut,
Dalam setiap detak jantungku yang terakhir berirama.

Kau adalah mentari yang tak mungkin kugapai dan kurengkuh,
Namun cahayamu tetap menghangatkan hati serta jiwaku,
Biarkan aku mengagumimu dari kejauhan,
Menjaga rasa ini dalam keheningan dan kerinduan.

Meski aku terlalu tua untukmu,
Cintaku tak mengenal batas waktu dan ruang,
Terukir dalam kanvas di langit biru,
Menjadi saksi bisu cinta kita yang tak pernah bersatu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun