Mencintaimu adalah derita.
Berhenti mencintaimu adalah siksa.
Tidak bisa kembali ke masa lalu untuk menghindari pertemuan pertama kita.
Tidak pula bisa kupercepat berjalannya waktu, agar tak perlu kurasakan perihnya tak bersama.
Memaksakan hasrat adalah mustahil.
Tak memiliki daya melawan realita.
Mencari pengganti pun adalah mustahil, membohongi hati adalah konyol dan sia-sia.
Lalu harus bagaimana?
Aku terjebak dalam simalakama.
Itu sepenggal kata yang ada di buku Lament bab Shame & Rejection, dan aku menggambarkannya sebagai sebuah cinta sejati, dan perlambang Cinta Sejati adalah Bunga Edelweis, Bunga Keabadian dan Cinta Sejati.
Edelweis nyaris punah, seiring dengan Deforestasi yang begitu masif di Indonesia, Deforestasi adalah peristiwa hilangnya tutupan hutan yang berubah menjadi tutupan lain, potensi deforestasi terjadi pada hutan yang berada di areal dengan intensitas tinggi atau berbatasan langsung dengan kegiatan manusia.Â
Begitupun Cinta Sejati, apakah masih ada yang tersisa? Jika pun ada, apakah masih ada yang mempercayainya? Cinta Sejati bukanlah cinta pertama, melainkan sebuah cinta yang dapat saling menerima kekurangan pasangannya, yang saling menutupi dan yang saling melengkapi, memberi rasa aman dan nyaman. Ketika seseorang telah menikah, apakah itu berarti dia telah menemukan cinta sejatinya? lalu jika sudah, mengapa banyak terjadi perpisahan, perpecahan dan hilangnya rasa cinta, aman dan nyaman?
Cinta Sejati bisa muncul kapan saja, terhadap siapa saja, walaupun usianya sudah beranjak menua. Cinta Sejati tidak akan ada jawabannya, karena mereka tidak akan pernah tau, dari sisi mana Tuhan menanamkan rasa itu dan kepada siapa saja rasa itu diberikan. Cinta Sejati tertanam dengan sendirinya, seiring dengan takdir manusia.
Bunga Edelweis nyaris punah, begitupun dengan Cinta Sejati dan Keabadian.
Bunga edelweis hanya dapat tumbuh di ketinggian 1.700-2.700 mdpl dan membutuhkan banyak sinar Matahari.
Bunga edelweis merupakan tanaman endemik yang banyak ditemukan di pegunungan, seperti di Gunung Semeru, Gunung Rinjani, Gunung Bromo, Gunung Papandayan, Gunung Gede, Gunung Ciremai ataupun dataran tinggi Dieng. Bisa mencapai tinggi 8 meter, bunga edelweis akan terlihat antara bulan April-Agustus dan fase mekar terbaik ada di akhir Juli-Agustus.
Menurut sejarah dan filosofi, bunga edelweiss pertama kali ditemukan oleh seorang naturalis berkebangsaan Jerman bernama Georg Carl Reinwardt pada tahun 1819 di lereng Gunung Gede. Edelweiss memiliki makna simbolis yang menjadi keunikan dari bunga ini. Melansir dari FlowerMeaning, istilah edelweiss berasal dari bahasa Jerman yang berarti mulia dan berwarna putih.
Edelweiss disebut bunga abadi karena bisa mekar sampai 10 tahun. Namun sebutan itu malah mengancam keabadiannya, karena membuat orang ingin memetik dia.
Hal ini turut memunculkan mitos tentang bunga edelweis yang berkaitan dengan hubungan asmara.
Konon, bunga edelweis adalah simbol dari keabadian cinta seseorang. Mitos ini berkembang ketika seseorang yang memberikan bunga edelweis kepada kekasihnya, maka hubungan mereka akan abadi.
Keabadian tersebut diperoleh Edelweiss berkat hormon etilen yang dimilikinya. Hormon ini dapat mencegah kerontokan kelopak bunga Edelweiss.
Bahkan, karena hormon etilen tersebut, bunga ini dapat mekar dan tetap hidup selama kurang lebih 10 tahun, bahkan dalam beberapa kasus bisa lebih dari itu.
Bunga Edelweiss menjadi tanaman yang dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada orang yang memetik bunga tersebut secara sembarangan.
Edelweiss dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, Pasal 33 ayat 1 yang berbunyi:
Kebadian Edelweis dalam balutan Deforestasi. Deforestasi adalah Hilangnya tutupan lahan atau pengurangan secara kuantitatif sangat berhubungan erat dengan aktivitas manusia atau adanya gangguan alam. Diantara bentuk yang sering terjadi yaitu pembukaan area lahan kehutanan yang dikonversi untuk lahan pertanian, penggembalaan, transmigrasi, dan sebagainya. Angka deforestasi yang tinggi setiap tahunnya akan menyebabkan hilangnya lahan hutan secara besar-besaran. Akibat dari kehilangan lahan hutan yang berdampak negatif pada keberlanjutan lingkungan maupun kehidupan sosial.
Beberapa penyebab deforestasi yang umum dijumpai di Indonesia antara lain yaitu:
Kebakaran hutan, Pembukaan lahan perkebunan, Perambahan hutan untuk memenuhi keinginan manusia, program transmigrasi, serta Pertambangan dan pengeboran sumber daya alam.
Mata mu bagai kelopak indah bunga Edelweis.
Senyum mu adalah semilir angin senja.
Cintaku adalah keabadian untuk mu, Edelweis adalah keabadian rasa syukur ku, karena dipertemukan dengan mu.
Penolakan mu adalah bentuk rasa sayang akan keabadian.
Kerling mata mu bagai putik putih yang melingkari edelweis ku.
Riasan mu tidak melunturkan kesederhanaan mu.
Edelweis adalah Cinta Sejati dan Keabadian.
Begitupun semesta cintaku kepadamu, yang perlahan dengan pasti tertutup kabut putih Gunung Semeru.
Terlepas dari raga mu dan menyatu dengan keabadian raga gunung, dan tetap suci abadi dalam balutan bunga gunung yang putih.
Keabadian edelweis dalam Balutan Deforestasi, Keabadian cinta dalam kukungan takdir.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H