Mohon tunggu...
Dino
Dino Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 39 Jakarta

Di atas sana, di ladang awan Senyummu membelai matahari yang malu Angin berbisik memperdengarkan Bahwa senyummu meruntuhkan langit yang biru.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Mencintaimu dengan Sederhana

14 Maret 2024   12:06 Diperbarui: 8 April 2024   21:17 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mencintaimu dengan sederhana adalah sepenggal karya puisi epic dari Sapardi Djoko Damono yang bejudul "Aku Ingin". sebuah kalimat sederhana dengan kedalaman makna penuh hasrat.

seperti sepenggal kisah yang harus melawan takdir, seperti halnya tetesan embun pagi yang sirna diterjang sapaan matahari pagi. 

Tejo melangkah menyambut hari, seraut wajahnya tampak letih namun terbalut senyum yang membungkus kelam, kelam adalah wajah penuh luka, kelam adalah amarah dan kecewa, serta kelam adalah selaput yang menutupi jiwa. Tejo membunuh kelam demi dunianya yang baru, demi cintanya yang dalam namun setipis kabut yang kesiangan.

Selalu ada ragu ketika kakinya menginjak memasuki halaman sekolah, gerbang itu begitu kokoh dan sombong, dan Tejo adalah bagian dari kesombongan di masa lalu. yah kesombongannya menantang hidup, kesombongannya melawan matahari yang selalu meniadakan bulan ketika pagi mengintip dari balik peraduan.

Tejo merasa hampa dan kecil dari segala sisi, Tejo adalah pribadi yang introvert, dia lebih senang menghabiskan waktunya seorang diri, bukan berarti dia anti sosial, hanya saja menyendiri membuatnya merasa nyaman, nyaman dari kemunafikan yang selalu ada dibalutan hari.

Tejo jatuh cinta dengan seorang siswi bernama Surti, entah setan mana yang mampu membuatnya jatuh sedalam itu terbalut asmara. Surti adalah gadis yang hangat, periang, menyenangkan dan pintar, berbanding terbalik dengan Tejo seperti beauty and the beast.

tetapi Surti mampu mengubah dunia dengan senyumnya, karena senyumnya mampu meruntuhkan langit, karena senyumnya mampu menjatuhkan bintang di langit, karena senyumnya mengalahkan senyum Layla dan membuat Layla cemburu kepada Majnun. Apakah Surti cantik? tidak menurut Tejo, apakah Surti begitu sexy? tidak juga bahkan jauh dari kata itu. Surti adalah rembulan di mata Tejo, Surti adalah kesejukan, Surti adalah desiran ombak di waktu senja.

Hari-hari Tejo selalu dalam bayangan Surti, tak terasa 2 tahun berlalu, dan Tejo memendam hasrat itu seorang diri, mencintai tanpa memiliki adalah luka, dan itu adalah luka yang disengaja, luka yang dinikmati Tejo selama ini. Menjadi daun penjaga bunga tak akan bisa cukup untuk menjadi pemilik bunga, karena pemiliknya adalah lebah, lebah yang lebih berhak menjaganya, dan Tejo bukanlah lebah, Tejo adalah daun, dia hanya mampu menaunginya dari terik matahari, melindunginya dari tetesan air hujan, dan menutupinya dari terpaan angin utara.

Tejo ingin menjadi lebah, lebah yang dapat menyentuh sang bunga, lebah yang mampu menggandeng dan memeluk sang bunga. Sebuah pemikiran yang absurd untuk sebuah daun. Aku harus berani ujarnya dalam hati, berani menyampaikan apa yang kurasakan selama ini kepada Surti, walaupun kebimbangan kembali hadir di pelupuk mata. Apakah matahari akan langsung terbenam jika aku mengutarakan isi hatiku, padahal hari masih pagi? apakah angin berhenti berhembus andai aku berterus terang? sejenak merenung menatap langit, ah.. biarlah dunia berhenti berputar sekali ini batinnya.

Kesempatan adalah butir kejujuran yang hanya muncul pada saat tertentu, kesempatan adalah buah dari pohon penantian, dan kesempatan itu hadir, kesempatan itu mempertemukan Tejo dan Surti di suatu tempat, di suatu suasana yang sebenarnya canggung namun penuh rasa keharusan. Tejo tak pernah berani menatap wajah Surti, wajah yang selalu dibalut kelembutan menurutnya, wajah yang selalu dia hindari agar tidak makin jatuh terperosok ke dalam rasa cinta yang tak pernah habis, namun wajah itu adalah wajah yang selalu ingin dilihatnya sepanjang hari, sepanjang helaan nafasnya dan sepanjang degub jantungnya.

Sur, kalimat itu adalah pembuka kalimat yang datar namun getarannya terasa sampai ke ulu hati, iya, jawab Surti sambil tersenyum, ah senyum itu lagi eluh Tejo di dalam hati sambil menghindari matanya ke arah lain. Ngopi yuk ajak Tejo, boleh jawab Surti, gimana kalo nyari tempat buat ngopi, ayo balas Tejo. Sepanjang jalan Tejo berusaha mencairkan suasana dengan obrolan ringan walaupun isi kepalanya bercampur baur seperti medan perang di Gaza. Tempat kopi yang dituju penuh ketika mereka sampai, lanjut aja, disana ada lagi kok tempat ngopi yang lain kata Surti. Tomoro, sebuah kata kecil yang tepleset dari tomorrow mungkin, apakah Tejo sadar tomorrow menjadi hari yang berbeda buatnya. satu cup kopi panas dan satu cup kopi dingin serta dua buah cemilan cukup untuk mengisi hari, walaupun Surti yang bayar, dasar Tejo masa kalah dalam hal bayar duluan.

Sambil menikmati kopi dan cemilan Tejo memberanikan diri berkata kepada Surti, laksana Bung Tomo memberikan kata-kata penyemangat kepada arek-arek Suroboyo pada 10 November 1945. Sur, kembali menjadi kalimat pembuka Tejo, receh banget, tapi elegan untuk seorang ksatria. Iya, jawab Surti. Sur, salahkah jika ada orang yang menyukai seseorang namun tidak berani mengutarakannya? tidak ada yang salah jawab Surti, kenapa? Agar tidak merusak hubungan persahabat mereka jawab Tejo. Lalu salahkah jika orang tersebut jatuh cinta tapi dia sendiri tidak tahu kenapa bisa jatuh cinta, tanya Tejo. tidak ada yang salah jawab Surti kembali, siapa orang itu, tanya Surti? Tejo tersenyum getir, biarlah badai menerjang hari ini, biarlah tsunami datang ketika kopi panas aku hirup ujarnya dalam hati. Orang itu aku dan dia jatuh cinta sedalam-dalamnya kepadamu Sur, lugas Tejo menjelaskan. Surti terdiam, senyumnya seketika lenyap seperti direngut awan hitam, benar badai akan datang sepertinya batin Tejo berkata. Kenapa Kamu bisa mencintai aku? tanya Surti. Aku tidak tahu, hadirnya begitu saja selama ini, aku tidak tau dari sisi mana Tuhan menumbuhkannya, aku sudah membunuh rasa itu, tapi bukannya mati, rasa itu malah semakin dalam dan rasa itu menembus hatiku, jawab Tejo.

Maaf Tejo, selama ini aku menganggapmu sebagai kakakku sendiri, aku tidak bisa melarang orang lain untuk suka atau jatuh cinta kepadaku, aku bisa menahan atau menolak sesuatu hasrat atau rasa yang muncul dari dalam diriku sendiri, namun aku tidak bisa menolak hasrat atau rasa yang datang dari luar diriku atau orang lain, karena itu di luar kendaliku sebagai manusia. Lagipula aku telah memiliki seseorang yang pantas aku miliki, rasaku hanya sebatas sahabat dan kakak untukmu, begitu getir Surti menjelaskan badainya dengan perlahan.

Putih adalah guratan sejarah yang hadir namun ditiadakan, hitam adalah masa yang dikuburkan oleh waktu, putih dan hitam adalah warna yang hilang dari pelangi, karena pelangi tidak membutuhkan putih dan hitam. Helaan nafas Tejo tidak sampai terdengar oleh Surti, dunia terhenti sejenak pada saat itu, badai dan tsunami menerpa, matahari benar berhenti bersinar, semuanya bersatu menghantam Tejo dari segala sisi, atas, bawah, samping kiri dan kanan, dihimpit batu yang meniban tubuh Bilal, tertelan ikan Paus Nabi Yunus As, namun semuanya tertipu dengan senyum Tejo, senyum penuh aib buatnya, senyum yang menenangkan hati Surti, karena Surti tidak bisa melihat semua hantaman di hati Tejo.

Tuhan, hanya Kau yang mampu mencabut rasa ini dari ku, karena kau telah menanamkannya jauh dalam dasar hatiku. Tuhan, segalanya adalah kuasaMu dan bukan kuasaku, jika ini terlarang, mengapa Kau tabur benih ini dan menyuburkannya dengan air kerinduan sehingga benih cinta ini semakin membesar, walaupun Kau selalu punya rencana dibaliknya, aku tak kuasa mengetahui apa rencanaMu, apakah sebagai pelajaran buat ku atau sebagai nasihat bijak untuk ku, gumam Tejo pada dirinya sendiri.

Jika mencintaimu adalah sebuah dosa, maka kamulah dosa terindah dalam kehidupanku. Dan jika memilikimu adalah satu hal yang tak mungkin, maka melupakanmu adalah sesuatu yang mustahil. Jika takdirku memang tidak bisa bersamamu, setidaknya aku pernah mencintaimu begitu dalam. Sekuat apapun aku mencintaimu, aku tetap tidak bisa memilikimu. Merindukanmu adalah deritaku, mencoba tidak peduli pun ternyata menyakitkan. Jujur, logika ku ingin pergi tapi hati ingin tetap bertahan.

Jika menunggu bisa membuatmu jadi milikku, maka akan ku tunggu sampai kapanpun itu. Bukankah kita hanya sebatas senja dan lautan, saling melihat tapi tak terikat, saling menatap namun tak menetap, saling bertemu namun tak kunjung bersatu. semua kata dan kalimat bergantian hadir di benak dan kepala Tejo, semuanya tentang Surti, tentang cinta yang tak pantas memang, tentang penyatuan yang mustahil, tentang punguk yang merindukan bulan, dan tentang keterasingan yang semakin mengukung.

Maaf Tejo, ujar Surti sekali lagi, Surti melihat diam dan senyum Tejo sebagai tanda persetujuannya, persetujuan untuk melepaskan apa yang ada di hati Tejo, tapi bukan Tejo sang pemilik hati, ada sang pembolak-balikkan hati dan ada yang Maha Cinta di dalam semua perjalanan hidup tiap insan.

Tejo tersenyum, dan berkata, Sur semua itu adalah haqmu, semua itu adalah kuasamu untuk menolak, tapi percayalah, aku tidak akan banyak berubah, aku masih orang yang kamu kenal. Masih kagum pada bentuk matamu, masih senang melihat indah bibirmu, masih betah mendengar suaramu. Aku masih sering mencari tahu kabarmu, walaupun tidak akan seperti dahulu lagi, aku hanya takut semua sikapku membuatmu makin menjauh. Biarlah sekarang aku hanya melihatmu dari kejauhan, berharap suatu ketika kau sadari bahwa perasaan ini tak pernah berhenti. Aku tidak pernah menjauhi kamu, aku hanya ingin membatasi harapanku kepadamu, agar harapanku tidak terlalu jauh. Tenang Sur, jika kamu membutuhkan aku, aku akan tetap di sini, aku hanya memberi sedikit jarak, agar sakitku tidak berlebihan, jangan berfikir aku sudah tidak  sayang padamu, kamu akan tetap abadi di dalam ceritaku.

Surti, aku hanya ingin kau tau bahwa;

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu 

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

(Aku Ingin karya Sapardi Djoko Damono)

Kopi panas menyadarkan Tejo bahwa 'rasa' hatinya hanya menjadi tomorrow baginya, hanya hari esok yang takkan pernah berhenti dan selalu berganti, esok dia harus bangun untuk menata kembali semua serpihan itu dengan sesuatu yang tidak akan pernah bisa merekat sama. Cinta sejati tidak harus memliki kata orang, orang tulus akan pergi jika harus pergi, tapi cinta dan rasa rindu tak akan pernah bisa pergi dari hati siapapun.

Maka jadilah Tejo seorang kakak yang baik bagi Surti, walaupun seluruh semesta hati dan tubuhnya menolak. Hidup harus bermakna dan hidup adalah manfaat bagi orang lain, ujarnya bijak dengan setitik air hujan menempel di matanya yang coba dia sembunyikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun