Mohon tunggu...
Dinda Annisa
Dinda Annisa Mohon Tunggu... Freelancer - Penterjemah Lepas

Based in Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengungkap Niat Buruk Pakistan di Jammu dan Kashmir

25 Oktober 2022   10:41 Diperbarui: 25 Oktober 2022   10:47 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Dinda Annisa

"Terorisme harus dilarang oleh semua negara beradab -- tidak dijelaskan atau dirasionalisasikan, tetapi diperangi dan diberantas. Tidak ada yang mampu, tidak ada yang bisa membenarkan pembunuhan orang tak bersalah dan anak-anak tak berdaya," kata penulis Amerika Elie Wiesel suatu kali.

Pakistan telah mensponsori kelompok-kelompok teror untuk menciptakan kekacauan di Jammu dan Kashmir (J&K) selama bertahun-tahun.

"Pakistan perlu diisolasi di dunia," ujar Dr. Anil Taploo dalam pidatonya di webinar internasional tentang penderitaan rakyat Kashmir selama 75 tahun terakhir pada 24 Oktober (Senin).

Webinar yang bertajuk "75 Tahun Penderitaan: Dalang Pembantaian Kashmir" ini diselenggarakan oleh Center for Southeast Asian Studies (CSEAS) di Jakarta.

Seluruh webinar dapat ditonton di kanal CSEAS TV di YouTube.

Pakistan ingin menggunakan agama untuk kepentingan nasionalnya.

"Terorisme tidak memiliki agama. Masalah Kashmir tidak ada hubungannya dengan perpecahan agama. Bukan agama yang menciptakan masalah. Agama adalah alasan. Itu hanya terorisme, yang diciptakan oleh Pakistan," ungkap Anil.

Ayah Anil, Tikalal Taploo dibunuh oleh teroris yang didukung Pakistan pada tahun 1989. Tikalal adalah pemimpin populer di kalangan Muslim dan Hindu.

Dengan pandangan serupa, pembicara lain Utpal Kaul menceritakan pengalamannya dengan terorisme di Kashmir.

"Hampir 25.000 hingga 50.000 orang tewas di Kashmir. Mereka adalah orang Kashmir. Ada Hindu, ada Muslim dan ada Sikh. Saya adalah korban terorisme. Mereka membakar rumah saya. Para separatis dan teroris membakar 25.000 rumah dan 500 kuil dibakar dan dihancurkan," jelas Utpal, yang merupakan Koordinator Internasional untuk Global Kashmiri Pandit Diaspora (GKPD).

"Mereka [Pakistan] hanya menghancurkan Kashmir."

Orang-orang di J&K telah mengalami terorisme dari negara tetangga Pakistan, yang ingin mencaplok seluruh J&K dengan segala cara.

Selama 75 tahun terakhir, Pakistan telah berusaha untuk menduduki J&K melalui perang, terorisme, penyediaan dana dan senjata kepada separatis dan teroris, penyusupan serta pelanggaran gencatan senjata di Garis Kontrol.

Penderitaan dimulai 75 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 22 Oktober 1947, Angkatan Darat Pakistan mengumpulkan beberapa ribu milisi suku Pashtun bersenjata untuk melancarkan serangan inkonvensional terhadap J&K, yang merupakan wilayah kerajaan (princely state), di bawah Operasi Gulmarg. Tujuan utama dari operasi ini adalah untuk menduduki J&K dan menyingkirkan penguasa Hindunya Maharaja Hari Singh.

Dari 22 Oktober hingga 26 Oktober 1947, milisi suku mengamuk. Mereka membunuh ribuan orang Hindu, Sikh, Kristen dan Muslim serta memperkosa ribuan wanita Kashmir. Mereka menjarah rumah dan membakar beberapa kota.

Orang-orang di Kashmir menyebut 22 Oktober sebagai Hari Hitam dalam sejarah mereka.

Baik Muslim maupun Hindu bergandengan tangan untuk melawan Pakistan. Hari Singh telah menandatangani Instrumen Aksesi pada tanggal 26 Oktober dan India mengerahkan pasukannya pada 27 Oktober untuk memukul mundur suku-suku Pakistan. India membebaskan sebagian besar J&K tetapi sepertiga J&K masih di bawah pendudukan ilegal Pakistan karena perjanjian gencatan senjata yang disponsori PBB pada tahun 1949.

Jadi 22 Oktober 1947 adalah awal dari penderitaan panjang rakyat Kashmir.

Banyak orang mengira hal itu dilakukan oleh seorang penguasa Hindu J&K, yang bergabung dengan India. Itu benar-benar salah. Mayoritas umat Islam di bawah kepemimpinan Syekh Abdullah dari Musyawarah Nasional mendukung sepenuhnya bergabungnya J&K ke India.

Lt. Gen. (purn) Syed Ata Hasnain (kiri di baris kedua) sedang mengikuti webinar internasional tentang penderitan orang Kashmir. | Sumber: CSEAS
Lt. Gen. (purn) Syed Ata Hasnain (kiri di baris kedua) sedang mengikuti webinar internasional tentang penderitan orang Kashmir. | Sumber: CSEAS

"Ada banyak sekali pahlawan di Kashmir, yang melakukan semua ini. Itu adalah upaya bersama, saya dapat memberitahu Anda. Kami memiliki komunitas Hindu dalam jumlah besar dan komunitas Muslim bersama-sama. Mereka selalu ada bersama. Mereka berjuang sebagai komunitas Kashmir. Mereka berjuang sebagai komunitas India," papar Letnan Jenderal (purn) Syed Ata Hasnain, mantan Komandan Jenderal Angkatan Darat India.

Angkatan Darat Pakistan dan agen mata-mata Inter-Services Intelligence (ISI) mengadopsi kebijakan mengobarkan perang proksi melawan India di J&K pada tahun 1989. Mereka memilih ribuan pemuda Kashmir untuk memberikan pelatihan senjata di Kashmir yang diduduki Pakistan dan mengajarkan ekstremisme serta separatisme.

Sangat disayangkan bahwa lebih dari 42.000 orang Kashmir kehilangan nyawa mereka akibat terorisme.

Mengapa Pakistan begitu sengaja mengambil J&K?

"Karena kelima sungai yang mengalir ke Pakistan pasti melalui J&K," tutur Dr. Ahmad Qisa'i, dosen Universitas Paramadina dari Jakarta.

Anil setuju dengan Ahmad.

"Pakistan tidak memiliki air sendiri. Mereka tidak mencintai orang Hindu Kashmir. Mereka tidak mencintai Muslim Kashmir. Mereka tidak mencintai siapa pun. Tapi mereka menginginkan air satu-satunya. Air adalah masalah utamanya," kata Anil.

Siapa dalang dari 75 tahun penderitaan rakyat Kashmir?

"Dalang di balik pembantaian Kashmir adalah pemerintah Pakistan, para pemimpin Pakistan, Tentara Pakistan dan kelompok-kelompok teror dari Pakistan," ungkap Veeramalla Anjaiah, Peneliti Senior di CSEAS.

Pada tanggal 5 Agustus 2019, India menghapus Pasal 370 untuk menghapus status khusus, yang merupakan ketentuan sementara, untuk J&K. J&K kemudian menjadi Wilayah Persatuan pada tahun 2019.

"Seluruh Lembah Kashmir jauh lebih makmur setelah penghapusan Pasal 370. Banyak hal telah berubah. Hal-hal akan berubah. Kashmir mulai normal," ujar Anil.

Apakah waktunya tepat untuk menghapus Pasal 370 pada tahun 2019?

"Itu adalah keputusan yang sangat berani. Banyak hal baik yang terjadi di Kashmir saat ini. Menurut saya, Pasal 370 seharusnya dihapus pada tahun 1972. Saya selalu merasa bahwa pasal itu harus dihapus pada tahun 1994," papar kata Hasnain.

Bagaimana dengan posisi Indonesia?

"Mempromosikan perdamaian dan kemakmuran di Jammu dan Kashmir adalah agenda terbesar. Tidak ada konflik tanpa solusi. Kedua pihak yang bertikai duduk bersama untuk mencari solusi damai bagi Jammu dan Kashmir," jelas Dr. Sri Yunanto, dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Pasca penghapusan Pasal 370, aktivitas teroris turun drastis. Komunitas internasional harus menekan Pakistan untuk menghentikan semua aktivitas teror lintas perbatasannya di J&K. Melalui terorisme, Pakistan tidak akan pernah mencapai tujuannya di J&K.

Pemerintah India telah meluncurkan begitu banyak proyek infrastruktur baru untuk menghidupkan kembali ekonomi J&K. Orang-orang di Kashmir telah menyaksikan perubahan besar dalam hidup mereka. Semoga J&K tetap damai, stabil dan bergerak menuju kemakmuran.

Penulis adalah seorang jurnalis lepas yang berbasis di Bekasi, Jawa Barat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun