Ketegangan yang sedang berlangsung antara AS dan sekutunya dengan China menimbulkan bahaya besar bagi Asia dan dunia.
"Intensifikasi kompetisi dan persaingan China-AS akan menjadi pendorong utama yang mempengaruhi keamanan di Asia-Pasifik," kata Thayer.
Xi diperkirakan akan mendapatkan masa jabatan ketiganya sebagai Presiden dalam Kongres Nasional PKC ke-20 yang akan datang, yang akan dimulai di Beijing pada 16 Oktober. Ia ingin menjadi pemimpin tertinggi PKC seperti Mao Zedong.
Tetapi situasinya tidak baik untuk China tahun ini karena perlambatan ekonomi, resesi global, kebijakan nol-COVID-19 dan perang Rusia-Ukraina.
"Pertumbuhan ekonomi China tahun ini 2,8 persen, lebih rendah dari Asia yang sebesar 5,3 persen. Akan ada kehancuran di pasar properti China, penurunan pertumbuhan industri, meningkatnya pengangguran, penurunan demografis dan mata uang yang lebih lemah," ujar Thayer.
China, di bawah Presiden Xi, menjadi semakin otoriter dalam mengekang kebebasan pribadi, pembatasan media dan pemantauan aktivitas pribadi masyarakat.
China telah melakukan pembersihan etnis dan genosida terhadap Muslim Uyghur serta Buddha Tibet.
"Di bawah Xi Jinping, China lebih otoriter di dalam negeri dan lebih tegas di luar negeri," tutur Anjaiah dalam pidatonya.
Semua orang harus khawatir tentang peningkatan kekuatan militer China. Berdasarkan angka resmi China sendiri, China telah menghabiskan rekor AS$1,04 triliun untuk pertahanan sejak 2016. Saat ini China sedang mengembangkan lebih banyak senjata nuklir dan rudal hipersonik.
Menurut Anjaiah, China telah mengancam tetangganya dan memicu pertengkaran dengan banyak negara. Ini menimbulkan bahaya besar bagi perdamaian dan keamanan di Asia dan dunia.
Penulis adalah seorang jurnalis lepas yang tinggal di Bekasi, Jawa Barat.