Ia mengacu pada Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China.
"China tidak memiliki keunggulan militer yang berbeda."
China ingin mencaplok Taiwan, provinsi pemberontak menurut China, dengan segala cara. Taiwan secara geostrategis sangat penting bagi China.
"Dari sudut pandang ahli strategi China, Taiwan adalah kuncinya. Anda pulihkan Taiwan, Anda sekarang memiliki pintu yang terbuka di Pasifik yang tidak dapat diblokir oleh Jepang yang tidak dapat diblokir oleh AS dan Filipina. Itu mempertinggi nilai Taiwan," jelas Prof. Thayer dalam sambutannya.
Di dalam negeri, RRC telah mengubah Xinjiang dan Tibet menjadi penjara virtual. Mereka telah melakukan genosida terhadap Muslim Uyghur dan Buddha Tibet. China juga sekarang menghancurkan orang-orang Hong Kong dan demokrasi mereka.
"Satu negara dua sistem telah terkikis," tutur Kalpit sembari merujuk pada memburuknya situasi di Hong Kong.
China telah menahan lebih dari 100 juta warga China di berbagai kota di bawah lockdown total selama beberapa minggu sebagai bagian dari kebijakan nol COVID-19 yang tidak manusiawi.
Presiden Xi ingin meremajakan Bangsa Besar China. Ia melihat kebangkitan Timur dan Barat sedang menurun. Di sana ia melihat peluang emas bagi China untuk muncul sebagai kekuatan global.
"Presiden Xi Jinping bercita-cita untuk menciptakan militer kelas satu, pertumbuhan ekonomi, keamanan benua, pertahanan rantai pulau pertama, reunifikasi Taiwan, dominasi Laut China Selatan dan mengubah China menjadi kekuatan global," papar Thayer.
"China akan menetapkan aturan demi melayani kepentingannya."