Mohon tunggu...
Dinda Annisa
Dinda Annisa Mohon Tunggu... Freelancer - Penterjemah Lepas

Based in Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

'Talk Show' Menyerukan Komitmen Kuat untuk Meningkatkan Ekonomi Sirkular Plastik Demi Mencegah Sampah Laut

27 Agustus 2022   13:52 Diperbarui: 28 Agustus 2022   08:42 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pembicara dan moderator Prita Laura (paling kanan) mengikuti talk show tentang plastik ekonomi sirkular di Bali. | Sumber: CSEAS 

Oleh Dinda Annisa

 

Indonesia, menurut Bank Dunia, memproduksi sekitar 7,8 juta metrik ton plastik setiap tahun, dengan lebih dari setengahnya tidak dikelola dengan baik. Hampir 5 juta metrik ton sampah plastik di Indonesia tidak dikumpulkan atau dibuang di tempat pembuangan terbuka atau lolos dari tempat pembuangan sampah yang tidak dikelola dengan benar.

Sebagian besar sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik ini akan berakhir di lautan. Indonesia merupakan pencemar laut terbesar kedua di dunia dengan menyumbang 10 persen pencemaran laut dunia (3,22 juta metrik ton) setiap tahunnya.

Sampah laut dapat membawa dampak berbahaya tidak hanya bagi makhluk laut tetapi juga manusia.

Ekonomi sirkular merupakan salah satu solusi utama untuk mengurangi sampah laut.

"Saya yakin jika kita menggunakan ekonomi sirkular [sampah plastik di lautan] akan berkurang," kata Rofi Alhanif, Asisten Deputi Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves, mengatakan di talk show tentang ekonomi sirkular plastik sebagai cara untuk mencegah sampah laut.

Talk show yang bertajuk "Ekonomi Sirkular Plastik untuk Mencegah Sampah Laut" ini diselenggarakan oleh lembaga think tank ternama Center for Southeast Asian Studies (CSEAS) di Courtyard by Marriott Hotel di Bali pada hari Jumat (26 Agustus) mulai pukul 14:00 hingga 16:30 (waktu Bali).

Selain itu, Rofi, Alvaro Zurita, ketua tim proyek UE-Jerman tentang Rethinking Plastics: Circular Economy Solutions to Marine Litter, Ujang Solihin Sidik, pejabat senior Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Raldi Hendro Koestoer, seorang profesor di Sekolah Lingkungan Universitas Indonesia, Arisman, direktur eksekutif CSEAS dan Roger Spranz, salah satu pendiri dari Making Oceans Plastic Free, turut berbicara di acara talk show tersebut.

Talk show ini dimoderatori oleh Prita Laura, mantan pembawa berita Metro TV.

Seluruh acara dapat disaksikan dengan mengklik tautan berikut: https://www.youtube.com/watch?v=dVxmb2GG_qI 

Menurut CSEAS, yang mengadakan acara talk show ini, tujuan utama dari acara ini adalah untuk mempelajari kebijakan dan pendekatan Uni Eropa (UE) dan Indonesia dalam memajukan ekonomi sirkular plastik untuk mengatasi sampah laut, menunjukkan upaya Indonesia dan beberapa kotanya dalam mengatasi sampah plastik laut serta mendorong penerapan ekonomi sirkular di Indonesia.

Ekonomi sirkular adalah model produksi dan konsumsi, yang melibatkan berbagi, menyewakan, menggunakan kembali, memperbaiki, memperbarui dan mendaur ulang bahan serta produk yang ada selama mungkin. Ekonomi sirkular memiliki tiga prinsip utama, yaitu menghilangkan limbah dan polusi, mengedarkan produk dan bahan dan regenerasi alam.

Daur ulang plastik adalah langkah penting menuju ekonomi sirkular, tetapi untuk mencapai sirkularitas perlu tindakan di setiap titik dalam masa pakai suatu produk: mulai dari desain hingga pengelolaan limbah.

Ketika badan pembangunan Jerman Deutsche Gesellschaft fr Internationale Zusammenarbeit GmbH atau GIZ meluncurkan proyeknya Rethinking Plastics: Circular Economy Solutions to Marine Litter di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya tiga tahun lalu, tidak ada diskusi tentang (EPR) di Indonesia.

"Hal ini [EPR] semakin mendapat perhatian dan ada momentum baru sekarang di kawasan. Ketika EPR tidak dipersoalkan lagi, kalau harus lebih dan caranya," ujar Zurita dalam sambutannya.

Talk show tersebut sebenarnya merupakan pra-event pertemuan G20 di Bali tahun ini.

Tahun ini, Indonesia menjadi presiden G20. Indonesia harus memanfaatkan KTT G20 untuk mengangkat isu sampah laut dan mendapatkan bantuan dari negara-negara G20.

Sampah laut merupakan masalah global dan Indonesia sendiri tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut. Kita harus bekerja sama dengan anggota G20 dan Uni Eropa.

Dari sisi domestik, harus ada komitmen yang kuat di antara semua pemangku kepentingan untuk mengurangi sampah laut. PBB menyebut sampah laut sebagai "bencana gerak lambat".

"Kita harus memperkuat komitmen kita terhadap sampah laut," ungkap Ujang.

Menurut Ujang, Indonesia serius dalam mengurangi sampah plastik di lautan.

"Kami telah mengeluarkan semua peraturan yang diperlukan untuk menangani sampah laut," tutur Ujang.

Pada tahun 2017, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi sampah plastik laut hingga 70 persen pada tahun 2025 dalam rencana aksi nasional. Pemerintah mengeluarkan undang-undang baru tentang pengelolaan sampah pada tahun 2018. Pada tahun 2020, pemerintah melarang penggunaan plastik sekali pakai di minimarket. Namun kebijakan tersebut kurang ketat di pasar tradisional di mana kantong plastik masih banyak digunakan.

Raldi memiliki pendapat yang berbeda soal regulasi pemerintah.

"Budaya kita terhadap sampah plastik tidak berubah. Regulasi saja tidak cukup jika perilaku masyarakat belum berubah terhadap pengelolaan sampah," papar Raldi.

Ada begitu banyak tantangan dalam mengurangi sampah plastik.

"Pemisahan sampah sangat penting untuk mengurangi sampah plastik. Sektor informal harus kita kuasai. Kita butuh modal sosial di desa untuk menerapkan ekonomi sirkular," jelas Arisman.

Ia merujuk kepada ibu rumah tangga yang memilah sampah domestik mereka dan memasukkannya ke dalam kantong terpisah di luar rumah mereka. Para pemulung telah mengambil tas-tas ini. Sehingga sektor informal menjadi masalah besar bagi upaya pengurangan sampah plastik.

Pendidikan dapat memainkan peran kunci dalam ekonomi sirkular.

"Pendidikan dapat berkontribusi pada ekonomi sirkular. Kami telah menggunakan lembaga pendidikan untuk membawa perubahan perilaku di kalangan siswa. Kita membutuhkan kesadaran, pengetahuan, sikap, keterampilan dan tindakan untuk membawa perubahan perilaku di kalangan pelajar," terang Spranz dalam sambutannya melalui online.

Para peserta talk show tentang plastik ekonomi sirkular di Bali. | Sumber: CSEAS
Para peserta talk show tentang plastik ekonomi sirkular di Bali. | Sumber: CSEAS

Sejumlah besar aktivis lingkungan, mahasiswa, akademisi, cendekiawan, pejabat pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan lembaga think tank turut menghadiri talk show tersebut baik secara fisik maupun virtual.

Semua pembicara optimis tentang masa depan ekonomi sirkular plastik, yang akan mengurangi atau mencegah sampah laut, di Indonesia.

Penulis adalah seorang jurnalis lepas yang berbasis di Bekasi, Jawa Barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun