Nama :Dinna Destiyani R.
NIM :222121006
Kelas : HKI 4A
PENCABUTAN HAK ASUH ANAK DARI IBU KANDUNG
(Analisis Putusan Pengadilan Agama Bengkulu Nomor 791/Pdt.G/2021/PA.Bn)
Oleh :Ahmad Mauzi, UIN Raden Mas Said Surakarta 2023
- Pendahuluan
Meskipun tujuan dan harapan dalam sebuah keluarga adalah menciptakan hubungan cinta yang mengalir dan bertahan lama, kenyataannya perbedaan yang tidak dipupuk sesuai dengan rasa kasih sayang dan rasa hormat dapat diselesaikan dan bahkan perasaan benci pun hilang.
Jika konflik antara suami dan istri tidak dapat diselesaikan hingga terjadi perceraian, maka keadaan tersebut tidak akan pernah memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan fisik dan mental anak.
Sebab, perceraian ini menimbulkan berbagai masalah. Selain karena perceraian mengakibatkan perpisahan perkawinan, masalah juga muncul jika Anda sudah memiliki anak. Artinya, yang menjadi pertanyaan adalah siapakah yang paling berhak memperoleh pengasuhan dan hak asuh anak. Persoalan terpenting ketika mengasuh anak adalah apa yang diharapkan dari pengasuhnya. Jenis pengasuh mempunyai pengaruh yang kuat terhadap anak yang mereka asuh, yang pada gilirannya mempengaruhi perkembangan, pendewasaan, dan keberhasilan pendidikan mereka.
Jika terjadi perceraian, ibu mempunyai hak terbesar untuk menafkahi anak-anaknya. Anak-anak membutuhkan lebih banyak kasih sayang, terutama jika mereka berusia di bawah 12 tahun. Laki-laki secara fisik jauh lebih kuat dibandingkan perempuan, namun dalam beberapa kasus ibu mempunyai kemampuan yang tidak dimiliki suaminya. Oleh karena itu, peran seorang ibu dalam membesarkan anak di bawah umur tidak dapat digantikan oleh orang lain atau bahkan suaminya.
Majelis Hakim mempunyai kekuasaan untuk memutuskan apakah ayah atau ibu berhak mengasuh anak, tergantung siapa yang bertanggung jawab atau siapa yang memikirkan kepentingan terbaik anak. Namun tak jarang terjadi pertengkaran antar pasangan yang berlanjut hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Pengadilan yang lebih tinggi melakukan intervensi karena salah satu pihak tidak puas dengan keputusan hakim. Pasal 105 Kodifikasi Hukum Islam (KHI) menyatakan bahwa mengasuh anak non-Mumaiz (di bawah 12 tahun) menjadi tanggung jawab ibu.
Namun, hal ini mungkin berbeda jika melihat beberapa putusan perceraian yang dijatuhkan di Indonesia. Meskipun ada beberapa kasus dimana hak asuh anak diserahkan kepada suami, namun tidak jarang hakim memberikan hak asuh anak kepada istri, apalagi jika mereka mempunyai anak. Ini belum Mumayyiz. Namun seiring berjalannya waktu, jika pemilik Hadanah melakukan pelanggaran atau gagal menegakkan hak anak, maka pihak kerabat dapat merampas hak membesarkan anak tersebut atau memindahkan anak tersebut kepada orang lain. Dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam  Pasal 156(3).
- Alasan mengapa memilih judul iniÂ
Karena judul ini menuju suatu permasalahan pada pencabutan hak asuh anak yang dimana dilingkungan sekitar saya juga mengalami permasalah kurang lebihnya sama dalam hak asuh anak. Yang dimana seorang ibu tidak bisa mengasuh dan memberikan nafkah secara lahir dan batin kepada anak, secara tidak langsung hak asuh anak pindah kepada bapaknya. Karena seorang bapak tersebut bisa memberikan penuh dalam pengasuhan maupun nafkah lahir dan batin kepada sang anak.
- PembahsanÂ
Bab IÂ didalam bab ini memaparkan isi dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, tinjauan pustaka, metode penelitian, sistematika penelitian, dalam meneliti permaslahan PENCABUTAN HAK ASUH ANAK DARI IBU KANDUNG (Analisis Putusan Pengadilan Agama Bengkulu Nomor 791/Pdt.G/2021/PA.Bn)