Mumtaz mulai terbuka pikirannya dengan kesehatan mental. Ia makin rajin untuk lebih mengenal dirinya sendiri. Berusaha ikhlas dengan keadaan. Mulai bangkit membuat planning-planning dan aksi nyata. Tidak mudah untuk bangkit dan melalui proses, namun ia bisa sedikit demi sedikit, “Harus maksain diri,” tekad Mumtaz. Melalui proses itu, Mumtaz mencoba evaluasi apa yang membuatnya insecure, atau penyebab apa yang membuatnya down.
Perempuan itu mulai mengurangi penggunaan handphone, ataupun melihat status orang dalam sosial media, yang membuatnya semangat namun tak jarang membuatnya down. Ia mulai menargetkan waktu dalam menggunakan HP selama sehari untuk berapa jam, hingga melakukan uninstall pada aplikasi Instagramnya.
Mumtaz mulai meluangkan waktu untuk diri sendiri ‘me time’, ke perpustakaan nasional sendiri, memandang orang-orang di jalan, Gedung, atau busway. Setelah sampai Perpustakaan Nasional ia mulai menulis tentang diri sendiri, berbicara dengan diri sendiri, dan apa yang ingin dilakukan selanjutnya. “Mungkin ini juga yang bisa disebut ‘healing’ sebenarnya,” ucap Mumtaz.
“Healing yang sebenarnya itu ketika kita melakukan sesuatu yang bisa buat kita ‘sembuh’ secara mental. Dalam artian dengan melakukan itu, kita jadi bisa menerima segala sesuatu yang ada pada diri kita. Termasuk kelemahan, dan masalah kita,” jelasnya. Mumtaz menganggap bahwa jalan-jalan memang bisa menjadi salah satu atlernatif untuk ‘healing’, namun, jika hal tersebut seakan membuat kita lari dari kenyataan, akan menghasilkan beban yang semakin menumpuk. Hingga, menjadi tak pernah puas dari setiap kesenangan yang diciptakan sendiri.
Mumtaz merasa bahwa sangat penting untuk sadar tentang kesehatan mental, saat mengerjakan skripsi. “Gak cuman saat mengerjakan skripsi sih sebenarnya, karena selama hidup pasti selalu berdampingan dengan masalah dan ujian. Jadi, kita harus tau apa yang sebenarnya terjadi pada diri kita. Ibarat kalo fisik, kita lagi kena flu, lalu kita tahu kalo kita kena flu, sehingga kita tahu obat apa yang bisa kita minum untuk bisa sembuh dari flu. Begitu juga dengan mental,” jelas Mumtaz.
Mumtaz menyadari bahwa, dalam proses mengerjakan skripsi bukan hanya orang yang memiliki IQ tinggi atau anak-anak pintar yang bisa menyelesaikan tahap-tahap ini dengan baik. Namun, butuh tekad kuat, niat, konsistensi, dan kondisi mental yang baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI