Oleh: Dinissa Azhari
Hidup butuh tujuan. Hidup memang penuh dengan rintangan. Berjalan memang mudah, tetapi setidaknya kita tahu kemana arahnya. Hidup tanpa tujuan, bagaikan air yang mengalir. Air itu hakikatnya mengalir kebawah, ke tempat yang lebih rendah, seperti air terjun yang mengalir di aliran sungai. Maka, saat hidup dibiarkan mengalir begitu saja, kita akan terseret arus, terbawa, dan mungkin akan tenggelam. Terbawa oleh waktu yang terus berjalan, tanpa tujuan.
Terkadang, kita hidup hanya untuk menyenangkan orang. Melupakan prioritas diri, lalu sibuk mencari pujian. Tak sadar, tampaknya kita semakin tenggelam. Siapa aku? kala cerminan diri semakin pudar. Di mata hanya terlihat mereka, bukan aku. Layaknya bayangan yang hadir sebagai teman. Mestinya kita menyadari, bahwa ikuti saja alurnya, tapi jangan sampai terbawa arus. Jangan berdiri sebagai bayangan, tapi, berdirilah sebagai dirimu.
Seperti kisah salah satu remaja, sebut saja Azizah. Ia mampu berdiri sebagai dirinya. Sepenuhnya percaya dengan diri sendiri, bergantung dengan diri sendiri, bukan orang lain. "Ya mungkin di beberapa hal aku butuh orang lain, tapi aku juga belajar. Ibarat kayak aku engga bisa Matematika, aku pasti mengandalkan orang yang lebih bisa, tapi aku juga sambil belajar." Jelasnya. Begitupun, saat perempuan itu menjaga dirinya dari pergaulan bebas. "Tetap menyatu dengan lingkungan, tapi tidak sampai kebawa-bawa." Katanya. "Cuma ya engga bisa bohong juga, terkadang kayak mau mencoba jadi pribadi seperti mereka, kayaknya tidak ada beban. Tetapi kalau yang kecemplung gitu tidak pernah." Sambungnya.
Seperti ketika perempuan itu duduk di bangku SMA. Azizah rutin melakukan latihan di sanggar untuk perlombaan. Namun, lingkungan tersebut mungkin terbilang negatif. Dimana, mayoritas orangnya merokok, tidak ada batasan antara lelaki dengan perempuan, dan gaya berpacaran yang sangat bebas. "Banyak banget yang pacaran, dan pacarannya kurang normal. Kurang normal dalam artian budak cinta yang menjijikan bagi aku." Ungkap Azizah. Perempuan itu sebetulnya sangat tidak nyaman berada di lingkungan seperti itu, namun ia harus tetap datang latihan ke sanggar itu. "Akhirnya aku memutuskan untuk datang cuma buat latihan saja, dan langsung pulang setelah selesai." Putusnya. Maka, Azizah tetap berada pada prinsipnya, menjadi dirinya, sampai orang lain tidak mampu merubahnya.
Azizah meyakini bahwa, hal-hal seperti itu bergantung pada diri kita. Bagaimana kita dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, apakah patut ditiru atau tidak. "Ya kalau kita bisa memilah, kita tidak akan terbawa arus." Ucapnya percaya diri. Karena pasti ada waktu dimana kita harus membaur dengan kebiasaan orang lain. "Menganggap wajar hal-hal seperti itu, itu sudah bahaya dan sudah harus menghindar gitu." Ucap Azizah.
Cerita berbeda terjadi pada mantan pacar Azizah. Pertama kali Azizah mengenalnya, saat duduk di bangku SD. laki-laki itu terlihat pendiam, sangat baik, dan pemalu kala itu. Azizah menganggap laki-laki itu memiliki pribadi yang sangat baik dibanding dengan laki-laki pada umumnya. Namun, beberapa tahun kemudin, saat Azizah bertemu kembali dengan laki-laki itu saat duduk di bangku SMA, ia merasa perubahan besar terjadi pada laki-laki itu. "Dia udah beda banget, kayak bukan dia yang dulu. Sekarang dia sering banget bolos sekolah dan aku tau dia ngerokok, dan seperti tidak punya kehidupan gitu." kata Azizah.
Semenjak Azizah bertemu lagi dengan laki-laki itu dan berada pada satu kelas yang sama, mereka kembali menjadi akrab. Pada suatu ketika, mungkin karena sampai terbawa perasaan, lelaki itu menembak Azizah untuk menjadi pacarnya. "Sejujurnya aku sayang dalam artian apa ya, kayak sayang aja dulu dia baik loh kok sekarang berubah. Akhirnya aku terima dia, tapi aku minta dia buat sedikit demi sedikit buat berhenti ngerokok, karena aku bilang aku engga suka cowok ngerokok." Jelas Azizah.
Ketika Azizah mulai berpacaran dengan laki-laki itu, perempuan itu berusaha mencari tahu, kenapa laki-laki itu bisa berubah. Ternyata, lingkungan yang merubahnya, sewaktu SMP. Laki-laki itu memiliki pergaulan yang bebas, akhirnya ia terbiasa dengan lingkungannya dan mau menyamakan diri dengan teman-temannya, sampai ia terbawa, dan setelah terbawa sudah pasti sulit untuk melepaskan diri, Mulai dari takut dikucilkan dan lain sebagainya. Bisa dikatakan bahwa, laki-laki itu tidak memiliki prinsip pada mulanya, sehingga mudah terbawa arus pergaulan negatif. Ia mengikuti alur tanpa prinsip, sehingga mudah terbawa arus.
Ketika semakin lama Zizah berpacaran dengan laki-laki itu, ia merasa semakin tidak nyaman. Bagaimana laki-laki itu selalu mengajaknya bertemu berdua, sedikit-sedikit minta telfon, ngambek, sampai memberi ancaman akan merokok lagi kalau saja Azizah tidak mengabarinya, serta laporan sudah ngerokok berapa batang dan sebagainya. "Ya Akhirnya aku udah engga mau. Kenapa aku yang jadinya diteken gini. Akhirnya ya kita udahan." Ungkap Azizah. Laki-laki itu kemudian sempat menolak dan janji mau berubah. "Ya aku bilang, kalau mau berubah, ya berubah aja. Engga usah karena aku." Kata Azizah menekankan. Setelah putus, laki-laki itu diketahui Azizah memiliki dua pacar sekaligus. "Mungkin pelampiasan mantanku aja. Emang ya, laki." Ujar Azizah.
"Ini jadinya cerita mantanku yang terbawa pergaulan, dan aku yang gagal mengembalikan dia yang dulu." Kata Azizah sambil tertawa. Kita adalah pemimpin bagi diri sendiri, bukan orang lain. Kita adalah penjaga untuk diri kita, menjaga dari pergaulan. Kita adalah tujuan utama. Karena, jika kita kehilangan diri kita, bagaimana kita dapat mencapai tujuan yang diinginkan? Hidup butuh tujuan. Maka untuk meraih tujuan itu, kita perlu prinsip yang kuat untuk tetap bertahan pada tujuan itu, hingga mampu menggapainya.
Bayangkan ketika kita sedang berjalan, ternyata di tengah-tengah perjalanan, Â jalan itu terhalang oleh banyak orang. Kalau kita tidak memiliki prinsip yang kuat, mungkin kita akan berbalik arah dan mundur dengan teratur. Melupakan tujuan awal kita berjalan ke arah sana. Kemungkinan lain, saat kita mencoba berjalan di tengah keramaian itu, kita akan berjalan begitu lamban, kita merasa terombang-ambing oleh banyaknya orang yang berdesak-desakan.Â
Namun, ketika kita mempunyai prinsip yang kuat, tentu dengan tujuan yang sudah kita buat, kita akan mencari jalan lain walau harus menempuh jarak yang lebih jauh, atau bahkan berlari di antara orang yang berdesak-desakan demi melewatinya dan sampai pada tujuan kita. Sederhana saja, Ikuti alurnya, jangan sampai terbawa arus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H