Manusia telah alpa bahwa martabat bukan diukur dari banyaknya uang dan tingginya pendidikan, ataupun mulusnya karir seseorang, martabat dibangun dari keluhuran nilai yang dijalankan setiap hari. Manusia bukan sekedar mesin atau robot yang bisa bekerja, kawin, makan, minum, nonton sinetron dan tidur. Manusia jauh lebih mulia daripada itu. Manusia adalah wakil Tuhan di bumi. Dan pendidikan haruslah membuat manusia menyadari dan menghidupi kemuliaannya ini.
H.A.R Tilaar dalam bukunya Manifesto Pendidikan Nasional, mengungkapkan hakikat pendidikan adalah proses memanusiakan manusia yaitu menyadari akan manusia yang merdeka. Manusia yang merdeka hidup membudaya. Pendidikan harus mendorong manusia, yang dibesarkan dalam habitusnya, untuk menciptakan dan merekonstruksi budayanya itu sendiri.
Sebagai wakil Tuhan, manusia membentuk budaya. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia diberikan daya kreatifitas untuk berproduksi secara bijaksana, bukan secara rakus. Manusia mengelola alam, bukan merusaknya. Dalam hidup dengan sesamanya, bersikap hormat dan mengasihi, bukan dengan diskriminasi dan penindasan. Mengusahakan perdamaian, bukan menyulut peperangan. Sebagai pemegang otoritas, manusia menegakkan keadilan dan menjalankan hukum.
Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang membentuk manusia-manusia seperti ini, manusia yang hidup sebagai manusia, bukan sekedar "mur-baut" bagi mesin ekonomi. Suatu tugas yang berat memang, tetapi agung.
Dalam momentum memperingati jasa Kartini, maka tulisan ini dibuat dengan harapan agar melalui pendidikan, manusia -khususnya perempuan- merindukan, dan kembali kepada kemanusiaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H