Mohon tunggu...
Dini Nuris
Dini Nuris Mohon Tunggu... Penulis - penulis, blogger, dan guru

Blog saya juga bisa dibaca di: http://www.cerahdanmencerahkan.blogspot.com/ tulisandininuris.blogspot.co.id/ berwarnacerah.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Semenanjung Korea Memanas, Akankah Korsel Menjadi Hiroshima-Nagasaki Selanjutnya?

10 September 2024   15:34 Diperbarui: 10 September 2024   15:45 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Militer AS (Sumber: Aawsat.com)

Pembentukan pakta pertahanan baru antara Korea Utara (Korut) dengan Rusia membuat Korea Selatan (Korsel) panas-dingin lalu menggencarkan latihan gabungannya dengan Amerika Serikat (AS) di Korsel. Semenanjung Korea memanas. Akankah hal itu akan berkembang menjadi Perang Dunia III (perang nuklir) dan Korsel menjadi Hiroshima-Nagasaki selanjutnya?

Konflik dan perang antar negara sudah terjadi sejak dulu dan sulit dihindari, begitupun perpecahan negara dan reunifikasi, semua sudah pernah terjadi. Lalu mengapa ancaman perang antara Korut-Korsel ini begitu ditakuti? Tak lain karena jika senjata nuklirnya ikut serta dampaknya bisa meluas ke negara-negara lain di dunia.

Dulu, Vietnam Utara dan Selatan pun berperang, tetapi mereka tidak menggunakan nuklir. Vietnam bahkan menegaskan bahwa mereka tak memiliki, menguasai, atau mengendalikan senjata nuklir, tak pernah memilikinya, dan tak menyimpan senjata nuklir negara lain di wilayahnya (www.icanw.org). Sementara pada perang Cina dan Taiwan, Cina memang memiliki nuklir dan Taiwan pun sedang mengembangkannya, tetapi Taiwan terpergok AS sedangkan nuklir Cina berhasil diredam AS.

Sejak perpecahan Korea menjadi 2 pada tahun 50-an, Korut dan Korsel akhirnya menjadi musuh bebuyutan. Korut sangat agresif membangun militernya dan memamerkan nuklir serta rudal-rudalnya, sementara Korsel menempel erat pada AS dan menerapkan wajib militer bagi para pemudanya. Berbeda dengan Korut yang punya banyak senjata nuklir dan letaknya dekat dengan sekutu-sekutunya (Cina dan Rusia), Korsel tak punya nuklir dan sangat jauh dari AS, sehingga AS membangun pangkalan militer terbesarnya di Korsel (Yongsan dan Camp Humphreys) untuk melindunginya.

Posisi Korut dan Kemunafikan Amerika

Ilustrasi Militer AS (Sumber: Aawsat.com)
Ilustrasi Militer AS (Sumber: Aawsat.com)
Dalam menyikapi perang Korut-Korsel kita perlu memahami dulu mengenai kemunafikan AS. Meski saat ini Federation of American Scientists menyebut senjata-senjata nuklir telah dimiliki oleh 9 negara, entah mengapa sikap AS terkesan tebang pilih. Rusia, Perancis, Cina, Inggris Raya, Israel, Pakistan, dan India juga memilikinya, selain Korut dan AS sendiri. Bahkan, pada saat Amerika menghancurkan Irak dengan alasan memiliki nuklir, negaranya sendiri malah merupakan pengguna senjata nuklir yang pertama sekaligus pemilik senjata nuklir terbanyak di dunia selain Rusia, sementara dugaan kepemilikan nuklir oleh Irak tak pernah terbukti kebenarannya.

Di dalam Sociae Polites Vo. V No. 19, Juni 2003, Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UKI, Jakarta, yang berjudul Standar Ganda Kebijakan AS Terhadap Irak dan Korea Utara Atas Upaya Pengembangan Senjata Nuklir, Donna Juliarti Simanjuntak menjelaskan mengenai standar ganda sikap AS ini, AS menindak dugaan kepemilikan nuklir Irak dengan agresi militer, sementara Korut yang jelas-jelas memiliki senjata nuklir hanya dikenai tekanan atau sanksi ekonomi. Tentu saja keputusan ini membuat Mantan Penasihat Keamanan Nasional AS, Zhigniew Brzezinsky dan Mantan Menteri Luar Negeri AS, Henry Kissinger keheranan.

Sikap pilih kasih juga ditunjukkan AS terhadap Cina. Pentagon telah mengendus  meroketnya persenjataan nuklir Beijing hingga lebih dari 20 persen antara 2021 dan 2023. Cina bahkan sudah mengaku bahwa mereka akan membom nuklir Taiwan jika mereka kalah serta terus menekan dan meningkatkan aktivitas militer di sekitar Taiwan dalam 4 tahun terakhir ini. Cina jelas-jelas memiliki senjata nuklir dan berniat melakukan agresi, tetapi lagi-lagi AS tak menghancurkannya seperti terhadap Irak. (www.liputan6.com, 24/6/2024)

Artinya, meskipun seolah AS sekutu Korsel, kita tidak benar-benar tahu hubungan pasti antara AS dengan Korut dan Cina.

Pemetaan Kekuatan Korut dan Korsel

Ilustrasi Kerja sama militer Korut-Rusia (Sumber: Kompas.com)
Ilustrasi Kerja sama militer Korut-Rusia (Sumber: Kompas.com)

Terpecahnya Korea menjadi Korea Utara dan Selatan terjadi pasca kekalahan Jepang pada Perang Dunia II. Korut menjadi milik Rusia, sedangkan Korsel menjadi jatah AS. Hingga kini yang menjadi sekutu utama Korut adalah Rusia dan Cina, sedangkan Korsel bersekutu dengan AS dan Jepang.

Di pihak Korut, baik Rusia dan Cina keduanya memiliki senjata nuklir dan merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Selain itu, meski Rusia masih sibuk mengatasi Ukraina dan Cina masih mewaspadai Taiwan, tetapi keduanya masih perkasa untuk menjadi perisai Korut. Malahan, Cina juga gencar menguatkan nuklir dan militernya seperti Korut.

Sebaliknya, Korsel terikat dengan Traktat Nonproliferasi Senjata Nuklir (NPT) sehingga ia sangat bergantung pada pencegahan Korut, peningkatan keamanan di Korsel, serta perlindungan AS. Meski jumlah nuklir AS setara dengan Rusia dan sama-sama anggota tetap Dewan Keamanan PBB, tetapi AS sendirian dan letaknya jauh. Selain itu, seperti telah dipaparkan di atas, AS tidak benar-benar mau atau berani melawan Korut dan Cina. AS terkesan menghindari perang dengan negara yang benar-benar memiliki senjata nuklir. Bahkan, AS pun tak berdaya menghadapi veto Rusia yang isinya menolak sanksi-sanksi internasional terhadap Korut diawasi. (www.voaindonesia.com, 29/3/2024).

Dari sini kita tahu, dukungan Rusia dan Cina terhadap Korut membuat AS enggan melawannya. Jika perang nuklir benar-benar terjadi, kemungkinan AS akan lepas tangan karena kondisi yang tidak menguntungkan ini.

Terkait risiko Korut akan membumihanguskan Korsel dengan senjata nuklirnya itu pasti ada. Hanya saja, mereka harus sangat hati-hati. Korut berbatasan langsung dengan Korsel, tak seperti AS dengan Jepang yang jauh jaraknya. Jika Korsel dibom, efeknya mungkin akan mengenai mereka juga. Apalagi, daya ledak dan jangkauan bom-bom nuklir saat ini sangat jauh melampaui bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima maupun Nagasaki.

Solusi Ancaman Perang Nuklir Korut dan Korsel

Ilustrasi Ledakan nuklir (Sumber: https://universe.byu.edu/)
Ilustrasi Ledakan nuklir (Sumber: https://universe.byu.edu/)

Sejak dulu Korut memang suka menakut-nakuti dunia dengan nuklir dan rudal-rudalnya mengingat hanya itu yang dimilikinya akibat terlalu berfokus pada militer. Selain sangat menguras kantong, mereka juga harus menanggung sanksi internasional akibat kebijakannya tersebut. Sejak Kim Jong Un menjabat pada 2012, Korut dilanda kemiskinan dan kelaparan, yang kemudian diperparah dengan berbagai bencana alam serta sanksi internasional (www.merdeka.com, 28/1/2024). Di samping itu, Korut juga mengisolasi diri dari luar dan Kim Jong Un pun suka “menghabisi” lawan-lawannya, sehingga susah diajak bernegosiasi dan lebih suka menggertak dengan rudal-rudalnya sebagai daya tawarnya.

Meski demikian, kita tak bisa membiarkan Korut terus mengintimidasi negara-negara lain dengan militernya setiap menginginkan sesuatu. 

Di antara solusinya adalah:

  • Menyarankan latihan militer gabungan Korut-Korsel untuk menurunkan kecurigaan terhadap lawan.
  • Memperkuat keamanan cyber negara masing-masing dan menghukum keras kejahatan cyber negara lain.

Ahli Global Security, Mikko Hypponen, memergoki Korut sebagai satu-satunya negara yang berkali-kali melakukan SWIFT dan menyerang berbagai mata uang kripto pemerintah lain dan swasta melalui pencurian siber lintas negara demi menutup defisit negaranya (Teknologi.bisnis.com, 3/9/2024). Oleh karena itu, masing-masing negara harus menguatkan sibernya dan Korut harus dihukum berat.

  • Mengajak dunia agar berhenti menggunakan cryptocurrency karena tidak aman.
  • Membuat kesepakatan internasional bahwa siapapun negara yang memakai senjata nuklir duluan/memerangi negara lain duluan wajib diperangi bersama.
  • Menembak nuklir Korut saat masih di langit Korut dengan non-senjata nuklir agar Korut juga merasakan dampaknya.
  • Menekan ikut campur sekutu sekecil-kecilnya dan menyerahkannya pada negara-negara yang netral di PBB, GNB, atau organisasi lainnya.
  • Perang hanya boleh dilakukan tanpa nuklir dan negara-negara yang akan berperang harus memberi waktu kepada semua WNA untuk keluar dulu dari negara mereka. Selain itu, perang tidak boleh menyebabkan senjata masuk/merusak wilayah/penduduk negara lain atau merusak bumi.
  • Mengajak negara-negara di sekitar Korea untuk mengunjungi para korban nuklir, mengingatkan akan tragedi nuklir, serta mengingatkan bahwa menggunakan senjata nuklir itu akan mencelakakan diri mereka juga dan alam semesta.
  • Memikirkan suatu skenario bahwa reunifikasi Korea akan lebih menguntungkan bagi Korut maupun Korsel daripada menjadi negara yang terpisah.

Ilustrasi Ketegangan Korut-Korsel (Sumber: BBC)
Ilustrasi Ketegangan Korut-Korsel (Sumber: BBC)

Ada-tidaknya konflik antar negara Indonesia memang harus selalu waspada. Apalagi, banyak negara sudah dipersenjatai nuklir, sementara kita tidak. Perang Korea bisa saja terjadi lagi dengan menghasilkan 3 kemungkinan:

  • Korsel akan menyerah lalu melakukan unifikasi tanpa perang tersebut sempat melibatkan senjata nuklir.
  • Rusia kalah dari Ukraina sedangkan Cina bersikap netral, sehingga Korsel menang.
  • Korut akan menyerah karena ekonominya memburuk lalu bersedia meredam nuklir-nuklirnya.

Namun, agar lebih merasa aman kita bisa mencoba cara-cara di atas untuk pencegahan lebih lanjut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun