Di pihak Korut, baik Rusia dan Cina keduanya memiliki senjata nuklir dan merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Selain itu, meski Rusia masih sibuk mengatasi Ukraina dan Cina masih mewaspadai Taiwan, tetapi keduanya masih perkasa untuk menjadi perisai Korut. Malahan, Cina juga gencar menguatkan nuklir dan militernya seperti Korut.
Sebaliknya, Korsel terikat dengan Traktat Nonproliferasi Senjata Nuklir (NPT) sehingga ia sangat bergantung pada pencegahan Korut, peningkatan keamanan di Korsel, serta perlindungan AS. Meski jumlah nuklir AS setara dengan Rusia dan sama-sama anggota tetap Dewan Keamanan PBB, tetapi AS sendirian dan letaknya jauh. Selain itu, seperti telah dipaparkan di atas, AS tidak benar-benar mau atau berani melawan Korut dan Cina. AS terkesan menghindari perang dengan negara yang benar-benar memiliki senjata nuklir. Bahkan, AS pun tak berdaya menghadapi veto Rusia yang isinya menolak sanksi-sanksi internasional terhadap Korut diawasi. (www.voaindonesia.com, 29/3/2024).
Dari sini kita tahu, dukungan Rusia dan Cina terhadap Korut membuat AS enggan melawannya. Jika perang nuklir benar-benar terjadi, kemungkinan AS akan lepas tangan karena kondisi yang tidak menguntungkan ini.
Terkait risiko Korut akan membumihanguskan Korsel dengan senjata nuklirnya itu pasti ada. Hanya saja, mereka harus sangat hati-hati. Korut berbatasan langsung dengan Korsel, tak seperti AS dengan Jepang yang jauh jaraknya. Jika Korsel dibom, efeknya mungkin akan mengenai mereka juga. Apalagi, daya ledak dan jangkauan bom-bom nuklir saat ini sangat jauh melampaui bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima maupun Nagasaki.
Solusi Ancaman Perang Nuklir Korut dan Korsel
Sejak dulu Korut memang suka menakut-nakuti dunia dengan nuklir dan rudal-rudalnya mengingat hanya itu yang dimilikinya akibat terlalu berfokus pada militer. Selain sangat menguras kantong, mereka juga harus menanggung sanksi internasional akibat kebijakannya tersebut. Sejak Kim Jong Un menjabat pada 2012, Korut dilanda kemiskinan dan kelaparan, yang kemudian diperparah dengan berbagai bencana alam serta sanksi internasional (www.merdeka.com, 28/1/2024). Di samping itu, Korut juga mengisolasi diri dari luar dan Kim Jong Un pun suka “menghabisi” lawan-lawannya, sehingga susah diajak bernegosiasi dan lebih suka menggertak dengan rudal-rudalnya sebagai daya tawarnya.
Meski demikian, kita tak bisa membiarkan Korut terus mengintimidasi negara-negara lain dengan militernya setiap menginginkan sesuatu.
Di antara solusinya adalah:
- Menyarankan latihan militer gabungan Korut-Korsel untuk menurunkan kecurigaan terhadap lawan.
- Memperkuat keamanan cyber negara masing-masing dan menghukum keras kejahatan cyber negara lain.
Ahli Global Security, Mikko Hypponen, memergoki Korut sebagai satu-satunya negara yang berkali-kali melakukan SWIFT dan menyerang berbagai mata uang kripto pemerintah lain dan swasta melalui pencurian siber lintas negara demi menutup defisit negaranya (Teknologi.bisnis.com, 3/9/2024). Oleh karena itu, masing-masing negara harus menguatkan sibernya dan Korut harus dihukum berat.
- Mengajak dunia agar berhenti menggunakan cryptocurrency karena tidak aman.
- Membuat kesepakatan internasional bahwa siapapun negara yang memakai senjata nuklir duluan/memerangi negara lain duluan wajib diperangi bersama.
- Menembak nuklir Korut saat masih di langit Korut dengan non-senjata nuklir agar Korut juga merasakan dampaknya.
- Menekan ikut campur sekutu sekecil-kecilnya dan menyerahkannya pada negara-negara yang netral di PBB, GNB, atau organisasi lainnya.
- Perang hanya boleh dilakukan tanpa nuklir dan negara-negara yang akan berperang harus memberi waktu kepada semua WNA untuk keluar dulu dari negara mereka. Selain itu, perang tidak boleh menyebabkan senjata masuk/merusak wilayah/penduduk negara lain atau merusak bumi.
- Mengajak negara-negara di sekitar Korea untuk mengunjungi para korban nuklir, mengingatkan akan tragedi nuklir, serta mengingatkan bahwa menggunakan senjata nuklir itu akan mencelakakan diri mereka juga dan alam semesta.
- Memikirkan suatu skenario bahwa reunifikasi Korea akan lebih menguntungkan bagi Korut maupun Korsel daripada menjadi negara yang terpisah.
Ada-tidaknya konflik antar negara Indonesia memang harus selalu waspada. Apalagi, banyak negara sudah dipersenjatai nuklir, sementara kita tidak. Perang Korea bisa saja terjadi lagi dengan menghasilkan 3 kemungkinan:
- Korsel akan menyerah lalu melakukan unifikasi tanpa perang tersebut sempat melibatkan senjata nuklir.
- Rusia kalah dari Ukraina sedangkan Cina bersikap netral, sehingga Korsel menang.
- Korut akan menyerah karena ekonominya memburuk lalu bersedia meredam nuklir-nuklirnya.
Namun, agar lebih merasa aman kita bisa mencoba cara-cara di atas untuk pencegahan lebih lanjut.