Mohon tunggu...
Dini Mardhatillah
Dini Mardhatillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - 안녕 친구들

Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Instagram : @ddmrdhsz Email : Ddmrdhsz15@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kebebasan Berpendapat sebagai Manifestasi Demokrasi dalam Golakan Pasal Pencemaran Nama Baik UU ITE

1 Agustus 2021   16:58 Diperbarui: 22 Agustus 2021   00:58 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah sepakat mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang pedoman implementasi pada tiap-tiap pasal yang dianggap bermasalah  serta merancang revisi UU ITE, termasuk mengenai pasal pencemaran nama baik yang sering menimbulkan kontroversi. Usulan revisi meginginkan agar Pasal 27 Ayat (3) diklasifikasikan menjadi dua, yaitu pencemaran nama baik dan fitnah. Pencemaran nama baik merujuk kepada menyerang kehormatan dan nama baik seseorang yang nyata adanya, dengan perubahan ancaman pidana lebih ringan daripada undang- undang sebelumnya yang menyamaratakan besaran hukuman antara pencemaran nama baik dan fitnah. Sedangkan fitnah ialah  berupa menyerang nama baik seseorang yang bukan merupakan fakta. Eksistensi pedoman implementasi Pasal 27 Ayat (3) UU ITE pada Surat Keputusan Bersama (SKB) yang disepakati oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, serta Kepala Kepolisian merupakan sebuah kemajuan pihak pemerintah dalam menanggapi pasal karet, di dalamnya berisi banyak batasan yang dieksplisitkan dengan tegas. Misalnya sesuatu berupa pendapat, penilaian, dan hasil evaluasi yang merupakan sebuah kenyataan tidak bisa dijerat. Kemudian dipertegas bahwa ejekan dan cacian termasuk delik penghinaan ringan dan tidak termasuk dalam ruang lingkup UU ITE, hal ini mempengaruhi besaran hukuman yang jauh lebih ringan. 

Berikutnya dalam SKB pun dijelaskan bahwa tidak termasuk ke dalam pasal ini jika dikirim melalui grup percakapan yang bersifat tertutup seperti grup percakapan keluarga atau kelompok pertemanan akrab, yang berarti negara lebih menghargai ruang privasi warga negaranya. Di samping itu, juga diterangkan secara spesifik bahwa ketentuan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE merupakan bentuk delik aduan absolut yang mana hanya korban berupa perseorangan dengan identitas spesifik atau kuasanya saja yang boleh melapor. Hal ini diharapkan dapat membenahi praktik sebelumnya yang mana pihak selain perseorangan atau bahkan pihak selain korban juga bisa melapor. Sebagai tambahan, menurut pendapat Penulis akan lebih baik jika dalam pedoman implementasi ditambahkan  tentang pengecualian pasal berupa “demi kepentingan umum” yang salah satunya untuk mengedukasi masyarakat.

Penutup

Agar selaras dengan konstitusi dan demokrasi, negara harus senantiasa konsisten dalam mengaktualisasikan pasal pencemaran nama baik UU ITE. Berkat keadaan pasal tersebut yang kerap menimbulkan polemik, jangan sampai esensi dan sejumlah manfaat yang terkandung di dalamnya dilupakan, bahkan dituntut untuk dihilangkan. Hukum terkadang tidur, tetapi hukum tidak pernah mati (Dormiunt Aliquando Leges, Nunquam Moriuntur). Mungkin selama ini keadilan masih ada yang belum terwujud, namun Indonesia harus optimis bahwa masih dan akan ada keadilan pada hukum itu sendiri. UU ITE sebagai sumber hukum utama telah diusahakan menjadi regulasi yang lebih konkret dan efisien. Langkah selanjutnya adalah dari segi proses beracara harus lebih objektif dan tegas. Para penegak hukum harus senantiasa menggunakan pasal pencemaran nama baik pada UU ITE dengan patut agar selaras dengan tujuan hukum pidana yang salah satunya melindungi kehormatan dan atau nama baik seorang dan bukan justru mengkriminalisasi masyarakat yang hendak bersuara. Di samping masyarakat harus lebih menjaga etika dalam berkomunikasi di dunia internet, sesuatu berupa kritikan melalui ruang jejaring sosial juga harus lebih dihargai ke depannya demi kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab sebagai bentuk manifestasi sistem demokrasi dan pembangunan bangsa.

Referensi

Kansil, C.S.T 2015, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka.

Marimis, F 2012, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, Jakarta, RajaGrafindo Persada.

Mainake, Y, & Nola, L.F 2020, ‘Dampak Pasal-Pasal Multitafsir dalam Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik’, Bidang Hukum Info Singkat Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis, vol. 12, no. 16, hal 3.

Damar Juniarto, Kasus Muhammad Arsyad, SAFEnet, diakses pada 9 September 2013, https://id.safenet.or.id/2013/09/kasus-muhammad-arsyad/.

Risno Mawandili, Gegara Posting Dugaan Korupsi TPI Wameo, Pengurus KNPI Jadi Tersangka UU ITE, Zonasultra, diakses pada 10 November 2020, .

Sukoyo Yeremia, UU ITE Ancam Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, BeritaSatu, diakses  pada 9 November 2018, .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun