Mohon tunggu...
Dini Hikmah Al Faza
Dini Hikmah Al Faza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Baik hati, rajin menabung, ceria dan tidak sombong.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Memicu Kesengsaraan Rakyat, Bagaimana Keuntungan TAPERA?

1 Juli 2024   10:26 Diperbarui: 1 Juli 2024   10:26 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
id.pinterest.com/jasa arsitek dan kontraktor

Pemerintah telah meluncurkan UU tentang  Tapera ( tabungan perumahan rakyat) dengan menerbitkan Peraturan Presiden (PP) No. 21/2024, yang merupakan aturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 4/2016 tentang Tapera. Perlu diketahui bahwa program Tapera ini sudah ada sejak tahun 1993, akan tetapi bukan Tapera namanya. Pada waktu itu namanya adalah Bapetarum PNS, namun kebijakan ini hanya ditujukan kepada PNS. 

Mengapa program tersebut hanya ditujukan kepada PNS?. Hal ini disebabkan karena pada waktu itu PNS memiliki keterbatasan  dalam membayar uang muka KPR, disisi lain mereka juga membutuhkan kebutuhan papan yang layak dihuni. Pada tahun 2016 UU Tapera telah disahkan, kemudian diturunkan lagi (PP) No. 25/ 2024. 

Penurunan tersebut menyatakan bahwa perserta Tapera bukan dari golongan PNS saja, akan tetapi dari golongan karyawan swasta, karyawan mandiri bahkan pekerja asing. Adapun pengeluaran iuran meliputi  2,5 % untuk karyawan swasta,  5% untuk perusahaan, dan 3% untuk pekerja mandiri.

Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menjelaskan bahwa, pemerintah telah memiliki program FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan) untuk pengadaan rumah yang lebih murah. Akan tetapi, Heru juga mengatakan, jika kemampuan APBN untuk FLPP hanya mampu mengeluarkan 250 ribu unit setiap tahunnya. 

"Di sisi lain, setiap tahun ada 700 ribu sampai 800 ribu keluarga baru", katanya. Jadi, jika hanya mengandalkan FLPP, pemenuhan kebutuhan rumah tidak mungkin bisa terkejar. Maka dari itu skema Tapera dibuat dengan semangat gotong royong. Termasuk kepada pekerja yang telah memiliki rumah. 

Selain itu Heru menuturkan dengan sistem gotong royong dari Tapera, fasilitas KPR untuk para pekerja yang membutuhkan rumah dapat lebih rendah . Yakni menjadi 5 persen pertahun. Jauh dari bawah suku bunga KPR umum yang memiliki rata-rata di angka 11 persen pertahun. Dikutip dari "Jawa Pos" pada Sabtu, 1 Juni 2024 yang berjudul "Akui Tapera Belum Terisolasikan".

Sebenarnya program ini menjadikan beban bagi masyarakat, banyak dikalangan pebisnis yang merasa keberatan dengan program ini. Mereka menekankan bahwa tidak semua perusahaan mampu menanggung tambahan iuran wajib di luar iuran yang sudah ada. Bukan hanya itu,  bahkan banyak karyawan dan buruh juga merasa sangat keberatan dengan adanya program ini. 

Mengapa demikian?, bukankah kebijakan pemerintah dalam program ini mampu mempermudah masyarakat mendapat hunian layak?. Hal ini disebabkan karena iuran yang dipotong dari gaji mereka sebesar 2,5 % mampu mengurangi biaya hidup mereka. Apalagi banyak juga perusahaan yang akan tutup, kemudian menyebabkan PHK massal.

Beberapa Tanggapan mengenai kebijakan ini salah satunya Said Iqbal selaku KSPI (konfederasi serikat pekerja Indonesia) mengatakan bahwa para buruh khawatir jika iuran dari program tapera mampu membuat mereka hanya membawa slip gaji saja tiap bulan "Dalam kesempatan ini menyampaikan kepada Bapak Presiden Jokowi , bisa-bisa para buruh pulang ke rumah cuma bawa slip gaji, ini smemberatkan di tengah daya beli buruh yang turun 30% akibat upah naik 1,58%, sedangkan inflasi 8%, ditambah lagi Tapera sebesar 2,5%. 

Selain itu, Said juga mengungkapkan kekhawatiran buruh terkait transparansi pengelolaan dana Tapera yang berpotensi menjadi lahan korupsi baru. Dikutip dari " VIVA" yang di tulis oleh Bayu Nugraha dan Andrew Tito, pada Jum'at, 7 Juni 2024.

Dikutip dari "The conversation"  yang ditulis oleh Nailul Huda, pada 14 Juni lalu. Dana Tapera dikelola di berbagai lembaga pengelola investasi seperti PT Asuransi Jiwasraya, PT ASABRI, dan PT TASPEN masih segar dalam ingatan, termasuk skandal taperumgate yang terindikasi korupsi dan tidak terselesaikan di masa Orde Baru. 

Persepsi negatif tentang pengelolaan dana negara ini, ditambah dengan iuran wajib Tapera, berpotensi menurunkan tingkat konsumsi masyarakat. Penurunan konsumsi ini diperkirakan berdampak negatif pada Produk Domestik Bruto (PDB). 

Berdasarkan analisis dampak yang diterbitkan, menggunakan pendekatan Input-Output Nasional dan asumsi seperti rata-rata gaji dan jumlah peserta terdaftar, kebijakan Tapera diprediksi menyebabkan penurunan PDB sebesar Rp1,21 triliun. Selain itu, surplus bisnis diperkirakan menurun sebesar Rp1,03 triliun, dan pendapatan pekerja turun sebesar Rp0,20 triliun.

Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron mengatakan, program Tapera memang memiliki tujuan yang baik. Akan tetapi  Herman meminta untuk mengkaji kembali program tersebut." Harus disediakan porsi yang tepat sehingga betul-betul masyarakat bisa (mendapatkan) rumah, tapi tidak diberatkan dengan program pemerintah". Dikutip dari "Jawa Pos" yang di tulis oleh Agus Putra Hartanto dan Agus Dwi Prasetyo, pada Minggu, 2 Juni 2024 yang berjudul "Selain Tambah Beban Buruh, Tapera Berpotensi Picu PHK Massal".

Saya sangat setuju dengan pendapat Bapak Herman Khaeron yang meminta supaya pemerintah mengkaji ulang program ini, agar tidak memberatkan masyarakat dalam mendapatkan hunian layak. karena dalam hal ini yang melaksanakan kebijakan tersebut bukanlah pemerintah melainkan masyarakat. 

Dalam konteks teori "primary social goods" yakni " Distribusi yang adil atas barang dan jasa mirik publik" dikemukakan  oleh filsuf politik John Rawls dalam bukunya "A Theory of Justice". Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) dapat kita lihat sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui akses yang lebih merata yakni hunian rumah . 

Akan tetapi, kebijakan seperti ini harus seimbang dengan analisis ekonomi yang mendalam untuk memastikan bahwa dampak dari kebijakan tersebut tidak merugikan perekonomian masyarakat secara menyeluruh. Penerapan Tapera juga harus memperhatikan dampak ekonominya. 

Berdasarkan analisis yang telah terjadi, menunjukkan banyak  potensi penurunan. Antara lain penurunan PDB, surplus bisnis, dan pendapatan pekerja, dalam mengambil kebijakan seperti ini harus dirangkai dengan sangat hati-hati supaya dapat menghindari efek negatif yang signifikan pada ekonomi makro.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun