Dalang dari pihak mempelai wanita menanyakan maksud kedatangan rombongan mempelai pria. Begitu dalang dari pihak mempelai pria menjawab maksud dari kedatangannya adalah meminang sang perempuan (mempelai wanita), dalang dari pihak mempelai wanita marah dan menolak mereka. Lalu disahuttlah kembali oleh dalang dari pihak pria yang mengatakan dengan tegas "saiki isun kudu biso ngulihaken lare wadon ikau (sekarang saya harus bisa mendapatkan anak perempuan itu)", argumen ini muncul karena rombongan mempelai pria merasa ditolak oleh rombongan mempelai wanita. Lalu disahutlah kembali oleh dalang mempelai wanita "kadung riko lanangan sejati ugo temenanan arep ngulihaken lare wadon ikai, tandingono isun sulung (kalau kamu lelaki sejati dan serius mau mendapatkan anak perempuan ini, bertanding sama saya dahulu)".
Teriakan argumen masing-masing dalang yang saling sahut-menyahut diungkapkan secara tegas, diplomatis,dan bersyarat, yang mana sambil beradu pusaka. Dan pada akhirnya dalang dari pihak mempelai wanita mengungkapkan "isun gelem riko jaluk, tapi kudu ono syarate (saya mau kamu minta, tapi harus ada syaratnya)".Â
Syaratnya adalah memberikan kampil putih. Lalu syarat itupun diberikan kepada pihak rombongan mempelai wanita. Dan kemudian dibukalah selembar kain tadi yang mana berarti lamaran sang raja diterima oleh sang ratu, lalu mereka berdua dikoloni (dipertemukan) di kuade (bangku pelaminan).
Setelah pengantin pria dan pengantin wanita dikoloni, menandakan selesainya prosesi drama Perang Bangkat oleh sie dalang. Drama ini membuat banyak orang terpingkal-pingkal melihatnya sebab sie dalang membawakan drama perang argumentasi ini dengan kelucuan dan ciri khas yang dimiliki oleh setiap dalang tersebut. Tradisi ini merupakan tradisi unik dalam pernikahan suku Osing yang mengandung banyak makna dan pesan moral yang disampaikan kepada pengantin baru tersebut.
MAKNA PERANG BANGKAT
Didalam sebuah tradisi tentunya ada suatu makna yang terkandung didalamnya. Hal ini juga berlaku dalam tradisi pernikahan Perang Bangkat yang dilakukan suku Osing yang berada di desa Lemahbang dewo, kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi.
Perang Bangkat adalah drama yang menggambarkan seorang lelaki yang ingin meminang wanita yang dicintainya, namun ditolak oleh keluarga sang wanita. Di sinilah terdapat perang argumentasi dari pihak lelaki bahwa dia benar-benar harus meminangnya karena dia sangat mencintai sang wanita dan menjadikannya istri.Â
Setelah perang argumentasi tersebut akhirnya keluarga sang wanita menyebutkan persyaratan (Ubo Rampe) yang harus dipenuhi oleh sang lelaki untuk meminang wanita tersebut dan untuk kehidupan mereka setelah menjadi suami istri. Kemudian persyaratan itu dipenuhi lalu mereka berdua direstui dari masing-masing pihak keluarga.
Perang Bangkat yang berarti "Perang Argumentasi" bermakna bahwa setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan apabila sudah memasuki usia yang matang untuk melakukan sebuah pernikahan pasti memiliki sebuah argumen untuk bisa hidup bersama. Argumen ini muncul ketika seorang lelaki ingin meminang seorang wanita yang dicintainya, pastilah ada campur tangan masing-masing pihak keluarga. Dalam hal ini masing-masing keluarga beragumentasi untuk kebaikan sang anak.
Perang Bangkat ini membawa pesan moral kepada sang pengantin yang bermakna bahwa orang tua (keluarga) menginginkan anaknya dipinang oleh lelaki yang sangat baik dan bisa membawa nya kedalam keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warohmah. Dan juga pesan ini mengingatkan bahwa di dalam suatu hubungan harus saling setia, melengkapi, menghormati, dan patuh pada suami sesuai ajaran agama yang dianutnya.Â
Persyaratan (Ubo Rampe) itupun juga merupakan simbol dari pesan moral yang maknanya membawa pengantin masuk kedalam dunia masyarakat yang kompleks tanpa campur tangan orang tua. Disebutkan bahwa Ubo Rampe tersebut harus ada dan terpenuhi serta menjadi cikal bakal pegangan hidup untuk berumah tangga.