KONDISI SOSIAL GEOGRAFIS
Desa Lemahbang Dewo, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi yang terletak diantara daerah pegunungan dan persawahan dengan ketinggian 20 meter diatas permukaan air laut.Â
Mayarakat di desa ini sebagian besar bekerja sebagai buruh tani dan buruh pabrik kue khas Banyuwangi, yang mana rata-rata pendapatan ekonominya tergolong dalam masyarakat ekonomi menengah kebawah (rendah).Â
Jumlah penduduk desa ini 3.317 orang secara keseluruhan dengan jumlah kepala keluarga 917 KK. Keamanan di desa ini cukup bagus, yang mana tidak adanya tempat terlarang. Desa ini merupakan suku osing dan merupakan salah satu desa di Banyuwangi yang melakukan tradisi perang bangkat.
PENGERTIAN PERANG BANGKAT
Perang Bangkat merupakan tradisi pernikahan suku Osing yang mana tradisi ini dilakukan apabila anak sulung berjodoh dengan anak bungsu, anak bungsu berjodoh dengan anak bungsu, dan anak sulung berjodoh dengan anak sulung. Dinamakan perang bangkat karena adanya sebuah sanggahan keluarga yang menginginkan anaknya mendapatkan pria sejati yang mampu mencintai, menyayangi, dan mencukupi kebutuhan dunia akhirat.
Perang Bangkat berarti "Perang Argumentasi" yang di pimpin oleh seorang dalang. Ki Bakat Waseso adalah sebutan bagi dalang mempelai wanita. Ki Bakat Purbo adalah sebutan bagi dalang mempelai pria.Â
Dalam hal ini, pengantin pria disebut raja (prabu sekintal, raden dunyo, panji asmoro bangun), dan pengantin wanita disebut ratu (dewi sekilo, dewi rejeki, sekartaji, galuh ati candra kirana). Sedangkan dalang diibaratkan sebagai panglima perang dari seorang raja dan ratu.
Proses jalannya tradisi ini diawali dengan arak-arakan mempelai pria yang diikuti keluarganya dan membawa seserahan yang disebut Ubo Rampe. Ubo Rampe terdiri dari bantal-guling yang diikat dalam tikar, alat-alat dapur dan hasil bumi yang disusun rapi dan dipikul disebut ekrak, 2 ayam kampung (jantan dan betina), 2 telur ayam kampung, erus (sendok sayur) dan siwur (gayung mandi), 2 kelapa, beras kuning dan uang yang dibungkus atau dikantongi disebut kampil putih, dan kembang (bunga) pitungwarna.
Dengan membawa kebutuhan rumah tangga, iring-irangan (arak-arakan) rombongan pengantin pria tiba ditempat mempelai wanita. Mereka bermaksud meminang perempuan tersebut untuk dijadikan istri. Setiba di dekat rumah mempelai wanita, rombongan mempelai pria dihadang keluarga besar mempelai wanita. Terpasang selembar kain yang diibaratkan sebagai gerbang yang membatasi kubu lelaki dan kubu perempuan.
Ketika itu pengantin lelaki dan pengantin perempuan duduk dengan dipisahkan selembar kain putih tersebut. Masing-masing kubu didampingi seorang dalang yang akan mengadu pusaka mereka (ayam, telur, kelapa, erus, dan siwur). Dalang juga menjadi juru bicara atau membawakan pesan moral.Â