Mohon tunggu...
Dini Afiyah Hidayati
Dini Afiyah Hidayati Mohon Tunggu... Mahasiswa - I'm a college student

safe place

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dosen Difabel dengan Keterbatasannya yang Menginspirasi

9 Juni 2023   13:33 Diperbarui: 18 Juni 2023   02:19 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Yogyakarta - Suharto adalah nama dari seorang dosen yang saat ini masih aktif mengajar di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tepatnya di Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Suharto merupakan penyandang disabilitas netra, namun tidak masuk kualifikasi totally blind (buta total), tetapi masuk kualifikasi low vision (daya tajam penglihatan yang sangat rendah).

UIN Sunan Kalijaga terpilih oleh Suharto sebagai tempat mengajar karena menjadi salah satu pemrakarsa kampus inklusif di Indonesia. Kemudian pada akhir tahun 2021, ia ditawari mengajar di UIN Sunan Kalijaga karena sebelumnya sudah banyak bekerja sama dan berkomunikasi dengan teman-teman di UIN Sunan Kalijaga.

“Sejalan dengan semangat dan nilai yang saya bawa, yaitu inklusi sosial dan saya ingin berkontribusi kedepannya bagaimana mewujudkan kampus UIN menjadi lebih inklusif, lebih aksesibel bagi teman-teman difabel dan bagi kelompok-kelompok marginal yang lain,” ujar Suharto saat diwawancarai, Rabu (10/05).

Keterkaitan antara pendidikan dan pekerjaan menjadi 2 hal yang melatar belakangi proses Suharto hingga saat ini. Suharto mengenyam Pendidikan S1 di Universitas Gajah Mada Yogyakarta dengan mengambil program studi Sastra Indonesia. Namun sebelum itu, ia pernah diterima untuk berkuliah di Universitas Indonesia dengan program studi yang serupa. Namun karena keterbatasan ekonomi, pada akhirnya kesempatan tersebut tidak diambil.

Setelah mengenyam Pendidikan S1, Suharto mencoba untuk mewujudkan cita-citanya menjadi pengajar. Tetapi nyatanya, saat itu ia lebih banyak bergelut di bidang advokasi. Pada tahun 2003, setelah lama bergelut di bidang advokasi, Suharto mendirikan sebuah Lembaga yang bernama SIGAB bersama teman-temannya dan masih berkembang hingga saat ini. SIGAB adalah kepanjangan dari Sasana Inklusi & Gerakan Advokasi Difabel. SIGAB juga merupakan organisasi non-government (non-pemerintah) yang berdiri dengan harapan bisa mewujudkan cita-citanya yaitu untuk membela dan memperjuangkan hak-hak difabel di seluruh Indonesia.

Ketika SIGAB sudah cukup maju, Suharto mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan Pendidikan S2 di Erasmus University Rotterdam, Belanda dengan mengambil konsentrasi pada Human Rights Development and Social Justice. Kemudian dilanjut dengan S3 di Griffith University, Australia dengan mengambil topik Community-Based Rehabilitation.

“Ketika ada kesempatan untuk kuliah S2 dan S3 itu, saya mengambil jurusan yang juga tidak paralel dengan S1 saya ya, tetapi sangat terkait dengan pekerjaan saya sebagai pegiat difabel dan akan membantu saya dalam pekerjaan sebagai direktur SIGAB atau sebagai konsultasn difabilitas,” lanjut Suharto.

Suharto dapat menjalani pendidikannya di luar negeri dengan sangat baik karena dukungan moral dan moril. Fasilitas-fasilitas yang dimiliki 2 kampus tersebut sangatlah ramah difabel, ditambah dengan kualitas pendidikan yang sangat bagus. Di Australia, setiap kampus memiliki Pusat Layanan Difabel (PLD) bahkan di setiap lantai terdapat toilet khusus teman-teman difabel.

“Kampus saya itu dari halaman hingga masuk gedung itu landai, hanya naik sedikit, sehingga yang memakai kursi roda tidak kerepotan dan difabel netra tidak khawatir jatuh. Kampus yang hanya 2 lantai memakai lift, sedangkan di sini kampus 4 lantai mau bikin lift mikir,” jelas Suharto.

Pendidikan inklusif memang baru dirasakan Suharto saat mengenyam pendidikan di luar negerti, tapi ia sudah merasakan suasana inklusif sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Sebelumnya, Suharto belum menyadari bahwa ia memiliki perbedaan dengan teman-temannya yang lain dan ia merasa bahwa setiap orang sama sepertinya.

Hingga saat naik kelas 2 SD, ada seorang guru yang mengidentifikasi bahwa Suharto memiliki keterbatasan. Guru tersebut juga menemukan kendala yang dimiliki Suharto serta menemukan solusinya, ia bernama Sowiyati. Sowiyati menginstruksikan kepada teman yang duduk di samping Suharto untuk membantu proses pembelajaran. Itu merupakan sebuah praktik inklusif dan menghasilkan capaian yang luar biasa bagi Suharto saat melanjutkan pendidikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun