Bullying atau yang lebih sering kita kenal dengan sebutan perundungan sampai saat ini ternyata masih marak terjadi ditengah masyarakat Indonesia. Bahkan salah satu jenis terbaru dalam hal perundungan ini dapat kita jumpai dalam dunia maya yang disebut dengan 'CyberBullying', seperti hal nya kita ketahui saat ini teknologi digital sangat mudah diakses dimanapun dan oleh siapapun termasuk pada kalangan anak-anak sampai orang dewasa.
   Sebenarnya apa itu cyberbullying? Menurut UNICEF, cyberbullying ini sendiri ialah bullying atau perundungan dengan menggunakan teknologi digital. Hal ini dapat terjadi di media sosial, berbagai platform chatting, berbagai platform bermain game, dan tentunya ponsel. Hal ini harusnya sudah menjadi perhatian bagi seluruh kalangan masyarakat karena menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyebutkan,  "45% anak-anak dan remaja di Indonesia menjadi korban perundungan dunia digital atau dunia maya sepanjang tahun 2020" ditambah dengan data aktual dari UNICEF yang menyebutkan, "Bahwa 45% anak berusia 14-24 tahun mengalami perundungan berbasis cyber sepanjang tahun 2020"
  Selanjutnya, bagaimana kita tahu bahwa kita termasuk pelaku dalam cyberbullying ini? Sebagian besar pelaku cyberbullying ini tidak merasa bahwa dirinya sudah menjadi pelaku, karena memang dampak yang ditimbulkan dari cyberbullying ini tidak terlihat jelas seperti jika melihat korban perundungan secara nyata yang mungkin biasa kita temui di lingkungan sekolah atau bahkan masyarakat, padahal dampak yang akan ditimbulkan bagi korban cyberbullying sama berbahaya nya dengan dampak dari korban perundungan secara langsung, dampak yang paling umum terjadi adalah ketidakpercayaan terhadap orang lain, menjadi pribadi yang memiliki kekhawatiran berlebih, takut untuk kembali menjadi dirinya sendiri ketika bersosialisasi, dan masih banyak lagi dampak psikologis yang dapat dirasakan korban, bahkan jika berbagai dampak psikologis diatas berlanjut bisa sampai ke tahap depresi, mudah marah, mudah gelisah, dan bisa sampai menyakiti dirinya sendiri.
   Perlu untuk dipahami oleh berbagai kalangan pengguna media sosial bahwa tidak semua yang ada di dunia maya ini perlu untuk kita ketahui, apalagi untuk kita komentari dengan bahasa yang belum tentu baik dibaca oleh pihak lain, bahkan kadang untuk sekedar ikut berkomentar tentang postingan terbaru seseorang, postur tubuh nya, atau apakah penampilan nya sempurna atau tidak, apakah pendidikan nya sudah baik atau belum, dan masih banyak hal yang sebenarnya itu bukan kewajiban seseorang sebagai pengguna media sosial untuk mengomentarinya. Terkadang tanpa kita sadari dengan melakukan hal-hal diatas kita sudah ikut memberikan dampak negative bagi kondisi psikologis seseorang, menjadikan nya takut dan tidak kembali percaya diri padahal sebelumnya Ia sedang membangun kepercayaan diri tersebut melalui media sosial, jahat bukan dampaknya?
   Hal ini juga semakin dinormalisasikan dalam masyarakat karena cyberbullying ini sendiri memiliki ciri khas yaitu, non-violence (tanpa kekerasan), lalu sedikit melibatkan kontak fisik, dan yang terakhir menggunakan atau memanfaatkan jaringan telekomunikasi dan informatika sehingga seperti tidak ada dampak yang berarti bagi korban dari cyberbullying.
   Di negara kita sendiri peraturan pidana akan cyberbullying ini memang masih perlu dilakukan peninjauan kembali karena ketentuan cyberbullying saat ini belum mampu diakomodir oleh KUHP, akan tetapi KUHP mengatur pasal mengenai pengancaman dan penghinaan Pasal 368 ayat (1) dengan ancaman pidana paling lama sembilan tahun, dan Pasal 310 ayat (1) dengan ancaman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau dengan sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah. Akan tetapi, sebagai lex specialist dari KUHP, cyberbullying diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam Pasal 29 berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi". Dan Pasal 29 ini mempunyai sanksi pidana sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 45B Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang berbunyi: "Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 750.000.000,00. (tujuh ratus lima puluh juta)."
  Â
   Maka setelah membaca tulisan ini, mulailah menggunakan media sosial dengan hati dan empati, ingat kembali apakah tujuan awal kita memiliki media sosial ini untuk menghancurkan kondisi fisik dan psikis seseorang, atau justru kita bisa turut membantu sesama yang sedang berusaha membangun kepercayaan diri nya melalui media sosial. Cyberbullying ini juga bisa terjadi dari satu kelompok ke kelompok yang lain, dari yang awalnya satu individu yang tidak menyukai satu pihak menjadi mengajak individu lain untuk bersama sama memberikan komentar atau chat negative untuk pihak tersebut, maka segera ambil peran untuk ikut berkontribusi mencegah semakin marak nya cyberbullying ditengah perkembangan generasi emas bangsa kita, ajak kerabat terdekat untuk mengenal lebih jauh apakah mereka sudah termasuk ke dalam pelaku cyberbullying itu sendiri, karena sangat disayangkan ditengah pesatnya kemajuan teknologi masih banyak pengguna teknologi itu sendiri yang tidak memahami apa yang seharusnya menjadi pedoman mereka dalam mengikuti arus tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H