Mohon tunggu...
dinithea
dinithea Mohon Tunggu... Administrasi - Crafter

Ibu Rumah Tangga yang suka membaca dan merajut

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Perlunya Melek Literasi Keuangan bagi UMKM

18 November 2023   06:11 Diperbarui: 18 November 2023   07:40 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengalaman menjadi entrepreuner selama beberapa tahun itu sebenarnya suka bikin senyum simpul dan garuk-garuk kepala. bagaimana tidak ? karena banyak lika likunya dan kadang juga bikin nangis. Sejujurnya usaha yang aku jalankan ini masih tergolong mikro. Iya, usahaku masuk dalam definisi usaha Mikro dalam Undang-Undang  No 20 Tahun 2008 yaitu  usaha yang memiliki aset maksimal Rp 50.000.000 dan omzet maksimal Rp 300.000.000 per tahun.  Masih kecil sih tapi lumayan tetap menghasilkan dan bisa untuk  uang jajan untuk anak-anak.

Berawal dari hobi yang aku tekuni sejak 2007 saat aku hamil anak kedua. Di kurun waktu antara 2007-2009 aku bertemu  dengan banyak orang berbakat di bidang rajutan dan sedikit demi sedikit  aku tertarik untuk menjadikan hobi ini menjadi usaha. Ketika itu aku mulai menerima pesanan teman-teman dekat dan berkembang dengan menjual alat dan bahan rajutan secara online via Facebook. 

Modal awal yang aku keluarkan saat itu sekitar Rp 1.000.000 yang aku alokasikan untuk membeli benang-benang dan alat rajutan seperti seperti hakpen, knitting needles, stitch marker,  stitch counter dll. Saat itu selain aku jual via Facebook, penjualan alat dan bahan rajut ini aku lakukan juga saat pertemuan pehobi rajut atau istilahnya Kopdar atau Kopi Darat. Di medio tahun 2007-2012 belum banyak toko offline ataupun online yang cukup lengkap menjual peralatan rajut sehingga benang dan alat-alat ini termasuk laris. Tapi karena belum punya banyak pengalaman, uang jualan belum dipisahkan sehingga banyak yang tercampur dengan uang keperluan rumah tangga. 

Begitupun dengan usaha pesanan rajutan yang aku lakukan di sedikit waktu senggang di sela mengurus anak-anak di rumah. Hasilnya sih bikin senang tapi kesalahan yang sama juga aku lakukan yaitu tidak memisahkan uang usaha dengan uang kebutuhan rumah tangga. Perasaan uang yang aku pegang banyak eh gak sadar kalau itu uang modal yang aku pakai untuk jajan *ups. Parah banget ya. 

Dok pribadi
Dok pribadi

Masalah seperti ini tuh ternyata juga lazim atau banyak dilakukan oleh UMKM tradisional. Lalu ketika  merasa modalnya kurang, mereka akan berusaha meminjam ke lembaga tak resmi seperti "Bank Tithil" atau koperasi abal-abal yang memberi bunga tinggi atau bahkan ada beberapa kasus  pinjam ke pinjol. Karena minimnya literasi keuangan mengakibatkan UMKM malah terjerumus.

Untungnya aku bertemu dengan beberapa mentor di Dinas Koperasi dan lembaga non profit yang memberikan bimbingan usaha. Dari sini aku bisa menyimpulkan beberapa hal tentang literasi keuangan  untuk teman-teman yang ingin punya usaha.

1. Modal

Modal ini relatif untuk besarannya dan tidak bisa ditentukan karena tergantung dengan kemampuan dan rencana-rencana usaha yang akan dilakukan. Contohnya jualan di pasar minggu tentu modalnya akan berbeda dengan berjualan di kantin.

Jika memang ingin menambah modal ketika usaha semakin besar maka pelajarilah dulu klausul yang diberikan lembaga keuangan. Pastikan lembaga keuangan yang resmi ya ! Penting sekali untuk membaca secara teliti tentang klausul kredit supaya tidak terjadi cessie atau pengalihan hak piutang bank ke pihak ketiga, seperti kasus  Bank CIMB Niaga dan pak Setiyawan.

2. Rencanakan keuangan dan pisahkan keuangan pribadi dan usaha

Ini penting karena banyak usaha kolaps karena kurang disiplin dalam keuangan. Beberapa ilmu dasar seperti penentuan Harga Pokok Penjualan juga penting supaya harga jual kita memang pantas dan tidak mepet banget dengan modal. Catat nih, karena beberapa waktu lalu temanku sendiri mengalami hal ini. Dia senang sekali ketika jualannya laris eh ketika dihitung HPP-nya ternyata rugi dong. 

3. Kerja cerdas

Karena kita hidup di era yang seba cepat, rasanya akan lebih masuk akal ketika kita juga memanfaatkan teknologi yang ada. Banyak aplikasi keuangan yang bisa kita pakai hanya dengan memakai HP saja. Sehingga pencatatan keuangan akan lebih terkontrol dan melatih kita disiplin. 

Beberapa sharing di atas semoga bisa memberikan pencerahan ya untuk teman-teman yang baru memulai usaha. Pantang menyerah, selalu belajar dan terakhir jangan lupa berdoa kepada Alloh agar usaha kita lancar semua. Dan ini selipan ya untuk para perempuan muda disana, kalian harus punya keterampilan untuk bekal menjalani kehidupan. Bila nanti kalian menikah jangan hanya berharap pada suami, kalian harus berdikari. Salah satunya dengan membuat usaha dari rumah kalian.

Sukses ya buat semuanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun