Siapa tak kenal Soto Markeso? Soto yang mangkal di sekitar Taman Slamet Kota Malang ini selalu ramai diserbu pembeli sejak pagi. Kalau tak ingin kehabisan jangan  terlalu siang datang kesana, karena bisa jadi akan kehabisan.Â
Seperti saya yang datang jam 9.30 hari itu masih bisa bersyukur karena mendapatkan mangkok terakhir sebelum pemiliknya tutup lapak. Saya penasaran dengan kisah Pak Makeso ini. Setelah berkenalan , mengalirlah cerita dari lelaki  kelahiran 1964 ini.Â
Sekitar tahun 1987, pak Markeso  yang tak mengenyam pendidikan formal ini mulai berjualan soto daging berkeliling. Perjalanan  mendorong gerobak dimulai pukul 05.30 dari rumahnya di Jalan Muharto. Rutenya bisa sampai Dinoyo dan baru sampai di rumah ketika Maghrib menjelang. Setelah 2 tahun berkeliling, mulailah pak Markeso mangkal di jalan Simpang Balapan.Â
Saat itu pelanggan sudah mulai ramai. Namun takdir berkata lain, setelah 10 tahun berjualan disana, ada penjual soto lain yang mengisi tempat itu sebelum pak Markeso datang. Pak Markeso pun mengalah dan pindah ke beberapa tempat ,sampai akhirnya mangkal di dekat pom bensin jl Kawi. Selama 15 tahun pak Markeso berjualan di tempat ini.Â
Sampai akhirnya pada tahun 2002 lokasi jualannya ini mengalami pembangunan dan terpaksa Pak Markeso kembali mencari tempat baru. Karena langganannya sudah banyak maka dipilihlah tempat yang tidak terlalu jauh dari lokasi pom bensin yaitu di jl Sindoro dekat Taman Slamet dan berjalan sampai hari ini.
Proses pembuatan soto dimulai dengan pembelian bahan baku yaitu daging sapi dan jeroan sapi  di Pasar Besar dan Pasar Kebalen pada pukul 6 pagi. Setelah itu direbus sampai matang lalu diiris-iris.Â
Proses pengolahan bumbu dan pembuatan kuah dilanjutkan jam 02.00 sampai subuh. Pak Markeso masih bertahan dengan cara manual karena merasa bumbu yang diblender merubah rasa otentiknya. Dilihat dari prosesnya maka ada pembagian tugas yaitu pembelian daging dan merebus sampai matang oleh anaknya di rumah dan tugas berjualan di Jl Sindoro oleh pak Markeso dan istrinya. Namun untuk memasak bumbu dan pembuatan kuah tetap dilakukan sendiri oleh beliau.Â
Setelah persiapan soto selesai maka pak Markeso berangkat pukul 05.30 dengan mendorong gerobaknya menuju Jl Sindoro. Waktu yang diperlukan sekitar 1 jam perjalanan dengan berjalan kaki.Â
Peralatan yang juga perlu  disiapkan adalah 400 mangkok bersih karena selama berjualan beliau tidak melakukan aktifitas cuci piring. Selain tidak ada tempat untuk mencuci, pak Markeso juga menjaga kebersihan alat makannya.Â
Mengingat pelanggannya juga ada yang dari kalangan ekonomi berada yang peduli pada kebersihan. Selama berjualan Soto di Jl Sindoro,  Pak Markeso dibantu oleh  bu Yuli ( istrinya)  dan anak perempuannya.Â
Prinsipnya adalah "Selalu bekerja dan jangan pernah putus asa". Ini jugalah yang mendasari aktivitasnya untuk  berjualan soto setiap hari. Libur berjualan biasanya di bulan Ramadhan sampai H+2 lebaran.Â
Penasaran?
Monggo pinarakÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H