Selain itu juga UU Cipta Kerja juga hanya mengatur peralihan perlindungan pekerja pada perusahaan penyedia jasa atau vendor lain. Akibatnya, peluang agar hubungan kerja pekerja outsoucing beralih ke perusahaan pemberi kerja makin kecil.
- Waktu kerja eksploitatifÂ
Berdasarkan UU Cipta Kerja diatur lebih fleksibel untuk pekerjaan paruh waktu menjadi paling lama 8 jam per hari atau 40 jam per minggu. Sedangkan untuk pekerjaan khusus seperti di sektor migas, pertambangan, perkebenunan, pertanian dan perikanan dapat melebihi 8 jam per hari. Buruh pun menolak jam kerja yang eksploitatif.
- Berkurangnya hak cuti dan istirahat
- Dalam UU Cipta Kerja, istirahat bagi pekerja hanya diperoleh sekali dalam seminggu. Tetapi malah pengusaha tidak memiliki kewajiban untuk memberikan waktu istirahat selama dua hari kepada pekerja yang telah bekerja selama lima hari dalam seminggu.
- Apalagi, dalam UU Cipta Kerja juga buruh dapat dikenakan wajib lembur. Selain itu UU Cipta Kerja juga malah menghilangkan hak cuti panjang selama dua bulan bagi buruh yang telah bekerja minimal selama enam tahun.
- Sewa alami PHK
Pasal 172 UU Ketenagakerjaan menyatakan bhawa buruh berhak atas dua kali pesangon jika mengalami PKH karena sakit melebihi 12 bulan. Namun ketentuan ini dihapus melalui UU Cipta Kerja.
Jika dilihat dari sudut pandang teori sosiologi konflik Lewis Cosser, Lewis Cosser membedakan konflik menjadi 2 yaitu konflik realistis dan konflik non-realistis.
Dari aksi demo ini bisa dihubungkan dengan teori konflik Lewis Cosser.
Dimana konflik realistis adalah konflik yang berasal karena adanya kekecewaan dari individu atau kelompok masyarakat terhadap sistem dan tuntutan-tuntutan yang ada pada hubungan sosial. Dan dari sini bisa dihubungkan dengan aksi demo yang dilakukan para mahasiswa dan buruh, dimana para mahasiswa dan buruh sangat kecewa dengan peraturan UU Cipta Kerja (Omnisbus Law) yang bisa mengakibatkan kerugian terhadap buruh dan itu juga dapat berdampak buruk ke mahasiswa jika bekerja nanti. Inilah yang mendorong para mahasiswa dan buruh berunjuk emosional dengan melakukan demo terhadap pemerintah.
Sedangkat menurut Ralf Dahrendorf beramsusi bahwa masyarakat tunduk terhadap proses perubahan. Ralf Dahrendorf menyimpulkan bahwa konflik itu terjadi karena adanya relasi-relasi sosial dalam sebuah sistem. Menurut Ralf Dahrendorf, masyarakat itu memiliki dua wajah yaitu konflik dan konsensus yang disebut dengan Teori Konflik Dialektika. Konflik ini menyimpulkan bahwa terdapat pertentangan antara pemilik kekuasaan dengan orang-orang tidak berkuasa dimana keduanya memiliki perbedaan kepentingan. Dimana yang berkuasa ingin mempertahankan suatu status dan yang dikuasai ingin adanya perubahan.
Hal ini bisa dilihat dari para mahasiswa dan buruh yang ingin adanya perubahan terhadap UU Cipta Kerja (Omnimbus Law).
Penyebab dari Omnimbus Law UU Cipta Kerja ini salah satunya adalah kurang nya komunikasi antarsesama. Konflik Omnimbus Law ini terjadi karena adanya kabar hoaks yang ada di media sosial. Â Banyak kesalahan informasi yang disampaikan dalam tulisan yang mengakibatkan dapat menyulut aksi demo. Karena setelah diperiksa oleh Kemnaker, banyak informasi yang keliru, tetapi sayang banyak yang tidak mengakses ataupun mengecek semua kebenarannya. Bisa dilihat dari kacamata teori konflik sosiologi, hal ini termasuk kurangnya komunikasi di kedua belah pihak secara intens.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H