Putusan ini dikritisi oleh para pakar hukum, praktisi hukum, akademisi dan masyarakat luas. Salah satu hal yang menjadi perdebatan adalah kurangnya alat bukti sebagai dasar penjatuhan putusan. Hakim terlihat hanya menggunakan keyakinannya.
Pada dasarnya, seorang hakim seharusnya mempertimbangkan putusan berdasarkan bukti yang jelas, sebagaimana disebutkan dalam Asas In Criminalibus, Probationes Bedent Esse Luce Clariore, yang berarti "dalam perkara pidana, bukti harus lebih terang dari cahaya atau seterang cahaya".
Maka, seharusnya berlaku Pasal 183 KUHAP, yang melarang hakim menjatuhkan pidana bila berdasarkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia tidak memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Walaupun Jesicca Kumala Wongso telah bebas bersyarat setalah menjalani hukuman 8,5 tahun, namun sampai saat ini Jesicca tidak pernah mengakui perbuatan yang dituduhkan kepadanya, sehingga putusan hakim yang menjatuhkan putusan bersalah terhadap Jesicca masih dianggap suatu tanda tanya besar dalam penegakan hukum di Indonesia.
Hakim Jangan Asal Vonis, Dong!
Beruntung bagi mereka yang perkaranya mendapatkan atensi publik, sehingga penegak hukum mendapatkan tekanan untuk mendudukkan perkara sebagaimana mestinya. Lantas, bagaimana nasib orang-orang yang dikriminalisasi, namun perkaranya tidak tersorot? Tentu saja hal tersebut akan sangat merugikan.
Sangat disayangkan kejadian salah tangkap maupun penjatuhan putusan bukan atas dasar bukti yang jelas masih terjadi dalam penegakan hukum di Indonesia. Mungkin para Terpidana masih bisa dianggap beruntung karena tidak dijatuhi hukuman mati. Seandainya mereka dijatuhi hukuman mati dan telah dieksekusi, lalu beberapa waktu kemudian ternyata yang dihukum mati tersebut dinyatakan tidak bersalah, lalu apakah putusan yang keliru di atas dapat menghidupkan mereka kembali? Hukum di Indonesia mungkin bisa memulihkan nama baik para Terpidana, namun tidak dengan nyawanya.
Mari kita tunggu pengungkapan kasus "Vina Cirebon". Ditengah hiruk pikuk yang terjadi, menguat isu bahwa seluruh Terpidana dalam kasus ini telah dikriminalisasi, pasca adanya keterangan dari seorang yang bernama Dede yang telah mengaku memberikan keterangan palsu pada tahap penyidikan kasus tersebut.
Perkara ini harus diungkap dengan sejelas-jelasnya, supaya 7 orang Terpidana yang masih mendekam di dalam penjara bisa mendapatkan keadilan seandainya mereka tidak bersalah.
Untuk menghindari terjadinya salah tangkap ataupun penjatuhan putusan yang tidak memiliki bukti-bukti yang jelas, maka sebaiknya para penegak hukum melakukan introsepeksi diri dan lebih berhati-hati dalam menjatuhkan vonis.
Semoga bermanfaat.