Lebih Baik Membebaskan 10 Orang Yang Bersalah Daripada Menghukum 1 Orang Yang Tidak Bersalah
Senada dengan cerita film di atas, seorang filsuf Inggris bernama William Blackstone, dalam bukunya yang berjudul "Commentaries on the Laws of England", menyatakan, "Lebih baik membebaskan sepuluh orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah".
Hal yang ingin disampaikan lewat asas ini adalah jangan sampai seorang hakim keliru dalam menjatuhkan suatu putusan. Hakim jangan sampai menghukum orang yang sebenarnya tidak bersalah. Ketika muncul keragu-raguan pada benak hakim, maka hakim wajib untuk menjatuhkan vonis yang paling menguntungkan bagi Terdakwa.
Di Indonesia hal tersebut terkandung dalam asas hukum in dubio pro reo, yang menyatakan, "jika terjadi keragu-raguan apakah Terdakwa bersalah atau tidak, maka hakim wajib menjatuhkan vonis yang paling menguntungkan bagi Terdakwa, yaitu vonis bebas".
Realita Hukum Di Indonesia (Contoh Kasus)
- Perkara Sengkon dan Karta
Pada tahun 1974, keduanya dituding sebagai pelaku perampokan dan pembunuhan terhadap pasangan suami istri bernama Sulaiman dan Siti Haya. Setelah melalui proses penyiksaan yang tak tertahankan, akhirnya Sengkon dan Karta terpaksa membuat pengakuan telah membunuh Sulaiman dan Siti Haya, yang membuat keudanya harus menghadapi proses persidangan di pengadilan.Singkat cerita, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bekasi, Hakim menjatuhkan hukuman pidana 12 tahun penjara terhadap Sengkon dan 7 tahun penjara terhadap Karta atas dakwaan pembunuhan dan perampokan.
Namun, setelah beberapa tahun menjalani hukuman di Lapas Cipinang, seorang penghuni lapas bernama Gunel mendatangi Sengkon dan Karta, dan mengaku sebagai pelaku sebenarnya. Pengakuan Gunel menguak fakta bahwa Sengkon dan Karta tidak terlibat dalam kasus ini dan telah dikriminalisasi.
Kemudian, melalui upaya hukum Peninjauan Kembali pada Mahkamah Agung Republik Indonesia, Sengkon dan Karta dinyatakan tidak bersalah dan bebas pada tanggal  4 November 1980.
- Perkara Jesicca Kumalawongso
Pada Oktober 2016, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 20 tahun penjara terhadap Jesicca Kumalawongso atas kejadian yang terjadi di Kafe Olivier, Grand Indonesia, yang menewaskan Wayan Mirna Salihin. Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan Terdakwa Jessica Kumala alias Jessica Kumala Wongso alias Jess telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pembunuhan Berencana dengan pidana penjara selama 20 (dua puluh) Tahun.
Dalam kasus ini, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, tidak ada alat bukti maupun saksi yang secara eksplisit mampu membuktikan bahwa Jessica adalah orang yang telah memasukkan racun sianida ke dalam kopi Vietnam yang diminum oleh Mirna.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!