Mohon tunggu...
Gading Satria Nainggolan
Gading Satria Nainggolan Mohon Tunggu... Pengacara - Pengacara pada Gading and Co. Law Firm

Seorang pengacara yang telah berkarir di dunia hukum sejak 2010. Memiliki ketertarikan untuk menuliskan buah-buah pikir saya terhadap persoalan-persoalan tertentu yang terjadi di masyarakat dari sudut pandang hukum. Dengan pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki, kiranya setiap tulisan saya memberikan wawasan baru bagi para pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hak Asuh Anak Jika Orang Tua Bercerai

9 Juli 2024   15:53 Diperbarui: 10 Juli 2024   16:57 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.pixabay.com (gambar bebas copyright via pixabay)

Author: Gading Satria Nainggolan, S.H., M.H. (Managing Partner of Gading & Co. Law Firm)

Perkawinan pada dasarnya adalah suatu hubungan yang sakral karena melibatkan Tuhan Yang Maha Esa di dalam pengikatannya. Dengan impian untuk menjalin hubungan suami istri yang harmonis, bahagia, serta kekal selamanya, pasangan suami istri tentunya memiliki harapan yang besar di dalam perkawinan mereka. Hal tersebut sesuai dengan tujuan dari perkawinan yang disebutkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ("selanjutnya disebut sebagai "UUP"), yang selengkapnya menyatakan:

"Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa"

Namun, dalam banyak pengalaman di masyarakat, perkawinan sering kali justru bertolak belakang dengan apa yang diimpikan pasangan. Seiring berjalannya waktu, pasangan tersebut sering kali mulai menemukan ketidakcocokan satu sama lain, sehingga apabila salah satu atau kedua belah pihak merasa sudah tidak ada lagi kecocokan dan tidak ada lagi harapan untuk hidup bersama, pada umumnya pasangan tersebut akan memutuskan untuk mengakhiri ikatan janji perkawinan mereka (bercerai).

Penulis meyakini tidak ada satupun pasangan yang menginginkan terjadinya perceraian di dalam perkawinan mereka, terlebih apabila pasangan tersebut telah dikaruniai keturunan. Anak sering kali menjadi alasan utama pasangan suami istri untuk mempertahankan perkawinannya sekalipun sering terjadi perselisihan.  Hal tersebut semata-mata untuk menjaga kondisi psikis yang akan ditanggung oleh anak pasca perceraian orang tuanya.

Namun, apabila memang perkawinan tersebut memang benar-benar tidak lagi dapat diselamatkan (sekalipun ada anak), banyak juga pasangan yang memutuskan untuk tetap bercerai

.

Lantas jika pasangan tersebut telah memiliki keturunan dan tetap ingin bercerai, bagaimana penentuan hak asuh yang diatur oleh peraturan perundang-undangan kita?

Hak Asuh Pasca Perceraian

Jangan pernah menganggap bahwa perceraian adalah suatu "escape plan" atau cara melarikan diri dari kewajiban membesarkan anak. Terjadinya perceraian antara suami istri sama sekali tidak menghilangkan kewajiban dari pasangan tersebut untuk memberikan penghidupan dan pendidikan yang layak bagi keturunannya.

Hal tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 41 huruf a UUP yang selengkapnya menyatakan:

"Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun