Mohon tunggu...
Dini Erian
Dini Erian Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Balada Alsintan Kementerian Pertanian

11 Desember 2018   16:34 Diperbarui: 11 Desember 2018   16:35 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang tahu berapa banyak anggaran yang dikeluarkan Kementerian Pertanian untuk bantuan Alat Mesin Pertanian atau biasa disebut Alsintan? Sebesar 5M? 10M? 15M? Masih jauh! Nih saya beri tahu, anggarannya mencapai Rp 2,81 trilun! Untuk pembelian 70.839 unit yang berfokus pada subsektor padi, jagung dan kedelai.

Dengan anggaran yang sebegitu besar, harapannya mampu meringankan biaya operasional petani, serta meningkatkan produktivitas pertanian kita. Namun bagaimana kenyataannya? Zero!

Bantuan ini tidak terkonsep dan terencana dengan matang. Terbukti sebagian besar petani justru gagap mengoperasionalkannya. Jika seperti ini, apa namanya kalau bukan mubazir?  

Akan berjalan maksimal apabila jauh sebelum disebarkan, ada pelatihan operasional alat di lapangan, mempertimbangkan mengenai kesesuaian dengan kondisi lahan, juga sebaiknya terlebih dulu membangun klaster-klaster yang proses mulai prapanen hingga pascapanen terkoneksi secara menyeluruh.

Setiap klaster berisikan para petani, penggiling padi, hingga manajemen pengelola yang terdiri atas para ahli beserta seluruh alsintan yang diperlukan, mulai prapanen hingga pascapanen. Dengan demikian, seluruh proses dapat dilakukan secara terpadu yang pada akhirnya akan menimbulkan efisiensi dan efektivitas bahkan mampu memotong rantai pasok.

Kini nasib alsintan makin tidak jelas juntrungan. Bahkan Di Pulau Jawa yang merupakan sentra pertanian Indonesia, sebagian besar malah nganggur di dalam gudang.

Sudah dari jauh-jauh hari Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santoso  mengingatkan Kementan bahwa faktor utama pendorong produksi pertanian adalah benih, pupuk, pengendalian, dan irigasi, bukan alsintan.

Peringatannya kini terbukti. Angka produktivitas dalam negeri masih memperihatinkan. Database Kementan sendiri menyebutkan, kita masih harus impor bahan makanan pokok demi mencukupi kebutuhan dalam negeri. Terhitung dari Januari hingga September tahun 2018, kita melakukan impor beras sejumlah 1,73 juta ton, jagung 770.000 ton, dan kedelai 5,4 juta ton.

Bukan hanya tahun ini impor kita tinggi bahkan sejak tahun-tahun lalu. Puncaknya ya dalam dua tahun terakhir, naik begitu tajam terutama pada beras, jagung dan kedelai. Miris bukan?

Komitmen untuk menjadi lumbung pertanian dunia boro-boro bisa tercapai, buat kebutuhan dalam negeri aja masih empot-empotan.

Lantas, apa salah jika saya berpendapat program alsintan ini hanya buang-buang duit? Pemborosan! Tentu perlu dilakukan evaluasi besar-besaran. Jangan sampai uang negara terbuang sia-sia tanpa ada target yang berhasil dicapai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun