Dibalik keindahan waterfront atau yang dikenal dengan tepian sungai Kapuas yang terletak di kota Pontianak tepatnya di Kelurahan Benua Melayu Laut, terdapat kenyataan bahwasanya masih ada banyak kawasan pemukiman warga yang jauh dari kata layak. Sehingga pemerintah menyediakan bantuan sosial berupa Program Keluarga Harapan (PKH) kepada warga atau keluarga yang dinilai layak untuk memperoleh bantuan dengan beberapa kriteria diantaranya seperti orang tua tunggal menghidupi anak yang sedang menempuh pendidikan dan lansia yang tidak berpenghasilan tetap hingga tidak bekerja.Â
Salah seorang warga yaitu Ibu Rahmawati yang saat ini berusia 48 tahun, merupakan warga aktif penerima bantuan sosial berupa Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Pontianak Selatan, Kelurahan Benua Melayu Laut. Keluarganya menerima bantuan sosial PKH sebesar Rp 600.000,- per tiga bulan sekali yang ia manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya.Â
Dengan pendidikan terakhir sebagai lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), beliau bekerja sebagai pedagang dan juga menawarkan jasa seperti catering makanan hingga memasak untuk acara hajatan maupun acara nikahan. Melalui wawancara mendalam yang kami lakukan, beliau membagikan kisahnya dimana ketika sedang sepi orderan catering makanan, maka ia biasanya akan berjualan berbagai macam makanan ringan hingga aneka menu sarapan yang berlokasi di tempat yang cukup jauh dari tempat tinggalnya.
Memiliki total 3 orang anak, ia saat ini tinggal dengan 2 orang anaknya yang sedang berada di bangku sekolah SD dan SMA, sementara satu orang anak lainnya sedang menempuh pendidikan S1 di pulau Jawa. Ia merupakan orang tua tunggal karena suaminya telah meninggal dunia pada sekitar tahun 2016 lalu, sehingga kini ia harus menjadi kepala keluarga sekaligus tulang punggung keluarga untuk menghidupi ketiga anaknya. Ia menggambarkan betapa sadarnya akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya sehingga ia terus berusaha untuk mencukupi kebutuhan sekolah anak-anaknya terlebih anaknya yang sedang kuliah meski harus terus berjualan dan menawarkan jasa catering makanan.
Dengan berbekalkan pengalaman dan kegigihannya dalam bekerja, beliau mampu memperoleh pendapatan hingga berkisar antara Rp 3.500.000,- hingga Rp4.000.000,- per bulan sehingga dengan demikian kebutuhan berupa makan tentunya terpenuhi bagi ia dan kedua anaknya yaitu 3x dalam sehari. Rumah yang ia tinggali bersama kedua anaknya merupakan rumah yang kini berstatus atas nama nya yang di wariskan oleh almarhum orang tuanya untuk ia dan anak-anaknya. Dengan dinding rumah setengah tembok dimana sebagian lainnya berbahan papan, beratapkan seng seperti yang pada umumnya digunakan oleh masyarakat lain, dan berlantai kayu/papan dimana jika dilihat secara menyeluruh rumah hunian keluarga Ibu Rahmawati masih cukup layak untuk dihuni oleh ia dan anak-anaknya.
Rumah yang ia dan anak-anaknya tempati memiliki ukuran cukup luas dengan panjang hingga 10 meter, dan lebar 12 meter serta luas tanah 12 x 15 m2 ini dibangun di dataran rendah yang cukup dekat dengan sungai sehingga menimbulkan risiko rentan terkena banjir ketika curah hujan di Pontianak semakin meningkat. Hal tersebut tentunya menjadi tantangan dimana banjir akan menghambat kegiatannya sehari-hari dan menghalangi akses baginya untuk bekerja. Meski demikian, Ibu Rahmawati mengaku tetap akan tinggal di rumahnya sebab rumah tersebut sangat berharga bagi ia secara pribadi karena merupakan peninggalan dari orang tuanya yang sudah tiada.
Rumah kediaman keluarga ini terdiri dari lima ruangan termasuk diantaranya terdapat dua kamar tidur, ruang tamu, ruang keluarga dan ruang dapur dimana satu kamar tidur ia tempati bersama anaknya yang masih SD, dan seorang anaknya yang menempuh pendidikan SMA menempati kamar lainnya. Dengan kondisi rumah yang cukup luas dan tertata dengan rapi menciptakan suasana yang nyaman bagi ia dan kedua anaknya.
Bagi sebagian warga di Benua Melayu Laut khususnya yang berada di pinggiran sungai Kapuas, akses air bersih cukup sulit karena berdasarkan pengamatan di lokasi sebagian besar warga memanfaatkan air sungai Kapuas untuk keperluan mandi dan mencuci. Namun, bagi keluarga ini tinggal di pinggiran sungai tidak menjadi halangan untuk mengakses air bersih karena ia menggunakan jasa PDAM untuk keperluan seperti memasak dan mencuci.Â
PDAM yang kini digunakan dulunya adalah bantuan dari pemerintah dimana diberikan subsidi pemasangan, namun untuk saat ini dan seterusnya tagihan layanan PDAM sepenuhnya ditanggung oleh keluarga ini. Begitu juga halnya dengan layanan listrik yang ia gunakan yaitu PLN dimana dalam pemasangannya mendapat bantuan dari pemerintah yang berdaya sebesar 450watt, namun untuk tagihan listrik tetap ditanggung oleh beliau. Dalam kehidupannya sehari-hari, narasumber dan kedua anaknya menggunakan kompor berbahan bakar gas untuk keperluan memasak.
Menjadi seorang kepala keluarga bukanlah hal yang sederhana, beliau harus bertanggung jawab atas kesehatan anak-anaknya sehingga ketika memiliki keluhan terkait kesehatan, keluarga penerima Bansos PKH ini rutin melakukan check-up ke puskesmas terdekat menggunakan BPJS karena hal tersebut menjadi salah satu prasyarat untuk terus menerima bansos PKH. Aktivitas sehari-hari seperti berbelanja keperluan rumah tangga dan pergi berjualan tentunya secara tidak langsung menuntut mereka untuk memiliki kendaraan bermotor dan sepeda sebagai sarana bagi ia untuk leluasa beraktivitas serta pekerjaan pelayanan jasa catering dan memasak di hajatan hingga pernikahan lah yang menuntut nya untuk dapat mengendarai motor agar bisa pergi ke lokasi dimana konsumen nya berada.
Keluarga ini memiliki beberapa aset berupa satu buah motor untuk keperluan transportasinya dalam bekerja, dan satu buah sepeda yang digunakan oleh anak nya untuk bersekolah. Selain itu, ia memiliki berbagai aset lainnya diantaranya adalah sebuah televisi berukuran 32 inch, satu buah kulkas yang ia manfaatkan untuk menyimpan bahan makanan dan bahan dagangannya, kipas angin hingga mesin cuci untuk meringankan pekerjaan rumah yaitu mencuci pakaian dikala ia sedang sibuk bekerja dan satu buah dispenser. Sementara itu, ia memiliki dua buah handphone android yang mendukung pekerjaannya dalam menghubungi konsumen serta satu buah lainnya dimanfaatkan guna kepentingan belajar anak-anaknya yang sedang dibangku sekolah.
Meski tidak memiliki satupun aset di bidang pertanian seperti kebun, dengan berjualan dan menawarkan jasa catering serta memasak untuk hajatan, ia hingga kini mampu membiayai kebutuhan keluarganya sehari-hari serta keperluan pendidikan anak-anaknya. Sehingga tidak memiliki aset pertanian bukan berarti ia tidak mampu secara ekonomi.
Berdasarkan keterangan warga setempat, keluarga ini mencerminkan sebuah keluarga sederhana yang menjalani kesehariannya dengan berinteraksi dan berbaur dengan tetangga-tetangga nya dengan rukun, menurut salah seorang tetangga nya beliau merupakan sosok wanita yang ceria sehingga menjadi sosok orang yang membawa suasana positif dikalangan masyarakat. Kisahnya sebagai orang tua tunggal sekaligus kepala keluarga dan berhasil menyekolahkan ketiga anaknya dengan layak menjadi sebuah inspirasi bagi banyak orang meskipun ditengah kekurangan dan statusnya sebagai orang tua tunggal tidak menutup kemungkinan baginya untuk terus meningkatkan taraf hidup melalui kegigihan dan perjuangannya dalam bekerja.
Wawancara mendalam dan observasi dilaksanakan pada Januari-Maret 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H