Seperti yang diketahui, pandemi Covid-19 sudah terjadi sekitar dua tahun sejak pertama kali diumumkan pada Maret 2020. Pandemi ini menyebabkan berbagai permasalahan seperti dalam bidang pendidikan, sosial, politik, dan ekonomi. Salah satunya adalah melemahnya ekonomi suatu negara. Hal ini tentu saja berdampak besar bagi masyarakat. Apalagi dengan serangkaian kebijakan pemerintah yang semakin menyulitkan masyarakat, seperti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) baik mikro ataupun darurat. Keadaan ini membuat masyarakat membutuhkan bantuan pemerintah agar dapat tetap bertahan hidup.
Di Indonesia sendiri, pemerintah menyalurkan berbagai bantuan sosial untuk membantu masyarakat selama pandemi Covid-19. Dana triliunan rupiah digunakan untuk program Jaring Pengaman Sosial yang diharapkan dapat mendongkrak perekonomian negara. Dilansir dari Tribun News, bantuan ini berupa Program Keluarga Harapan (PKH), Program Bantuan Sosial Tunai (BST), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Sembako, BLT Dana Desa, Program Bantuan Beras Bulog, Subsidi Listrik dan Abnomen, Program Kartu Prakerja, serta Subsidi Kuota Internet.
Namun, bantuan yang seharusnya digunakan untuk membantu masyarakat malah menjadi sasaran korupsi oleh pejabat di Kementrian Sosial (Kemensos). Korupsi tersebut didalangi oleh Juliari Batubara yang saat itu menjabat sebagai Menteri Sosial. Dilansir dari Kompas.com, ia ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek. Kasus ini bermula dari adanya program bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kemensos pada tahun 2020 yang bernilai sekitar 5,9 triliun.
Juliari sebagai Menteri Sosial menunjuk Matheus dan Adi sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek tersebut. Ia diduga menyepakati ditetapkan adanya fee dari setiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos. Untuk setiap paket dipotong 10.000 per paket sembako dari nilai 300.000 per paket bansos. Total uang suap yang diterima oleh Juliari sekitar 17 miliar, dan uang tersebut diduga digunakan untuk keperluan pribadi. Tak hanya itu, korupsi bansos ini juga terjadi di beberapa daerah yang melibatkan kepala daerahnya.
Sama halnya dengan Indonesia, Jepang juga memiliki berbagai kebijakan untuk menangani pandemi Covid-19. Untuk membantu meringankan beban rakyatnya, Pemerintah Jepang menyiapkan dana subsidi untuk kelompok usaha kecil dan menengah yang terdampak pandemi. Jika ingin mengajukan dana subsidi ke pemerintah, masyarakat harus membuat proposal yang memuat nama, nomor identitas, hingga nomor pajak.
Tak hanya Indonesia yang terlibat kasus korupsi dana bansos Covid-19, Jepang juga ternyata mengalaminya. Dana subsidi yang harusnya digunakan oleh orang yang lebih membutuhkan malah dimanfaatkan oleh sekelompok orang yang tak bertanggung jawab untuk kepentingannya sendiri. Buronan Jepang ini bernama Mitsuhiro Taniguchi. Ia melakukannya tidak sendiri, melainkan dengan komplotannya yang lain, termasuk juga anak dan istrinya.
Bagaimana bisa hal itu terjadi?
Dilansir dari Catch Me Up, Mitsuro Taniguchi ini terbukti bersalah karena memanfaatkan pandemi untuk mengajukan dana subsidi dengan mengaku-ngaku bahwa bisnisnya terpuruk akibat terdampak pandemi Covid-19. Dari bulan Juni hingga Agustus 2020, Taniguchi beserta komplotannya sudah membuat hingga 1.700 proposal palsu, dan ada 960 proposal yang dananya sudah cair. Total dana yang mereka kumpulkan adalah sekitar 960 juta yen atau 105 miliar.
Usaha mereka tak berlangsung lama, Pemerintah Jepang sudah menyadari bahwa Taniguchi dan komplotannya ternyata melakukan penipuan. Kepolisian Jepang langsung menindaklanjuti kasusnya dan berhasil menangkap istri serta kedua anaknya. Mereka ditangkap karena membantu Taniguchi memalsukan nomor-nomor pajak untuk proposal yang dibuat. Namun saat mencari Taniguchi, ia ternyata sudah kabur meninggalkan Jepang pada bulan Oktober, dan ternyata ia kabur ke Indonesia.
Pemerintah Jepang melakukan penelusuran rekam jejak paspor yang digunakan Taniguchi. Setelah ditelusuri, ia ternyata sudah masuk ke Indonesia sejak 16 Oktober 2020 melalui Bandara Soekarno Hatta, ia masuk menggunakan VITAS (Visa Tinggal Terbatas). Dilansir dari Jawa Pos, Taniguchi juga merupakan pemegang KITAS (Kartu Ijin Tinggal Terbatas) yang dikeluarkan oleh Kantor Imgrasi Kelas I Khusus TPI Jakarta Selatan pada 19 April.
Kepemilikan KITAS inilah yang membuat Taniguchi dapat menetap sementara di Indonesia. Sehingga Kedutaan besar Jepang menginformasikan hal tersebut ke pihak imigrasi Indonesia, lalu mereka bekerja sama dengan polisi untuk melacak keberadaan Taniguchi. Hasil pelacakannya, Taniguchi ditemukan berada di Lampung.