Partai Demokrat pada pemilu di tahun 2004 masuk urutan 5 besar sehingga dapat mengusung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Capres dari partai Demokrat. Banyak masyarakat simpatik pada partai ini karena di citrakan sebagai partai yang bersih, partai yang anti korupsi dan mempunyai misi untuk memberantas korupsi. Slogan Partai Demokrat yang mengatakan “katakan tidak untuk korupsi” yang selalu menghiasi iklan layar TV membuat masyarakat banyak yang tertarik pada partai ini. Pada puncaknya Partai Demokrat pada Pemilu di tahun 2009 menjadi pemenang pemilu dan bisa mencalonkan SBY jadi Capres lagi. Hal tersebut di latarbelakangi karena faktor elektabilitas dari SBY yang cermelang selama menjadi Presiden 2004 -2009 sehingga dapat mengangkat Partai Demokrat memperoleh suara terbanyak pada pemilu di tahun 2009.
Partai Demokrat pada pemilu tahun 2009 mempunyai nilai tawar yang tinggi yaitu 25,39% suara, perolehan suara yang didapat meningkat 3 kali lipat. Banyak partai yang mendekati dan ingin berkoalisi dengan Partai Demokrat diantaranya PKS, PKB, PPP dan PAN. Sehingga Capres SBY yang diusung oleh Partai Demokrat menang hanya dengan 1 kali putaran yaitu sebanyak 60,80% suara. Dengan adanya kasus korupsi yang menyeret para anggota-anggota dari Partai Demokrat, dan diperparah dengan tertangkapnya Anas Urbaningrum sebagai ketua Partai Demokrat yang juga terjangkit dengan kasus korupsi menyebabkan pemilu di tahun 2014 Partai Demokrat kehilangan suara banyak oleh para pendukung-pendukungnya. Perolehan suara yang didapat oleh Partai Demokrat menurun sangat signifikan dari 25,39% suara menjadi 10,19% suara. Ini dikarenakan masyarakat memberi image negative yaitu Partai Demokrat sebagai Partai terkorup karena kasus korupsi yang menyeret banyak anggota-anggota Partai ini.
Dengan perolehan suara itu Partai Demokrat harus berkoalisi. Tetapi dalam perkembangannya belum ada partai yang menyatakan untuk berkoalisi dengan partai ini. Ke arah manakah Demokrat akan berlabuh ?. Dimana teman lama yang dulu ada saat Demokrat cemerlang ?. Apakah Demokrat ditinggalkan teman-teman lamanya karena tidak mempunyai kekuasaan lagi?. Apakah sekarang partai-partai berkoalisi hanya berdasarkan kepentingan untuk mencari kekuasaan bukan bergabung karena persamaan basis ideolginya?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H