Melihat kasus-kasus yang terjadi sebelumnya, yang memperlihatkan betapa kontrasnya penegakan hukum di Indonesia.Salah satunya yaitu kasus "3 biji kakao" nenek Minah, hingga kasus "petaka semangka" Basar dan Kholil, menjadi pemandangan kontras betapa ratu keadilan dengan mudahnya menebas hak-hak kaum proletar secara serampangan. Sehingga besties of justice telah tergantikan dengan bassinet of justice, yang mudah dimanipulasi oleh para penegak hukum.
Penegakan hukum di Indonesia masih dirasa tidak adil. Betapa tidak, para koruptor yang menyantap uang rakyat bermilyar-milyar, bahkan bertriliyun rupiah, hanya dipenjara beberapa tahun dan denda yang tidak sesuai dengan uang negara yang mereka nikmati. Bahkan dengan mudah mendapatkan keringannan hukuman dari pemerintah, hal ini membuat para koruptor merasa tidak kapok untuk melakukan hal yang serupa. Sedangkan rakyat biasa di daerah pinggiran yang hanya mengambil “secuil” kakao katakanlah, malah diberi hukuman yang cukup berat dan tidak seimbang dengan apa yang diambilnya. Memang cukup memprihatinkan kondisi penegakan hukum di Indonesia, bahkan mungkin ada, orang yang seharusnya dibela dan dipertahankan hak asasinya malah menjadi korban ketidak adilan aparat penegak hukum. Begitu juga sebaliknya, orang yang seharusnya mendapatkan hukuman atas perbuatan yang dilakoninya malah di bela habis-habisan oleh aparat penegak hukum. Lalu kemudian di manakah asas hukum yang berbunyi “Asas Equal Before the law (Perlakuan Yang sama didepan Hukum)”
Suatu asas dimana setiap orang atau individu itu memiliki kedudukan yang sejajar antara satu dengan yang lainnya didepan hukum, dan pengadilan didalam mengadili seseorang tidak boleh membeda-bedakan orang satu dengan yang lainnya. Dasar hukumnya diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) UU Nomer 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman : Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
Penegak hukum seharusnya berjalan tidak semata melihat fakta, tapi mempertimbangkan serta menelusuri bagaimana latar belakang, serta alasan mengapa kejahatan itu bisa terjadi, juga menimbang rasa keadilan dalam memberikan keputusan. Hakim diwajibkan mencari dan menemukan kebenaran materiil yang menyangkut nilai-nilai keadilan dalam memutus perbuatan pidana. Dengan ini diharapkan dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya sehingga tidak ada kejadian seperti yang dialami nenek Minah lagi.
Tugas kita sebagai mahasiswa pendidikan tentunya memelihara diri kita, menjaga diri kita agar selalu berada pada rel kebenaran, rel kejujuran berdasarkan moral value. Terlebih lagi kita sebagai mahasiswa /mahasiswi calon pendidik para generasi penerus bangsa tentunya yang akan membentuk karakter para peserta didik yang nantinya menentukan bagaimana karakter yang harus ditanamkan kepada peserta didik.
Tentunya ini masih menjadi PR besar bagi aparat penegak hukum yang menjadi pembawa amanah rakyatnya, penegakan hukum yang adil terus menjadi harapan guna mewujudkan law enfrocement yang semestinya. Usaha untuk mengakkan hukum yang berkeadilan trus dilakukan dan tiada henti, ini menunjukkan betapa beratnya menjunjung tinggi keadilan di Indonesia. Akan tetapi, keyakinan atas pencapaiannya tidak boleh pernah goyah atau redup sedikitpun.Tentunya di masa yang akan datang kita berharap bahwa tak perlu lagi kita mengais-ngais untuk sekedar mencari sebongkah nurani di tengah-tengah ilalang keadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H