Mohon tunggu...
dinda pranata
dinda pranata Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger, Book Enthusias, Translator Bahasa Jepang

Ibu Rumah Tangga yang suka nulis. Punya motto "yang penting coba dulu". Baca buku bukan cuma buat gaya-gayaan tapi gaya hidup. Find me at www.senjahari.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Komunitas Bucin Buku di Papua Barat, Punya Kisah Tak Biasa

6 September 2023   19:53 Diperbarui: 7 September 2023   08:11 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan Belajar Bersama. Doc: Lamek Dowansiba

Kalau mendengar kata bucin yang terbayang pasti seorang kekasih yang lagi bawa bunga, terus mengucapkan kata I Love You. Atau bagi pecinta drama korea, kata bucin ini lekat dengan drama Crash Landing On You yang hari tayangnya bisa jadi hari bucin sedunia. 

Nah, ini berbeda denga bucin romantis ala teman-teman komunitas di Papua Barat yang punya kisah bucin luar biasa tapi enggak bikin meringis. Nama komunitasnya adalah Komunitas Suka Membaca (KSM). Saking bucinnya sama buku dan literasi, mereka sampai bisa membuat adik-adik di Papua Barat, ikut bucin sama buku-buku.

Bagaimana cerita bucin literasi komunitas ini?

Bonding Romantis dan Literasi

Mendengar nama Papua Barat pasti lekat dengan deretan pantai berpasir putih serta deburan ombak dan tentu saja Raja Ampat yang luar biasa. Apalagi jika kita bisa menikmati secangkir kopi hangat di pinggir pantai waktu senja, bersama dengan buku di tangan, suasananya pasti kian romantis. Namun tunggu dulu, ini bukan perihal romantis ala drama korea yang levelnya bikin hati meleleh. 

Justu ini romantis realistis yang membuat kita jadi lebih kritis melihat fenomena literasi di negeri sendiri. Ketika mewawancari via pesan instan, salah satu pegiat literasi, Mas Lamek Dowansiba atau biasa kupanggil mas Lamek ini, bercerita bagaimana ia dan komunitasnya melakukan bonding romantis dengan literasi bersama adik-adik di Papua Barat ini.

Dulu di Papua ini, akses pendidikan dan buku sangat terbatas. Kami hanya ingin adik-adik di Papua bisa punya akses buku yang menunjang pendidikan.

Lamek Dowansiba

Berangkat dari keinginan beberapa orang untuk memberikan akses literasi yang baik kepada generasi penerus, Komunitas ini terbentuk 20 April 2013. Komunitas ini terus melakukan bonding literasi bersama adik-adik melalui program-program yang menjadi agenda wajib dari komunitas itu. 

"Memang apa sih agenda komunitas literasi, 'kan paling-paling cuma kumpul buat baca-baca! So, what gitu?"

Gini lo ya, komunitas literasi ini enggak melulu soal baca-baca saja. Ya tergantung sama pengelola komunitas juga. Salah satunya ya Komunitas Suka Membaca di Papua Barat ini. Mereka ternyata punya agenda wajib yang harus berjalan demi tema besar yang mereka bawa yaitu Anak Cerdas Papua Maju. Jadi bonding romantis yang mereka lakukan sukses bikin bucin jadi lebih bermakna.

Bucin yang Enggak Bikin Keblinger

Dokumentasi Pribadi Mas Lamek
Dokumentasi Pribadi Mas Lamek

Komunitas Suka Membaca mengubah paradigma bucin yang sekedar cinta-cinta monyet. Mereka mengubah bucin jadi punya makna lebih dalam, ketimbang gelantungan di bahu pacar. 

"Eh, nyindir nih?"
"Enggak kok, serius!" kata narator.

Emang kita bisa punya manfaat apa sih gelantungan di bahu pacar? Paling cuma sekedar jadi tontonan orang yang numpang lewat. Bedanya dengan bucin ala KSM, mereka pakai aksi kebaikan yang buat orang jadi ikutan bantu. Salah satunya mereka berusaha memerdekakan teman-teman dan adik-adik penerus bangsa di papua dari buta aksara. 

Komunitas Suka Membaca memiliki lima agenda antara lain mendirikan rumah baca; perpustakaan mini; aktivitas belajar mengajar di rumah baca; revolusi mental dan aksi bagi-bagi buku. Selain itu, Mas Lamek yang doyan baca buku autobiografi ini, juga ikut lo turun ke lapangan mengajar untuk adik-adik Papua Barat. Salah satu yang mengesankan, sampai naik ke dataran pegunungan!

Pendidikan itu harus bebas dari kepentingan apapun termasuk kepentingan politik 

Lamek dalam Film Dokumenter "Lamek"

Masak iya sih, memerdekakan buta aksara sampai naik gunung?

Ini serius terjadi dan bukan sekedar kaleng kosong tanpa isi. Begini ya, kalau lihat papua dengan raja ampatnya, kalian juga perlu lihat orang-orang di sekelilingnya. Perkara alam, mereka tiada duanya, tapi realita pendidikannya, mereka masih harus berpayah-payah. 

Bayangkan saja untuk bisa memerdekakan diri dari buta aksara, anak-anak di pegunungan Arfak, salah satunya di Kampung Dogrijmog, harus rela jalan kaki berpuluh-puluh kilo meter. Kita saja jalan dua kilo bisa habis air satu galon, bagaimana dengan mereka yang berjalan ke sekolah berpuluh-puluh kilo?

"Lokasi sekolah di sana sangat jauh. Adik-adik harus berjalan untuk sampai ke sekolah yang kurang lebih sepuluh kilometer," katanya. Melihat kondisi itu akhirnya Mas Lamek sebagai ketua Komunitas Suka Membaca ini tergerak. KSM memindahkan rumah baca Sijo di Manokwari ke Kampung Dogrijmog, pegunungan Arfak demi membuka pintu literasi di tempat itu. "Rumah baca Sijo di Pegunungan Arfak ini, menjadi rumah baca ke-38 dari komunitas membaca ini," begitu katanya. 

Bucin Buku jadi Bucin Bangku 

SDN 65 Geru Jaya. Doc: Lamek Dowansiba
SDN 65 Geru Jaya. Doc: Lamek Dowansiba
"Di Kampung Dogrijmog, masih banyak orang yang belum bisa baca tulis. Makanya, saya dan kawan-kawan komunitas di 2021 membawa Rumah Baca Sijo untuk hadir di Kampung Dugrijmog. Puji Tuhan, mereka senang dengan adanya rumah baca Sijo yang membantu mereka mengenal baca, tulis dan berhitung," imbuh Mas Lamek.

Ah, kan buka rumah baca saja semua orang bisa? Tinggal punya banyak buku dan tempat.

Meski semua orang bisa saja membuat rumah baca, tapi tidak semua orang punya nyali untuk membuka rumah baca. Seperti Mas Lamek dan kawan-kawan komunitas ini, mereka harus menghadapi tantangan berat misalkan saja bagaimana mengangkut buku-buku, bahan ajar hingga membakar semangat kawan-kawan untuk pergi ke Pegunungan Arfak dengan jarak tempuh yang jauh. Belum lagi medan berbatu dan berdebu yang sering kali menjadi kawan serta lawan perjalanan. 

"Meski ada tantangan dalam membangun rumah baca, juga dari masyarakat yang masih buta baca tulis. Namun, berkat anak-anak dan masyarakat mulai tahu pentingnya pendidikan, rumah baca ini kini terbangun," Kata Mas Lamek, "dan situasi seperti inilah yang sebenarnya ingin kami perlihatkan kepada masyarakat di Bangsa ini," lanjutnya.

Berbekal tekad kuat mas Lamek dan kawan-kawan KSM, mereka yang awalnya bucin buku sekarang berubah adi bucin bangku. Apaan sih kok enggak nyambung? apa hubungannya dari bucin buku ke bucin bangku? 

Tahu enggak kalau Rumah Baca Sijo yang dikembangkan oleh komunitas suka membaca ini, sekarang sudah resmi menjadi sekolah dasar negeri. Nama sekolah saat ini SDN 65 Geru Jaya yang memiliki empat orang guru dan dua puluh enam siswa, data ini diambil dari laman kemdikbud.go.id

Meskipun bangunan masih teratap rumbia dan bukan sekolah yang menggunakan dinding batu, tapi semangat dari anak-anak yang ada di sana dalam mengejar ketertinggalan mereka sangat luar biasa. Enggak heran sosok Lamek Dowansiba pantas menerima apresiasi oleh astra di tahun 2021 lalu. Tak hanya itu, Mas Lamek tak lantas berpuas diri hanya memenangkan penghargaan dan mendapat elu-elu pujian, ia tetap konsisten membangun masyarakat yang cerdas lewat gerakan senyapnya dalam bidang pendidikan.

Invitasi dan Diskusi

Komunitas Suka Baca ini sudah memiliki 50 pengajar di tahun 2022 dan sudah ribuan anak yang terbantu lepas dari buta huruf. Beberapa sekolah dan di wilayah pedalaman, sudah berdiri rumah-rumah baca dan banyak buku yang terdistribusi, untuk membantu peningkatan literasi. Meski masih banyak rumah baca yang dibangun di rumah ibadah dan rumah warga, tapi ini tak menyurutkan niat anak-anak untuk tetap belajar serta jiwa anggota KSM yang pudar.

Sementara kita di sini sibuk menangisi sinyal yang sering ghosting, mereka di sana sibuk membangun literasi tanpa peduli sinyal yang timbul tenggelam. Kita di sini sibuk mengeluh buku tebal yang harus dibaca, mereka di sana bermimpi bisa menikmati akses buku yang bebas didapat. Tidakkah kita sedikit merasa malu dengan semangat mereka di tengah keterbatasan?

Pendidikan menjadi hal yang penting bagi kemajuan bangsa, harusnya hal itu menjadi prioritas utama untuk pembangunan demi mencetak generasi-generasi unggul Indonesia. Setelah membaca ini, apa yang kamu pikirkan? Bisakah kita berbuat lebih untuk mereka yang harus berlari untuk merdeka dari buta aksara?

Kamu bisa berbagi opini di kolom komentar, apapun opinimu akan diterima baik kok. Asal kamu beropini dengan bijak dan sopan. Semata-mata demi jejak digitalmu tetap baik dan bersih.

Happy Wednesday!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun