"Aduh! Bapak ini main game melulu. Bantuin gitu!"
"Memangnya cuma perempuan saja yang mau dimengerti, laki-laki kan juga mau!"
ini adalah kata-kata yang cukup sering tercetus kaum lelaki, ketika mereka berselisih paham dengan sang istri mengenai dalam melakukan hobinya. Tak jarang respon kaum bapak-bapak ini membuat istrinya bisa ngambek berhari-hari yang kemudian dihibur dengan seperangkat kosmetik atau makanan kesukaan.
Tapi wahai bapak dan ibu yang budiman, kita ini sebenarnya serupa tapi tak sama lho! Baik laki-laki dan perempuan, suami dan istri sebenarnya boleh saja memiliki hobi untuk menjaga dirinya tetap waras dan sehat secara mental. Bagaimana kita menyikapi hobi dari suami tercinta?
Memahami Suami Juga Manusia Biasa!
Siapa yang bilang menjadi suami mudah daripada menjadi istri? Siapa juga yang bilang menjadi istri lebih mudah ketimbang suami? Tidak ada yang lebih mudah atau lebih sulit dari keduanya. Peran suami dan istri sama-sama memiliki tantangan tersendiri sehingga terlalu sederhana jika kita harus membanding-bandingkan masalah peran itu.
Suami dan istri adalah sama-sama manusia yang tak perlu saling berlomba untuk mendapatkan predikat siapa yang lebih berat kerjanya. Dalam sebuah pernikahan tidak ada istilah siapa yang lebih dari siapa. Jika kita terlalu sibuk membandingkan peran masing-masing maka yang terjadi adalah DUAR! Pertengkaran tanpa henti.
Tidak benar juga suami yang melakukan hobinya adalah orang yang egois. Sebenarnya, sama halnya dengan istri saat ingin melakukan 'me time'. Persepsi suami yang egois karena melakukan hobi, biasanya terjadi karena sang istri tidak tahu apa yang dikerjakan suami di kantor atau kejadian-kejadian apa yang terjadi di kantor dalam satu hari atau tiap jamnya. Bisa jadi tuntutan kerja yang melimpah ruah, atau beban kerja yang menyita fisik dan emosinya suami.
Suami adalah manusia biasa yang juga punya emosi. Hanya karena ia, laki-laki, dididik untuk tidak menunjukkan sisi emosi, bukan berarti ia menjadi lempeng-lempeng saja. Lalu apa yang bisa dilakukan istri?
Katakan! Karena Manusia Bukan Cenayang
Dunia ini (kadang) penuh dengan hal-hal idealis. Contohnya perempuan idealnya adalah sosok yang lemah lembut, tapi ketika berhadapan dengan perempuan yang 'blak-blakan', kita cenderung memandangnya sebelah mata. Begitu pun laki-laki yang idealnya adalah sosok yang kuat dan nggak cengeng, ketika berhadapan dengan laki-laki yang menanngis, kita cenderung menganggapnya cemen. Karena idealisme itu membuat laki-laki dan perempuan tidak pernah akur dalam berbagi realita.Â
Kepada para suami, Jika kau sedih atau marah atau mengalami gejolak emosi, katakanlah pada istrimu! Begitupun saat dirimu ingin melakukan hobi untuk kesehatan jiwamu. Istri bukan cenayang yang akan memahami ketika kau langsung membeli action figure favoritmu tanpa berdiskusi, katakan dengan santun dan jelas agar mereka bisa memahami.
Kepada para istri, jika kau butuh bantuan atau ingin berbagi emosi, katakanlah pada suamimu! Mereka bukan cenayang yang akan memahami bahasa kodemu dengan kau diam saja. Begitupun ketika kau tidak setuju dengan waktu suami untuk menjalani hobinya. Kemukakan alasan yang jelas dan masuk akal, agar dia bisa memahaminya.
Apa yang bisa dilakukan agar tidak terjebak dalam hobi yang toxic?
Kurangi Ekspektasi dan Beri Waktu Pada Realita
Saat memutuskan untuk menikah dan mengikat dalam hubungan suami istri, kita kadang terbawa dalam ekspektasi-ekspektasi pernikahan ideal. Idealnya suami/istri yang baik dengan saling mengutamakan satu sama lain. Tapi masalahnya, idealisme suami dan istri yang baik ini menjadikan ekspektasi kita kurang realistis sehingga banyak orang yang terjebak dalam kasus-kasus KDRT. Misalkan saat suami ingin melakukan hobinya, istri akan melarang karena alasan biaya atau kesehatan, karena tidak terima si suami memberikan cap durhaka atau bahkan memukul istri. Atau sebaliknya, saat istri ingin me time, tapi suami melarang karena alasan biaya atau urusan rumah yang mendesak, karena tidak terima istri memukul suami atau bahkan menghinanya.
Ini adalah contoh di mana hobi yang dilakukan sudah mengarah pada hobi yang toxic. Hobi yang seperti ini bukanlah hobi yang akan menenteramkan jiwa tapi justru menyakiti jiwa-jiwa yang lain. Apa yang bisa kita lakukan?
- Step Back! Â Beri jeda waktu untuk berfikir alasan-alasan dari pasangan saat melarang.Â
- Tarik nafas! jangan langsung memberi komentar aku begini-begini, pikirkan dulu alasan mengapa diri ini tidak bisa menerima alasan pasangan.
- Say it! Utarakan maksudmu menjalani hobi itu, misalkan untuk kesehatan atau menenangkan pikiran atau jika masalah biaya bisa utarakan contoh: ada pemasukan tambahan untuk menutup biaya dari hobi, dll.
- Negosiasi dan kompromikan! Jika tetap tidak bisa untuk melakukan hobi, maka tanyalah pada pasangan kapan waktu yang pas untuk melakukan hobi. Kompromilah dengan hal itu dan hadapi kenyataan bahwa memang bukan waktu yang tepat melakukan hobi.
Kecewa tidak bisa melakukan hobi saat itu? Marah dengan realitanya? Boleh, itu manusiawi . Tapi sekali lagi dalam menghadapi rasa kecewa atau marah tetap ada koridor hukum yang harus dijaga yaitu jangan sampai menyakiti/merusak/menghilangkan hak manusia seperti fisik atau mental. Berikan waktu pada realita yang dihadapi.
Jangan jadikan hobi sebagai alat untuk menyakiti jiwamu dan jiwa yang lain. Jadi bapak-bapak dan ibu-ibu, komunikasikan saat dirimu ingin menjalani hobimu ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H