Mohon tunggu...
dinda pranata
dinda pranata Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger, Book Enthusias, Translator Bahasa Jepang

Ibu Rumah Tangga yang suka nulis. Punya motto "yang penting coba dulu". Baca buku bukan cuma buat gaya-gayaan tapi gaya hidup. Find me at www.senjahari.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kasus Perundungan, Alasan Kenapa Berteman Pun Harus Pilih-Pilih

5 September 2021   15:38 Diperbarui: 5 September 2021   15:46 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak sekolah dasar guru dan lingkungan mengajarkan untuk berteman tidak boleh pilih-pilih karena semua sama. Tetapi ketika ada teman yang mencuri, memaki, sampai melukai teman justru lingkungan akan berkata "Jangan deh berteman dengan si A, si B, si C! Anaknya tukang bully." Lho kok jadi tidak konsisten? seharusnya bagaimana?

Berteman Tentu Memilih, Tapi..

Pada dasarnya manusia itu pemilih, sadar atau tidak kita selalu memilih dan menimbang tanpa kita sadari. Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi kita memang memilih kan. Contoh bangun tidur mau sarapan dulu atau mandi dulu, akhirnya pilih mandi. 

Mau tidur, pakai lampu tidur atau dalam kondisi gelap, akhirnya kita pun memilih kondisi gelap. Dan, segudang pilihan lain termasuk berteman.

Atas dasar inilah pernyataan teman tidak boleh pilih-pilih menjadi tidak konsisten. Hal yang perlu dilakukan adalah memberi batasan teman yang baik bagaimana, teman yang tidak baik bagaimana. Lho nanti kita tumbuh jadi pribadi yang suka pilih-pilih? Iya, kita menjadi pribadi yang suka milih, tapi memilih secara bijak. Maksudnya?

Memilih secara bijak berdasarkan kualitas dan bukan atribut pribadi. Kualitas disini dilihat secara moral dan memilih BUKAN dari atribut seperti suku, ras, agama atau golongan. Lalu hubungannya apa dengan kasus bullying dan pertemanan di kantor?


Pribadi Pemilih dan Kasus Bullying.

Sebagai pribadi pemilih memang tantangannya tidak mudah ada sebagian dari kita justru dibully dengan sikap yang diambil, tapi apakah itu masalah? Jangan jadikan itu masalah. Namanya juga hidup ya pasti ada saja yang membicarakan baik atau buruknya pilihan. 

Jika kita sudah merasa memilih sesuai dengan kualitas moral dan bukan atribut cukup ikuti saja prinsipnya. Lalu apa untungnya jadi pribadi pemilih? 

Pribadi pemilih membuatmu terhindar untuk menjadi korban atau pelaku itu sendiri. Pribadi pemilih membuatnya selalu mempertimbangkan baik buruknya sesuatu sebelum bertindak. Mereka akan berhati-hati sebelum memutuskan melakukan sesuatu dan itu cukup menguntungkan pribadi tersebut. 

Contohnya jika seorang pegawai junior menjadi pemilih di lingkungan kerja maka ia akan memilih untuk menghindari pegawai senior yang suka membully dengan menjaga jarak. 

Kalau senior itu menunjukkan tindakan immoral maka jangan segan untuk melapor atau bertindak. Kalau melapor tidak digubris atau justru semakin mendapat ketidakadilan, jangan segan untuk angkat kaki. Kenapa? Karena kalian terlalu baik untuk tempat semacam itu.

Mendapatkan Kerja Tidak Semudah Angkat Kaki.

Setiap tindakan dan keputusan yang diambil pasti memiliki konsekuesi. Mendapatkan pekerjaan dan gaji bagus tetapi kita menjadi korban bullying. Konsekuensinya apa? Ya kita tidak sehat secara fisik dan mental. Keluar dari pekerjaan dan melaporkan kasus bullying, konsekuensinya apa? Kita jadi pengangguran sementara. Jadi mana yang lebih baik? Tidak sehat secara fisik dan mental atau jadi pengangguran dan melaporkan pelaku.

Coba kita lihat lagi, berapa banyak kasus bunuh diri pada mereka yang bertahan di tempat kerja yang melakukan bullying. Berapa banyak pula orang yang mengalami depresi karena kekerasan seksual dan fisik yang diterima. 

Yuk jadi pribadi pemilih yang bijak dan cerdas. Sadari bahwa kalian berharga. Masih ada tempat kerja yang lebih menghargai kalian sebagai manusia dan menghargai kemampuan kalian. Don't be afraid to speak up!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun