Tindakan menyalin karya orang lain tanpa izin atau mengutip sering terjadi di dunia pendidikan, terutama di kalangan mahasiswa. Meskipun upaya untuk mencegah plagiarisme sudah dilakukan, jumlah kasus plagiarisme tetap tinggi. Plagiarisme terjadi bukan hanya karena ketidaktahuan, tetapi juga akibat tekanan akademik, kurangnya pemahaman etika akademik, dan kemudahan akses internet. Banyak universitas menghadapi kasus plagiarisme yang viral di media sosial.
Plagiarisme adalah tindakan penjiplakan yang melanggar hak cipta. Jenis-jenis plagiarisme mencakup:
1. Secondary source: Mengutip tanpa mencantumkan sumber asli.
2. Invalid source: Memberikan informasi yang tidak memadai tentang referensi.
3. Duplication: Menggunakan karya sebelumnya tanpa menyebutkan bahwa itu sudah
  dilakukan.
4. Paraphrasing: Mengambil ide tanpa menyebutkan sumber.
5. Repetitive research: Menggunakan data dan metode yang sama tanpa pengakuan.
6. Replication: Mengirim karya ke lebih dari satu penerbit.
7. Unethical collaboration: Bekerja sama untuk melanggar etika.
8. Verbatim plagiarism: Menyalin tanpa memberikan kutipan.
9. Complete plagiarism: Plagiaris secara keseluruhan.
Tantangan menghadapi plagiarisme antara lain kurangnya pemahaman, kemudahan akses teknologi, tekanan akademik, dan kurangnya aturan yang tegas. Plagiarisme merugikan dan melanggar hak cipta. Dampak buruknya termasuk sanksi akademik, hilangnya integritas akademik, penyebaran informasi salah, menghambat kemajuan ilmiah, dan menurunkan kredibilitas penerbit. Untuk menghindari plagiarisme, mahasiswa perlu menggunakan sumber terpercaya, melakukan parafrase dan sitasi, menguraikan kalimat dengan lebih detail, mencantumkan sumber, memeriksa teks, menggunakan perangkat lunak deteksi plagiarisme, dan memberikan sanksi yang proporsional kepada pelanggar. Sanksi bagi mahasiswa dan dosen yang terbukti melakukan plagiarisme diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 17 Tahun 2010.
Plagiarisme tidak hanya menjadi tanggung jawab para penulis atau peneliti, tetapi juga menjadi perhatian penting bagu pengelola jurnal seperti editor atau reviewer, sivitas akademik, serta pemangku kebijakan di bidang pendidikan. Dalam institusi pendidikan, beberapa hal dapat dilakukan untuk mencegah plagiarisme antara lain, dengan menumbuhkan integritas ilmiah, sosialisasi mengenai plagiarisme, membuat pedoman praktis, dan mengoptimalisasi peran tim kaji etik dalam hal plagiarisasi. Setiap institusi pendidikan baiknya memiliki layanan uji plagiarisme yang dapat digunakan oleh sivitas akademik. Lalu dapat dilanjutkan dengan membangun suasana akademik yang jujur dan memiliki integritas hingga menciptakan etika publikasi yang dapat diterapkan oleh mahasiswa dalam mengerjakan tugas-tugas dari kampus.
Dikutip dari TEMPO.CO, Jakarta pada 2 April 2024, Kasus plagiarisme yang dilakukan oleh salah satu mahasiswanya, Safrina Putri dari Jurusan Manajemen 2023 telah diberikan tanggapan dan sanksi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair). Klarifikasi telah diperoleh, tuduhan tindakan plagiat terbukti, dan sanksi telah dilayangkan. Sanksi tersebut diberikan dalam bentuk pencabutan nilai untuk mata kuliah yang sedang diambil di mana plagiarisme dilakukan. Safrina dan semua anggota kelompoknya diharuskan mengulang mata kuliah itu. "Kami upayakan bertindak cepat, karena kami lihat yang terjadi di media sosial sudah mulai tidak produktif," kata Wakil Dekan I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FEB Unair, Wisnu Wibowo saat dihubungi, Sabtu, 30 Maret 2024.
Didalam artikel tersebut juga disebutkan beberapa kasus plagiarisme di lingkungan kampus lain yang sempat viral, untuk membaca berita selengkapnya dapat diakses di link berikut https://www.tempo.co/politik/selain-safrina-unair-ini-kasus-kasus-plagiat-di-kampus-yang-pernah-viral-71502.
Banyaknya kasus plagiarisme yang terjadi saat ini membuat kita semakin sadar bahwa seluruh sivitas akademik memiliki peran penting dalam mencegah terjadinya plagiarisme di kampus. Plagiarisme adalah pelanggaran serius yang merugikan dunia akademik karena melanggar hak cipta, merusak integritas ilmiah, dan menurunkan kredibilitas institusi pendidikan. Fenomena ini terjadi akibat berbagai faktor, seperti tekanan akademik, kurangnya pemahaman etika, dan kemudahan akses teknologi. Plagiarisme hadir dalam berbagai bentuk, mulai dari parafrasa tanpa sumber hingga duplikasi karya, yang semuanya memiliki dampak negatif pada individu maupun institusi.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pemahaman yang mendalam tentang etika akademik, penggunaan teknologi untuk mendeteksi plagiarisme, serta penerapan sanksi tegas sesuai dengan regulasi yang ada. Institusi pendidikan juga berperan penting dalam menumbuhkan budaya integritas akademik dengan memberikan edukasi, layanan uji plagiarisme, dan menciptakan lingkungan akademik yang mendukung kejujuran. Seluruh sivitas akademik memiliki tanggung jawab bersama dalam mencegah dan menangani plagiarisme demi menjaga kualitas pendidikan.
Penulis : Murni Lestari dan Dinda Eka Nathania
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H