Mohon tunggu...
Dinda Mutia Khaerun Nisa
Dinda Mutia Khaerun Nisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Peneliti

Mahasiswa Magister Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Otoritanisme di Balik Kepemimpinan Menyebabkan Dualisme Kekuasaan Partai Politik

15 Maret 2021   13:37 Diperbarui: 13 April 2021   14:05 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi salah satu partai politik yang tidak ikut bergabung dengan pemerintahan, maka Partai Demokrat menjadi sasaran empuk bagi sebagian orang yang haus akan kekuasaan. Diketahui bahwa kepengurusan Partai Demokrat saat ini berada di bawah kepemimpinan AHY yang telah disahkan melalui SK Kemenkumham nomor M.HH-10.AH.11.01 Tahun 2020 yang diteken sejak 19 Mei 2020 lalu. Kemudian, kongres penetapan AHY sebagai Ketua Umum sendiri digelar pada Maret 2020 lalu.

Darmizal selaku pendiri Partai Demokrat, menyebutkan bahwa sejumlah kader atau faksi di internal partai kurang puas dengan kepemimpinan ketua umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), maka keputusan menunjuk figur Moeldoko sebagai bentuk kritik atas kepemimpinan AHY. Darmizal, mengatakan tidak ada yang salah memilih Moeldoko, karena sama seperti memilih SBY dulu sebagai figure Partai Demokrat.

Ahmad Yahya selaku politikus senior Partai Demokrat, mengungkapkan bahwa selama ini banyak senior yang mengeluhkan kepemimpinan AHY, salah satunya yaitu hasil Pilkada Serentak 2020 banyak yang gagal. AHY dianggap belum cukup mumpuni memimpin partai ke depan dengan tantangan mencapai parlemen threshold 5 persen atau 7 persen. Kader Partai Demokrat menginginkan perubahan yang lebih baik ke depan, kembali menjadi partai besar. Dengan demikian muncullah ide dengan menghadirkan figure mantan Panglima TNI Moeldoko sebagai pengganti AHY.

Menurut Darmizal, wajar jika ada aspirasi yang menginginkan KLB sebagai bentuk kritik atas kepemimpinan AHY. Kemudian Moeldoko ditetapkan sebagai Ketua Umum Demokrat oleh Kongres Luar Biasa (KLB) yang diselenggarakan di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021). Pemilihan Moeldoko ini diakukan  secara aklamasi dalam KLB oleh para kader yang telah dipecat oleh DPP Partai Demokrat dan sebagian kader yang kontra dengan kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Namun, Kemenangan Ketua Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dari versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang menuai banyak kritik dari berbagai pihak.

Pengamat Politik Rocky Gerung, menyebutkan bahwa persekongkolan ini telah dimainkan oleh pihak istana dengan skenario yang telah dirancang dengan sangat rapi. "Ini orang istana yang bermain dan itu permainan yang dirancang dengan rapi, nggak boleh ada lack di dalam waktu, diatur sedemikian rupa supaya pada akhirnya Pak Moeldoko resmi mengambil alih Partai Demokrat," ujar Rocky yang dikutip dari kanal Youtube Rocky Gerung Official.

Seperti yang diketahui bahwa dalam aktivitas sehari-hari, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko merupakan tangan kanan dari Presiden Jokowi. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah tindakan yang dilakuakn oleh Moeldoko telah mendapatkan izin dari pihak istana. Namun, dalam hal ini dapat dikatakan direstui dilihat dari sikap pihak istana yang tidak memberikan komentar terkait tindakan yang dilakukan oleh Moeldoko. 

Dilihat dari segi etika politik, tentu kudeta partai ini merupakan bentuk tindakan perebutan kekuasaan yang tidak berlandaskan pada etika politik, hal ini pun ditegaskan oleh Chusnul Mar'iyah Ph.D, dosen ilmu politik UI bahwa "berpolitik itu ada etika, demokrasi itu salah satunya excluding the use of force didalam berkompetisi, gak boleh menggunakan kekuatan kekerasan" dikutip dari kanal Youtube RealitaTV. Maka dapat dilihat siapakah yang paling berperan dalam kudeta ini, apakah ini salahnya Moeldoko, salahnya istana, salahnya Meoldoko dan Sitana, atau salahnya SBY juga ucap Chusnul.

Melihat siapakah yang bersalah, tentu setiap pihak memiliki alasannya masing-masing untuk mempertahankan argumennya. Meski dikatakan bahwa Moeldoko tak pernah berkeinginan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat dan tidak ada kaitannya dengan terpilihnya. Moeldoko menjadi ketua umum dengan jabatannya sebagai Kepala Staf Presiden (KSP), akan tetapi semua ini dapat dikatakan ada kaitannya. Pertama, Moeldoko adalah Kepala Staf Presiden, kedua Presiden tidak memberi komentar dan bertindak tegas saat ini terhadap kasus yang dilakukan oleh Moeldoko sehingga Presiden dan Moeldoko adalah orang yang diduga berkaitan dalam kudeta Partai Demokrat ini.

Namun, Moeldoko mengatakan bahwa jangan sedikit-sedikit dikaitkan dengan Istana. "Moeldoko Poin yang pertama jangan dikit-dikit Istana. Dalam hal ini saya mengingatkan sekali lagi jangan dikit-dikit Istana. Dan jangan ganggu Pak Jokowi dalam hal ini. Karena beliau tidak tahu sama sekali. Tidak tahu apa-apa dalam hal ini, dalam isu ini. Jadi itu urusan saya Moeldoko nih bukan selalu KSP. Ini Moeldoko nih," katanya dalam keterangan pers. Sebagai staf istana, Moeldoko diduga melakukan tindakan kudeta partai tersebut dengan mengantongi persetujuan dari Presiden. 

Terlepas dari alasan bahwa banyak yang kecewa terhadap kepemimpinan AHY terhadap Partai Demokrat, tentu tidak membenarkan ada pihak lain yang bukan dari partai melakukan kudeta partai seperti yang dilakukan oleh Moeldoko dan Presiden selaku atasan dari Moeldoko seharusnya yang paling mengetahui jauh sebelumnya terkait tindakan yang akan dilakukan oleh tangan kanannya ini. Oleh karena itu, patut  dipertanyakan dan dicurigai agenda apa yang sedang direncanakan oleh istana dan Moeldoko.

  

Dinda Mutia Khaerun Nisa
Mahasiswa Magister Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun