Mohon tunggu...
Dinda Lindia Cahyani
Dinda Lindia Cahyani Mohon Tunggu... Pembelajar -

Bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Degradasi Moral, Bukan Salah Agama

6 Maret 2018   22:06 Diperbarui: 6 Maret 2018   22:47 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dinamika kehidupan saat ini bergerak sangat cepat. Tanpa kita sadari waktu terlewati dengan berbagai perubahan kondisi tubuh ataupun lingkungan sekitar. Para orangtua tergantikan oleh para pemuda yang tumbuh dewasa. Hutan belantara tergantikan dengan gedung-gedung yang menjulang. Dan perubahan tersebut membawa dua sisi, menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk.

Sebagian orang menganggap perubahan masyarakat terjadi karena adanya efek globalisasi. Pertukaran budaya, informasi dan lainnya menjadikan suatu negara berkembang ataupun maju.Tidak dapat dipungkiri, efek globalisasi juga membawa dampak negatif untuk keberlangsungan moral suatu bangsa, yaitu terjadinya degradasi moral. 

Berkarakter hedonis, egois, tidak tahu sopan santun, mengadopsi seks bebas, dan lain sebagainya. Indonesia menjunjung tinggi apa yang disebut moral, yang meliputi budi pekerti, norma susila, akhlak dan sifat-sifat terpuji yang diwariskan leluhurnya. Hal tersebut menjadikan Indonesia memiliki wangi yang harum tidak hanya karena sumber daya alamnya, melainkan keramahan penduduknya.

Hampir setiap hari, televisi nasional ataupun lokal, media cetak dan daring, menyuguhkan beragam berita aktual. Yang menyedihkan adalah berita yang ditampilkan lebih didominasi dengan berita duka. Seperti pembunuhan, narkoba, miras, bullying, banjir, kemiskinan, gempa bumi, korupsi, demo anarkis, tawuran, korban pornografi dan pornoaksi, penculikan, dan masih banyak problematika yang menampar wajah Indonesia. Pelaku atau korbannya mulai dari kalangan bawah sampai kalangan elit.

Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa mereka melakukan tindakan kriminal ataupun perdata padahal mereka mengakui sebagai manusia yang beragama. Sedangkan setiap agama tidak mengajarkan tindakan penyimpangan moral, setiap agama senantiasa memberikan pengajaran kepada pengikutnya untuk menjadi hamba Tuhan yang baik.Maka perlu digarisbawahi bahwa degradasi moral bukanlah salah suatu agama. Jika ada seorang kriminal dengan menyandang satu agama tertentu, jangan salahkan agamanya.

Saya ingin memberikan ulasan mengapa manusia menjadi seliar binatang. Manusia mengadopsi hukum rimba meskipun tidak hidup di hutan sekalipun. Menyalahgunakan kekuasaan demi haus materi duniawi. Padahal binatang saja sekarang sudah bisa dikendalikan, namun manusia justru lebih sulit dikendalikan.

Alasannya karena manusia sudah tidak lagi menggunakan akalnya. 

Akal  yang dianugerahkan Sang Pencipta yang seharusnya digunakan untuk berpikir mana yang baik dan mana yang buruk. Ketika manusia diberikan agama, mereka hanya mengikuti secara buta tanpa mengetahui alasan kenapa dia beragama. Agama hanya dijadikan sebagai identitas diri, namun sama sekali tak mencerminkan bagaimana seharusnya seorang hamba. Hanya menggerakan tubuh dengan anggapan beribadah kepada Pencipta, namun tidak tahu makna.

Orang yang tidak beragama belum tentu menjadi orang baik, orang yang beragama pun belum tentu menjadi orang baik. Karena yang menentukan adalah apakah dia beragama dengan menggunakan akalnya, atau hanya mengikuti tradisi nenek moyang yang diwariskan turun temurun.

Jika ada orang yang beragama namun masih menyakiti tetangganya, tak bermoral atau tak beradab, maka yang disalahkan bukan agamanya. Tapi pribadi dia sebagai seorang manusia, dimana perilaku manusia tergantung bagaimana akalnya memahami suatu aturan yang diadopsi oleh sebuah agama.

Anak kecil jika melakukan kesalahan maka dianggap wajar karena belum sempurna akalnya. Orang gila yang melakukan tindakan kriminal akan terbebas dari jerat hukum karena dia melakukan kesalahan tanpa kesadaran akalnya. Namun jika orang waras yang memiliki akal sehat dan sempurna, maka dia tentu akan dikenakan sangsi jika melanggar aturan.

Jika ada orang yang beragama melakukan tindakan kriminal maka itu adalah kesalahannya sendiri karena tidak menggunakan akalnya untuk membedakan mana yang salah dan mana yang benar. Karena agama manapun tidak ada yang mengajarkan penganutnya untuk menyelewengkan uang negara, tidak ada yang mengajarkan merampok dan membunuh. Maka orang-orang kriminal itu tidak lain dikarenakan akalnya sudah tergadai, agama hanya dijadikan label, dan berpikir hanya dengan hawa nafsunya.

Oleh karenanya, jika manusia atau suatu bangsa ingin mengembalikan moralnya, maka gunakanlah akal dengan baik. Bukan hanya menyerap informasi, namun juga harus pandai membedakan apa yang baik dan buruk. Serangan globalisasi sekuat apapun, jika kita bisa menggunakan akal kita untuk menimbang baik dan buruk suatu hal, tentu kita bisa menyaringnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun