Jawaban dari pertanyaan ini menjadi depresi tersendiri bagi saya, nama saya, kinerja saya dan segala tentang tanggung jawab atas diri saya. Berat mencumbui waktu untuk berdamai dengan schedule yang saya siapkan matang-matang, karna pada dasarnya diri saya dahululah yang harus saya pimpin untuk menjadi diri yang benar-benar militan mengatasi padatnya tuntutan keluarga, organisasi, komunitas, perkuliahan maupun hal-hal mendesak lain. Namun apalah daya diri ini, hanya bermodalkan senyum dan tawa tuk mengatasi problematika yang pada dasarnya telah menuntut saya menjadi pemimpin bagi diri saya sendiri.
Selebihnya, orang lainlah yang menentukan pantas tidaknya saya berdiri diantara mereka, entah sebagai adik, kakak, maupun saudara segalanya, semua merupakan hak mereka, yang perlu saya lakukan adalah menghargai dan berusaha menampung segala bentuk keluh kesah mereka sebagai saudara saya. Saya akan menyanggupi apa yang mereka percayakan pada diri saya, karna saya yakin apa yang mereka pilih itu adalah hal yang menurut mereka baik. Namun satu pertimbangan saya, ini merupakan ketakutan akan kurang amanahnya diri saya, Meski demikian saya tetap berusaha melangkah memetik hal terbaik yang harus saya tempuh.
Saya berharap segala pihak dapat bijak membijaki hal yang harus dibijaki dalam membangun kader intelektual, tak hanya militansi dalam steping quality time yang harus ditempuh, namun juga tentang atensi dalam dirinya sendiri untuk menjadi kader yang ideal, kader family's, akademis maupun organisatoris.
Segala aspek yang ada haruslah saling berkesinambungan dan berkontradiksi senada dalam laju perkembangannya. Hal-hal yang telah saya terapkan belumlah seperti apa yang telah saya sebut diatas, masih sangat kurang bahkan sangat kurang sekali dibanding apa yang harus dikerjakan oleh layaknya pemimpin. Berbicara mengenai sistematika diri, hidup dalam lingkungan yang serba milenial bukan menjadi pilihan lagi dalam subtansinya, namun ini adalah tuntutan zaman yang harus kita kendali ulurkan, maka dari itulah peranan memimpin diri merupakan hal terberat dalam objektivitas kepemimpinan.Â
Pelajari ada diposisi mana kita berada, meski tiap-tiap sendi otak memiliki pemikiran yang berbeda namun alangkah bijaksananya jika kita mau merefleksikan diri sebagai manusia yang tak berdiri atas satu pemikiran. Diam adalah berfikir, berkata adalah kebenaran dan bertindak adalah kebijakan, memahami bagaimana psikologis mereka yang ada disekitar kita juga memahami bagaimana kita menghargai mereka.Â
Â
Pemimpin suatu qoum adalah pelayan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H