Judul Buku : Ketika Sejarah Berseragam : Membongkar Ideologi Militer Dalam Menyusun Sejarah Indonesia
Pengarang : Katharine McGregor
Penerbit : Syarikat
Tahun terbit : 2008
Menelisik buku "Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer Dalam Menyusun Sejarah Indonesia" karya Katharine ini  membahas seputar bagaimana Orde baru melegitimasi kekuasaan dengan buku Sejarah Nasional Indonesia. Dalam buku ini,juga diuraikan bagaimana penulisan sejarah pada masa Orde Baru merupakan sejarah yang beragam.Â
Pada masa Orde Baru, siswa sekolah menggunakan dan mempelajari buku sejarah yang telah disunting oleh pihak-pihak yang pro pemerintah. Tidak heran jika doktrin-doktrin yang berlaku pada masa Orde Baru sangat kuat menancap di pikiran orang-orang yang hidup ataupun pernah hidup di masa tersebut.
Melihat lebih jauh pada bab pertama memaparkan bahwasannya di Indonesia, sejarah selain digunakan sebagai alat untuk memupuk nasionalisme, digunakan sebagai perlawanan bisu terhadap kecenderungan ini rezim Orde baru. Bukan satu-satunya rezim yang menggunakan secara untuk melegitimasi rezim kecenderungan ini juga dijumpai dalam periode demokrasi Terpimpin namun selama periode Orde baru militer Indonesia berada di tengah-tengah panggung dalam memproduksi dan memantau gambaran-gambaran masa lalu Indonesia.
Dalam upayanya menyusun sejarah rezim Orde baru memperlihatkan adanya persamaan-persamaan tidak hanya dengan rezim yang mendahuluinya tetapi juga dengan rezim- rezim otoriter yang lain di dunia perbandingan yang mencolok ialah misalnya dengan Jepang perang yang menekankan pada pelajaran sejarah dan kemudian pada militerisme. Secara keseluruhan ahli sejarah Indonesia tetap menunjukkan komitmen untuk menggunakan sejarah dalam pembinaan bangsa. Salah seorang pendukung komitmen ini yang paling gigih adalah Nugroho Notosusanto.
Tokoh yang berpengaruh yaitu Nugroho Notosusanto sebagai awal mula Pusat Sejarah. Nugroho notosusanto lahir pada tanggal 15 Juni 1931 di Rembang Jawa Tengah dengan gelar Raden Panji. Beliau merupakan salah seorang propagandis yang paling penting dalam rezim Orde baru. Ia tidak hanya memproduksi dan mengkonsumsi dasi terbitan versi resmi usaha kudeta 1945 yang menjadi dasar legitimasi rezim Orde baru tetapi juga kepala pusat sejarah ABRI (1965 - 1985) dan sebagai Menteri Pendidikan Indonesia melalui museum doku-drama dan dalam buku pelajaran.
Peran Nugroho dan pusat sejarah ABRI dalam menghasilkan terbitan pertama versi kisah usaha kudeta Nugroho berhasil menerbitkan buku yang mengidentifikasi kudeta itu sebagai komponen komunis hanya dalam waktu 40 hari 3 tahun. Kemudian setelah munculnya corner paper makalah warnet yang menggambarkan kuda tersebut sebagai suatu peristiwa internet militer Nugroho tertantang lagi untuk membela rezim sekarang untuk menghadapi dunia luar dengan bantuan penjabat AS. Bab ini juga memetakan sumbangan-sumbangan Nugroho dan pusat sejarah ABRI berikutnya kepada berdirinya dan pembelaan rezim Orde baru dengan mereplika dan memperingati Versi mereka tentang usaha kudeta ini.
Kisah mengenai usaha kudeta ini dapat dilihat tidak hanya sebagai alat untuk membela legitimasi rezim tetapi juga sebagai alat yang dipakai rezim untuk mendefinisikan nilai - nilai intinya. Termasuk pembelaan terhadap Pancasila dan pemulihan ketertiban moral masyarakat. Narasi ini walaupun ditolak oleh beberapa orang Indonesia memberikan dampak jangka panjang kepada narapidana politik 1965-1966 yang kemudian disetankan sebagai bekas komunis.
Bagaimana mempromosikan militer dan fungsi kepada masyarakat sipil dari buku pelajaran sejarah yang tercipta untuk memaknai pengertian tentang identitas dengan memetakan aspek-aspek yang paling penting dari masa lalu bangsa. Penulis buku teks sejarah bertujuan nilai-nilai dan keyakinan kepada warga negara bagi rezim otoritarian. Buku teks sejarah merupakan alat yang berguna untuk melegitimasi ideologi negara dan mekanisme atau kriteria bagi rezim yang dimiliterisasi seperti Orde baru Indonesia. Buku teks sejarah juga merupakan alat untuk mempromosikan perlunya peran politik militer.
Buku ini membuka mata kita bahwasannya terdapat pemalsuan terhadap cerita sejarah yang diguanakan untuk melegitamasi kekuasaan. Jadi tidak heran jika doktrin-doktrin yang ada pada masa Orde Baru sangat kuat menancap di pikiran orang-orang yang hidup ataupun pernah hidup di masa tersebut. Kontribusi jika membaca buku ini adalah jika mendalami suatu peristiwa sejarah seharusnya kita mendegarkan beberapa versi agar tidak terjadi kekeliuaran sehingga kita mengetahui akan kebenaran sejarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H