Judul Buku  : Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450 -1680 (Jilid I : Tanah di Bawah Angin)
Penulis     : Anthony Reid
Penerbit    : Yayasan Obor Indonesia
Buku karya Anthony Reid yang berjudul Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450 - 1680 ini membahas mengenai Asia Tenggara, yang tentu saja meliputi Indonesia. Menurut Reid, Asia Tenggara adalah kawasan geografis yang sangat terpisah dari kawasan sekitarnya yaitu India, Asia Timur, dan Pasifik. Asia Tenggara juga sebagai gudang sejarah tempat menyimpan banyak arsip sejarah, Mediteranian sangat kaya dengan penelitian-penelitian sejarahnya dan indah serta sejak jaman memperoleh perhatian banyak sarjana.
Kualitas Hidup: Konsumsi dan Bahan Makanan
Sebelum abad ke-19, masyarakat Asia Tenggara jika dilihat dari sudut kesehatan kira-kira setingkat, atau bahkan lebih sehat, dibandingkan dengan masyarakat Eropa. Di Asia Tenggara, perang memiliki tujuan utama untuk menghancurkan daerah permukiman musuh, dan tidak untuk mencari daerah pendudukan yang secara ekonomis dapat dieksploitasi, sebagaimana yang sering terjadi di Eropa. Menurut Reid bahwa bahwa beras merupakan bahan makanan utama masyarakat Asia Tenggara, dan bahan tersebut diperoleh dengan menggunakan teknologi yang agak primitif atau sederhana. Sementara itu bahan lauknya adalah ikan, ikan tawar, maupun ikan laut, dan ini rupanya jauh lebih penting dibandingkan dengan dagang hewan seperti sapi, ayam, itik, atau burung-burung yang lain. Â
Asia Tenggara sebagai Kesatuan
Bahasa yang digunakan pada masyarakat Asia Tenggara pada waktu itu masih serumpun dengan bahasa-bahasa Austronesia, yang waktu itu meliputi apa yang sekarang dikenal sebagai Filipina, Malaysia, Indonesia, kecuali ujungnya yang paling timur, termasuk Vietnam sebelah tenggara (kelompok Cham) semua ini antara lain bisa dikatakan berasal dari leluhur yang sama. Bahasa-bahasa ini dipandang bersumber dari pokok yang sama (proto-Austronesia) sekitar lima ribu tahun yang lalu, di mana bahasa-bahasa yang lebih luas pemakaiannya menyebar jauh lebih mutakhir dari masa itu.
Kondisi Kesejahteraan Fisik
Dalam menghitung jumlah penduduk orang - orang Jawa, Siam, Birma, dan Vietnam semuanya mempunyai tradisi menghitung jumlah rumah tangga dalam kerajaan mereka untuk keperluan perpajakan serta pengerahan tenaga kerja. Namun sifat paling istimewa dari penduduk Asia Tenggara ialah tingkat pertumbuhannya yang sangat lambat di abad ke-17 dan ke-18, walaupun dibanding dengan Cina, India, dan Eropa, disusul oleh tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi di abad ke-19 dan ke-20, terutama di saat mantapnya pemerintahan kolonial. Agaknya kita tidak mungkin menjelaskan perbedaan ini hanya pada membaiknya kesehatan penduduk berkat jasa orang Eropa.
Beras merupakan bahan makanan dan hasil bumi paling pokok di Asia Tenggara. Bahan-bahan makanan pokok lainnya seperti talas, ubi, sagu, dan sejenis gandum tampaknya telah mendahului padi, setidak - tidaknya di gugus Kepulauan Asia Tenggara. Ketiga jenis utama cara menanam padi banyak dilakukan di Asia Tenggara pada abad ke-16: pertanian berpindah pada lereng-lereng rendah; menyebar benih di ladang yang tergenang; dan menanam kembali benih di sawah. Asia Tenggara masih penuh dengan tanah yang tidak digarap di perbukitan dan hutan-hutan, yang tersedia bagi siapa pun yang ingin mengolahnya. Peralatan pertanian sangat sederhana dan seragam, dan semuanya menunjukkan tidak digunakannya barang yang langka, yakni besi. Untuk persawahan, peralatan - peralatan pentingnya ialah luku kayu yang ujungnya dari logam dan garuk dari kayu, keduanya diseret di belakang kerbau atau sapi.
 Kebudayaan Material
Orang - orang asia tenggara pada waktu itu jarang menggunakan kekayaanya untuk membuat rumah mereka lebih menyukai rumah yang sederhana. Terlepas dari beragamnya gaya rumah di antara berbagai bangsa dan kelas masyarakat di Asia Tenggara, beberapa ciri umum terlihat menonjol. Atap yang curam sengaja dibuat untuk menahan hujan lebat, dan pengangkatan rumah di atas tiang kayu yang kuat diperlukan pertama sekali sebagai perlindungan terhadap bahaya banjir.
Perabotan rurnah tangga sama sederhananya dengan bangunan rurnah itu sendiri. Karena orang Asia Tenggara makan di lantai, maka kursi dan meja tidak dikenal, sampai barang-barang itu digunakan oleh kalangan elite Cina dan Eropa. Sendok-garpu juga tidak dianggap perlu, dan daun pisang biasanya berfungsi sebagai piring. Peralatan utarna yang diperlukan di rumah biasa ialah periuk dari tanah liat, tempat tampung dari bambu dan keramik, serta tempat sirih dari kuningan, teko, dan baki.
Pada masyarakat Asia Tenggara mereka lebih mementingkan keindahan badan, seperti menghitamkan gigi, memakai minyak wangi, menata rambut yang panjang, untuk laki-laki maupun perempuan. Perubahan kebiasaan rambut panjang bagi laki-laki di daerah - daerah Islam mungkin disebabkan pengaruh agama. Sebagaimana keindahan badan, maka hal yang sama juga berlaku untuk pakaian. Mulai dari sulaman-sulaman emas atau permata yang ditenun di atas kain tekstil. Kemudian berbagai macam perhiasan seperti emas, perak, dan batu berharga lainnya, juga dipakai sebagai penghias oleh perempuan maupun laki laki.
Ramainya perniagaan laut dan sungai mendorong berlakunya keahlian produksi bagi hampir semua jenis barang keramik serta logam. Desa - desa hanya mengerjakan kesenian pot, pecah - belah dari tanah, pengambilan kapur, atau peleburan logam bisa saja, ditempatkan dekat pada sumber bahan mentahnya yang terpenting. Akan tetapi, kota-kota besar pada kurun niagalah yang menarik pemusatan kerajinan. Di sini berdiam para konsumen terkaya dari kerajinan-kerajinan istimewa, termasuk istana raja-raja. Di sini juga menjadi tempat bertemunya jalur-jalur perdagangan lokal maupun intenasional, lewat mana hasil-hasil keahlian lokal dapat diangkut dan saling dipertukarkan. Sebab itu, wajar saja jika berbagai tempat pengrajin ahli berrnunculan di pinggiran tiap kota besar.
Pengaturan Masyarakat
Pentingnya ikatan vertikal di Asia Tenggara dipengaruhi oleh tiga faktor utama. Pertama, penguasaan tenaga kerja dipandang sebagai petunjuk kekuasaan dan status yang menentukan, sebab tenaga kerjalah, bukan tanah, yang dikenal sebagai sumber daya langka. Kedua, transaksi manusia umumnya dinyatakan dalam hitungan uang. Perdagangan maritim selama berabad-abad telah memasuki kawasan mereka sehingga orang Asia Tenggara tampaknya sudah terbiasa berpikir juga mengenai dirinya sendiri sebagai aset yang mempunyai nilai tunai. Ketiga, perlindungan hukum dan finansial dari negara relatif rendah, sehingga pelindung maupun yang dilindungi perlu saling bantu dan dukung.
Beberapa ciri yang khas Asia Tenggara menjiwai hampir semua sistem yang kelihatannya beragam ini. Keadilan dilaksanakan secara cepat dan langsung. Si penuntut dan si pembela menyampaikan pandangannya secara langsung serta dilakukan di bawah sumpah-sumpah yang terinci untuk mendorong mereka menyampaikan hal yang benar. Dalam hal ini tidak adanya bukti-bukti yang memadai, maka kedua belah pihak harus menjalani suatu percobaan berat sebagai ujian kebersalahan yang dikukuhkan oleh Tuhan. Hukuman mati banyak dilakukan, terutama untuk kejahatan atau penghinaan terhadap kelas penguasa, tapi boleh dikatakan semua jenis hukuman lainnya dihitung dengan uang. Gangguan terhadap harta benda, dan terutama penolakan utang, dipandang sangat serius.
Namun, Â di Asia Tenggara, cara untuk memutuskan apakah bersalah atau tidak sama saja. Orang menganggap bahwa aturan Tuhan itu sendiri akan menghukum si tertuduh jika dia ingkar. Oleh karena itu kedua belah pihak yang bertikai diharuskan mengucapkan sumpah yang seksama sambal menghimbau hukuman adikodrati. Jika setelah mengucapkan sumpah kedua belah pihak yang bertikai tetap pada pendiriannya masing-masing dan tidak terdapat saksi yang bisa dipercaya, maka perkara itu diserahkan kepada keputusan Tuhan melalui sistem cobaan yang berat.
Pesta Keramaian dan Hiburan
Orang - orang Asia Tenggara pada waktu itu mempunyai lebih banyak waktu untuk hal-hal yang kini dipandang sebagai acara-acara senggang dibandingkan dengan sebagian besar bangsa lainnya pada kurun itu. Jelas bahwa bagi orang Eropa, orang Asia Tenggara yang mereka jumpai mempunyai banyak waktu luang dan bisa meluangkan malam hari dengan bernyanyi, berpesta, bermain, dan saling menghibur.
Pesta-pesta kerajaan dan agama memberi kesempatan bagi raja untuk mempertunjukkan diri di hadapan rakyatnya dengan segenap keagungannya, dengan kalangan istana, para pejabat, prajurit, pengikut, bahkan orang - orang asing yang semuanya diberi tempat sebagaimana mestinya dalam arak. Adapun mengenai hiburan, tiap perhelatan kerajaan atau keagamaan menyajikan bukan hanya tontonan arak-arakan melainkan juga serangkaian acara musik, teater, dan olahraga.
Di antara acara-acara hiburan kerajaan yang diadakan dalam keadaan-keadaan demikian, tempat khusus diberikan untuk perlombaan hewan (dan kadang kadang manusia). Tidak satu pun pesta besar di istana-istana Jawa, Aceh, Siam, dan Birma tanpa pertarungan spektakuler antargajah, harimau, kerbau, atau hewan-hewan yang lebih kecil. Di tiap kota kecil dan pasar sedikitnya diadakan acara sabung ayam untuk memeriahkan tiap pesta.
Orang Asia Tenggara juga kelihatannya selalu menyanyi, menari, dan mementas. Utusan dan pengunjung yang penting-penting secara tetap dihibur dengan tarian atau sandiwara di istana teater dan tarian dengan musik yang selalu menyertainya menyediakan suatu jalinan esensial antara dunia manusia dengan realitas dewa-dewa kosmos serta tokoh-tokoh legendaris dari masa lampau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H