Menurut prespektif penulis bahwa Indonesia saat ini sedang menghadapi permasalahan politik yang terkesan kacau dan kotor menuju Pilpres 2024 mendatang. Hal ini dikarenakan munculnya isu -- isu tentang paslon Prabowo Subianto dengan Gibran Rakabuming Raka yang kontroversi mewarnai dunia politik demokrasi dimana semakin tidak terstruktur secara benar.Â
Tidak heran, penulis bahkan masyarakat umum mempertanyakan tentang "ketua MK mengesahkan syarat usia yang bertujuan tidak lain sebagai mempermudah untuk anak sulung presiden RI tersebut ikut berpartisipasi dalam pemilu 2024 mendatang", "mengapa Prabowo memilih Gibran sebagai pasangannya? apakah ini bentuk senjata akhir ketidakmampuan dari Prabowo agar bisa menjadi presiden RI 2024". Selaras dengan pakar UNAIR mengatakan bahwa menuju pemilu 2024 ini membuktikan bahwa persaingan tidak sehat.Â
Terlepas apapun alasan dari Prabowo maupun partai politik yang mengusung paslon Prabowo dan Gibran, namun penulis simpulkan bahwa permainan kotor dan kotroversial sudah bisa di rangsang oleh otak kita.
Sepemahaman penulis dari beberapa referensi terpercaya yang telah dibaca bahwa dinamika pemilu tahun 2024 menjadi terumit, ketua MK Anwar Usman harus mempertanggung jawabkan atas pengesahan syarat usia capres-cawapres yang kini berakibat MKMK mengumumkan bacaan putusan no 2/MKMK/L/11/2023 bahwa Anwar Usman selaku ketua MK terbukti bersalah dan melakukan pelanggaran berat berupa kode etik hakim mahkamah konstitusi perihal batas usia minimal capres dan cawapres.
Jimly Asshiddiqie di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023) kemudian membacakan langsung putusan terhadap Anwar Usman. Jimly menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat dan dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK).Â
Ia tidak berhak untuk mencalonkan diri nya ataupun dicalonkan sebagai pemimpin MK sampai masa jabatannya sebagai hakim mahkamah konstitusi berakhir dan juga Anwar Usman dilarang terlibat dalam urusan sengketa hasil pemilu 2024 dan pilkada yang berpotensi akan menimbulkan konflik kepentingan.Â
Menurut Herlambang P Wiratraman, pakar hukum tata negara fakultas hukum Universitas Gadjah Mada menjelaskan sanksi yang dijatuhkan oleh MKMK kepada Anwar Usman tidak sesuai dengan aturan dasar MKMK. Â
Berdasarkan pada peraturan MK No 1 pasal 41 huruf c dan pasal 47 tahun 2023 tentang MKMK hanya terdapat 1 jenis sanksi pelanggaran yang diberikan kepada hakim konstitusi yang terbukti melakukan pelanggaran berat, sanksi terhadap pelanggaran berat hanya pemberhentian secara tidak hormat dan tidak ada sanksi lain. Berdasarkan pendapat Bintan R. Saragih, dosen sejak tahun 1971 berpendapat bahwa Anwar Usman telah terbukti melakukan pelanggaran berat. Hanya pemberhentian tidak hormat yang boleh dikenakan.
Jimly Asshiddiqie merinci pelanggaran yang dilakukan oleh Anwar Usman yaitu pertama, Anwar Usman tidak melakukan pengunduran diri dari rangkaian proses pemeriksaan dan pengambilan putusan no 90/PUU-XXI/2023 soal perkara pengujian batas usia minimal capres dan cawapres.Â
Sehingga terbukti adanya pelanggaran sapta karsa hutama, prinsip ketakberpihakan, penerapan angka 5 huruf b, dan prinsip integritas, penerapan angka 2.Â
Kedua, Anwar Usman tidak menjalankan fungsi kepemimpinan secara optimal. Sehingga melanggar sapta karsa hutama, prinsip kecakapan, dan kesetaraan, penerapan angka 5. Ketiga, Anwar Usman terbukti memberikan cela dengan membuka ruang campur tangan dari pihak luar yang berkuasa atau mereka yang memiliki power dalam proses pengambilan putusan no 90/PUU-XXI/2023.Â
Oleh karena itu, hal tersebut bertentangan dengan sapta karsa hutama, asas kemandirian, dan penerapan angka 1,2 dan 3. Keempat, ketika Anwar Usman memberi ceramah tentang kepemimpinan usia muda di Universitas Islam Sultan Agung Semarang, ia sangat dekat dengan isinya.Â
Kasus ini menyangkut persyaratan usia capres dan cawapres. Oleh karena itu, Anwar Usman dinyatakan melanggar sapta karsa hutama, asas ketakberpihakan, dan penerapan angka 4. Kelima, menunjukkan bahwa Anwar Usman dan seluruh hakim konstitusi gagal melindungi informasi yang bersifat rahasia dalam musyawarah peradilan yang bersifat tertutup. Sehingga melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan, penerapan angka 9.
Oleh karena itu, Cawapres Gibran saat ini sedang diambang ketidakpastian. Pasalnya, ketua MK yang mengesahkan perubahan batas usia minimal capres dan cawapres yang menjadikan gerbang Gibran maju sebagai paslon Prabowo kini ditetapkan oleh MKMK telah menyalahi etik yang ada.
Lalu, ketika ketua MK telah terbukti bersalah, apakah produk hukumnya tetap sah?
Menurut paslon Ganjar Pranowo dan Dr Mahfud MD bahwa keikutsertaan Gibran sebagai cawapres dari capres Prabowo adalah sah. Putusan MK terkait batas usia minimal capres dan cawapres tetap mengikat, meskipun Anwar Usman selaku ketua MK terbukti melakukan pelanggaran berat berupa kode etik hakim mahkamah konstitusi dan telah dipecat oleh MKMK.Â
MKMK tidak bisa melakukan perubahan terkait batas usia minimum capres dan cawapres. Melalui hasil putusan ini tidak akan menghalangi Gibran untuk mencalonkan diri sebagai cawapres dari capres Prabowo. KPU RI telah menyetujui 3 paslon capres dan cawapres untuk tahun 2024, artinya cawapres Gibran sah menjadi peserta pilpres 2024.
Keputusan MK menuai kritik luas dari kalangan mahasiswa dan elite politik, termasuk Megawati. Megawati, mengkritik bahwa apa yang terjadi di MK merupakan bentuk manipulasi hukum atau adanya rekayasa hukum terkait putusan gugatan batas usia minimum capres dan cawapres 2024 serta adanya praktik kekuasaan yang mengabaikan kebenaran.
Sementara itu, Brahma Aryana, mahasiswa UNUSIA meminta aturan yang di keluarkan MK tidak berlaku bagi kepala daerah yang berada di bawah tingkat provinsi contohnya kepala daerah kabupaten/kota. Selain itu, MK akan menindaklanjuti keputusannya terkait syarat calon presiden dan wakil presiden 2024.Â
Menurut Jimly apabila pihak MK mengabulkan permohonan mahasiswa UNUSIA dengan merubah keputusannya terkait ketentuan batas usia capres dan cawapres, maka putusan nya akan berlaku pada pilpres 2029.
Kejadian di MK membuktikan bahwa adanya tindakan kecurangan yang terjadi dalam proses pilpres 2024 yang dilakukan oleh pemilik kekuasaan, artinya hukum bisa di manipulasi oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Hukum harus ditegakkan.Â
Oleh karena itu, penulis menyarankan masyarakat harus terus mengawal dan melek terhadap proses pemilu 2024 dan memastikan tidak ada tindakan kecurangan lagi yang dilakukan oleh pemilik kekuasaan, tujuannya agar dapat melahirkan pemimpin yang bersih, jujur dan benar -- benar layak untuk menjadi pemimpin bangsa Indonesia 2024, memang benar negara Indonesia adalah negara demokrasi yaitu menjunjung tinggi hak asasi manusia.Â
Dapat dipahami demokrasi yaitu dari rakyat untuk rakyat. Dalam konteks ini pada saat pemilu 2024 rakyat Indonesia diberikan kebebasan untuk memilih dan memberikan suara nya kepada capres dan cawapres yang diinginkan tanpa ada unsur paksaan dari orang lain, peran masyarakat sangat penting sebagai partisipasi masyarakat dalam proses pemilu. Sehingga yang dapat menentukan nasib bangsa Indonesia adalah rakyatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H