Mohon tunggu...
Dinda Ayuningtias
Dinda Ayuningtias Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Saya seorang mahasiswaa Hobi membaca buku dan sebagainya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengatasi Bullying di Sekolah Menengah Atas Melalui Pendidikan Karakter

19 Maret 2024   20:40 Diperbarui: 19 Maret 2024   20:56 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pembullyan  adalah perilaku agresif berulang yang dilakukan seseorang atau kelompok untuk mempermalukan, mengintimidasi, atau mengganggu orang lain secara fisik, emosional, atau psikologis yang dapat terjadi  merugikan seseorang. Pembullyan dapat terjadi di berbagai tempat, termasuk sekolah, tempat kerja, dan dunia maya, tanpa memandang usia, ras, atau jenis kelamin korban.

Korban yang di-bully biasanya anak yang pendiam dan anak yang susah bergaul dengan teman di sekitarnya. Bullying terjadi karena  beberapa  faktor penyebab, seperti perbedaan ekonomi, agama, gender, tradisi, dan kebiasaan senior yang menghukum juniornya. 

Ada perasaan  dendam dan cemburu, serta nafsu untuk menguasai korban melalui kekuatan  fisik dan ketertarikan seksual. Selain itu, pelaku juga menggunakan bullying untuk  meningkatkan popularitasnya di kalangan teman sebayanya.

Pembullyan terutama di Sekolah Menengah Atas telah menjadi masalah global. Karena sebagian besar anak-anak sekolah sangat rentan menjadi korban pembullyan. Lingkungan pendidikan  seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk belajar.  

Mengembangkan potensi masa depannya, namun yang terjadi di wilayah ini adalah anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan. Bullying sendiri terjadi karena  guru yang seharusnya menjadi pemimpin dan pencegah kenakalan anak, tanpa sadar menjauhi tindakan memalukan seperti bullying antar siswa, karena hal tersebut memang perlu dilakukan.

Kenyataannya, masih banyak tindakan  bullying yang terjadi di sekolah. Bullying sendiri  berdampak pada keadaan psikososial siswa. Siswa yang terus-menerus ditindas cenderung kehilangan kepercayaan diri dan menjadi takut terhadap teman-temannya. Tentu saja hal ini  menghambat pertumbuhan siswa  baik secara akademis maupun dalam interaksinya dengan lingkungan.

Anak yang menjadi pelaku bullying cenderung memiliki permasalahan dengan keluarganya, misalnya orangtua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan dan anak tersebut akan mempelajari dan meniru  perilaku bullying ketika mengamati konflik- konflik yang terjadi pada orangtua mereka, kemudian menirukan-nya kepada teman-temannya. 

Bullying bisa terjadi karena adanya tradisi senioritas seperti senior yang lebih menguasai lingkungan di sekolah maupun tempat bermain. Jika senior berkata atau bertindak, maka yunior hanya dapat menuruti serta mengikuiti peraturan tersebut. Kasus perundungan memang banyak terjadi khusus nya anak di Indonesia,Komisi Peelindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sebanyak 41 persen siswa Indonesia pernah jadi korban bully.

Bullying berdampak negatif terhadap perkembangan karakter  korban dan pelaku bully. Selain stres hingga depresi, baik orang dewasa maupun anak-anak akan mengalami hal-hal di bawah ini sebagai dampak negatif bullying yang dilakukan orang-orang di lingkungannya.
Dampak Negatif Bullying Bagi Korban :


1. Masalah Psikologis
Korban bully sering kali menunjukkan adanya gejala masalah psikologis. Bahkan setelah perundungan berlangsung dan lama berlalu. Kondisi yang paling sering muncul adalah depresi dan gangguan kecemasan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun