Mohon tunggu...
Dinda Ayu Palupi Ramadhani
Dinda Ayu Palupi Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masa Depan Perempuan Indonesia

19 Juli 2022   10:17 Diperbarui: 19 Juli 2022   10:54 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di sana perempuan telah menjadi objek yang mudah ditindas dan dipreteli dengan kepentingan sepihak. Emansipasi menjadi titik pijak sekaligus nilai mendasar yang menopang keberadaan perempuan dalam masyarakat. 

Soemandari (1979, h. 265) menyebutkan bahwa kepercayaan Kartini dalam beragama adalah sinkretisme. Kartini selalu kembali kepada akar-akar ilmu Jawa atau yang disebut ngelmu kejawen dalam menyelesaikan persoalan-persoalan tentang masyarakat yang dialaminya pada saat itu. 

Sejarah ketidakadilan yang dialami perempuan di Indonesia menurut Mandal (2013, h. 18) tidak mengenal batas budaya, ras, wilayah, maupun agama. Perempuan keturunan ningrat dibatasi karena adanya status "ndoro putri" sehingga tidak boleh keluar dari rumah dan tidak boleh bergaul dengan rakyat jelata.

Kondisi budaya dan sistem masyarakat feodal yang terlalu sempit mengakibatkan hak perempuan mudah dipolitisasi dengan sistem dan budaya masyarakat. Arus politik pada masa sebelum kemerdekaan sangat didominasi oleh kehadiran laki-laki sementara perempuan sangat mustahil diakomodir dalam lanskap politik. 

Bahkan yang paling buruk, masyarakat utamanya laki-laki hendak menyingkirkan pengaruh perempuan dalam gelanggang politik yang mengakibatkan ruang politik tidak pernah diisi dengan kehadiran perempuan. 

Mindset yang dibangun menempatkan perempuan sebagai objek dari arus politik yang dangkal dan menyesatkan. Disana kita memahami kebijakan dan seluruh hasil politik sangat mungkin memberikan kedudukan bagi perempuan.

Kartini melawan semua bentuk penindasan terhadap perempuan. Baginya perempuan harus diberikan tempat seturut dengan hak mereka dalam tatanan masyarakat. 

Langkah ini memang tidak mudah untuk dilakukan, tetapi Kartini mampu menghadirkan sebuah cara pandang dalam masyarakat feodalistik yang masih terkungkung dengan budaya patriarki agar menempatkan harkat dan martabat perempuan sebagai manusia yang setara dengan laki-laki. Emansipasi menjadi titik pijak sekaligus nilai mendasar yang menopang keberadaan perempuan dalam masyarakat. 

Arus politik harus menyediakan ruang yang sama bagi perempuan untuk mendeklarasikan diri sekaligus menyuarakan kepentingan sebagai manusia yang memiliki hak dan eksistensi.

Menurut Celarent (2016) perjuangan "pembebasan diri" Kartini mendapat dukungan penuh dari sahabatnya Stella di Belanda. Stella memberikan Kartini pengetahuan tentang gerakan kesetaraan gender yang ramai di perjuangan di dunia Barat. Sisi nasionalis Kartini terlihat melalui kecintaannya pada budaya bangsa, dan cita-cita tingginya untuk memajukan pendidikan di Indonesia. 

Setelah itu muncul buku Emansipasiberisi kumpulan surat Kartini kepada teman-temannya di Belanda, dalam suratnya Kartini menuliskan harapan dan cita-citanya untuk "memerdekakan" kaum perempuan di Indonesia. Surat- Kartini juga menceritakan kisah perjalanan hidupnya sebagai perempuan Jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun