Mohon tunggu...
Dinda Audriene Muthmainah
Dinda Audriene Muthmainah Mohon Tunggu... -

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Terlupakan atau Dilupakan?

8 Juli 2012   16:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:10 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hari Rabu, 9 Mei 2012 saya bersama rombongan dari kampus saya di UNPAD Jatinangor, Jawa Barat meluncur ke Jakarta untuk menyaksikan program acara Kick Andy di  studio Metro TV. Kali ini Kick Andy mengambil tema “Hak Yang Terlupakan”. Mengundang tiga orang yang memiliki karya dan mempunyai jasa atas Indonesia, namun terlupakan.

Setiap manusia memilik hak  masing-masing yang berbeda tergantung pada misalnya, derajat atau martabatnya. Hak seorang pelajar dengan guru tentu berbeda. Hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu.

Salah satu tamu yang akan saya bahas ialah Pak Eden, tamu pertama di Kick Andy yang merupakan seorang pelukis dari Palembang. Karya-karyanya sudah terkenal di daerah asalnya. Salah satu karyanya yang juga menjadi kontrovensi sampai sekarang adalah lukisan SultanMahmudBadaruddin II, beliau adalah sultan Palembang Darussalam ke-7 dari sultan–sultan Palembang Darussalam sebelumnya. Pak Eden melukisnya tanpa sekalipun pernah melihat fisik Sultan Mahmud Badarudin II secara nyata ataupun foto, hanya melalui imajinasinya dari informasi yang ia dapatkan.

Bukan tanpa maksud Pak Eden melukis seorang Sultan dari daerahnya, Pemprov Palembang memintanya bersama empat orang seniman lain untuk melukis seorang pahlawan dari Palembang yang bernama Sultan Mahmud Badarudin II. Tanpa satupun dari mereka pernah melihat sosok Sultan Mahmud Badarudin II, mereka hanya diberitahu sedikit ciri-ciri dari objek yang harus mereka lukis. Dalam 30 hari Pak Eden berhasil menyelesaikan lukisannya dan ditetapkan sebagai lukisan yang paling mendekati dari yang diminta pihak Pemprov. Lukisan dikasih ke Pemprov Palembang dan bukan hak milik Pak Eden lagi, ia diberi penghargaan berupa tabungan dan sarung kain Palembang.

Sampai pada akhirnya, ia melihat peluncuran uang 10 ribu rupiah yang menampilkan lukisan Sultan Mahmud Badarudin II yang ia yakin itu lukisannya. Pak Eden tidak terima begitu saja, ia menuntut BI karena ia merasa dilangkahi. Lukisan itu memang bukan hak miliknya lagi, tapi setidaknya seorang pelukis memiliki hak untuk memberi izin kepada seseorang atau instansi yang ingin mempublikasikan karyanya. Mensomasi BI adalah langkah awal yang diambil Pak Eden, namun tidak ada tanggapan sedikitpun dari pihak BI. Langkah kedua, Pak Eden melaporkan kasusnya pada pihak berwajib, BI menanggapi dengan bilang kalau pihaknya sudah dapat izin dari Kesultanan Padang.

Pak Eden bersama lukisan replika yang ia buat.

Uang sepuluh ribu dengan gambar hasil lukisan Pak Eden.

Sampai saat ini kasusnya masih belum mendapatkan titik terang, pihak keluarga sudah mencoba melacak dimana sebenarnya lukisan Pak Eden berada saat ini, namun hasilnya nihil. Pihak Kick Andy juga sudah melacaknya, hasilnya pun sama. Semua yang mungkin bisa ia dan keluarga lakukan, sudah dilakukan, tapi keadaan masih belum berpihak padanya. Sekarang Pak Eden menyerahkan semuanya kepada Yang Maha Kuasa, di saat ia sudah tidak bisa berlindung pada pihak berwajib, ia kembalikan semuanya ke Tuhan. Memang hanya Tuhan satu-satunya tempat berlindung, meminta keselamatan, dan tumpuan harapan.

Hal ini tidak membuat Pak Eden berhenti melukis, ia masih produktif melukis, juga menerima pesanan dari orang-orang yang masih percaya pada kemampuannya. Kejadian ini benar-benar potret nyata anak bangsa yang telah membuat karya besar untuk bangsanya, namun masih kurang mendapat apresiasi yang layak dari pemerintah. Haknya terkesan dilupakan, bukan terlupakan.

*Tulisan ini juga bisa dilihat di http://dindaaudriene.wordpress.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun