Nama              : Dinda Alifia Audri       Â
Nim               : 222111081
Kelas              : HES 5C
Mata Kuliah       : Sosiologi Hukum
Dosen Pengampu  : Dr. Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag.
- Pertemuan Pertama (Pengertian Sosiologi Hukum)
Sosiologi hukum menggabungkan sosiologi dan hukum. Sosiologi adalah ilmu tentang hubungan manusia dengan kelompok dan fenomena sosial. seadangkan hukum adalah aturan yang mengatur perilaku masyarakat secara mengikat dan memaksa. Menurut Soerjono Soekanto, sosiologi hukum mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan fenomena sosial secara analitis dan empiris. Sementara itu, sosiologi hukum Islam membahas hubungan antara perubahan sosial dan penerapan hukum Islam.Â
Objek kajian dalam sosiologi meliputi dua jenis, yaitu objek material dan objek formal. Dalam sosiologi hukum, objeknya adalah hubungan timbal balik antara hukum dengan berbagai aspek sosiologi, seperti interaksi sosial, kelompok sosial, kebudayaan, masalah sosial, dan perubahan sosial.
- Pertemuan Kedua (Hukum dan Kenyataan Masyarakat)
Menurut Selo Soemardjan, perubahan sosial dalam konteks hukum Islam adalah setiap perubahan pada lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang berdampak pada sistem sosial, termasuk nilai-nilai, sikap, dan perilaku antar kelompok masyarakat. Hukum Islam memiliki karakteristik universal, realistis dalam penetapan hukumnya, dan sanksinya berlaku di dunia maupun di akhirat.Â
Dalam perubahan sosial, terdapat beberapa teori yang relevan, seperti Teori Max Weber, Teori mile Durkheim, dan Teori Arnold M. Rose. Selain itu, ada tiga unsur utama dalam konsep perubahan sosial, yaitu perubahan sistem sosial dalam hal struktur sosial yang berlaku, perubahan pola interaksi sosial, serta perubahan sistem nilai dan norma sosial.
- Pertemuan Ketiga (Yuridis Empiris dan Yuridis Normatif)
Yuridis empiris, atau yang dikenal sebagai penelitian hukum normatif empiris, adalah metode penelitian hukum yang mengkombinasikan pendekatan normatif dan empiris. Metode ini menganalisis penerapan atau implementasi ketentuan hukum normatif terhadap peristiwa hukum yang terjadi di masyarakat. Objek kajian dalam penelitian hukum empiris meliputi efektivitas hukum, tingkat kepatuhan terhadap hukum, hingga pengaruh masalah sosial terhadap hukum. Pendekatannya mencakup aspek sosiologis, antropologis, dan psikologis.
Sementara itu, yuridis normatif adalah metode yang berfokus pada kajian terhadap norma-norma, kaidah-kaidah, atau aturan yang berkaitan dengan tindak pidana kesusilaan melalui studi kepustakaan (library research). Metode ini dilakukan dengan membaca, mengutip, menyalin, dan menganalisis teori-teori yang relevan dengan masalah yang diteliti. Objek kajiannya meliputi norma dasar, asas hukum, peraturan perundang-undangan, doktrin, serta ajaran hukum.
- Pertemuaan Keempat (Madzhab Pemikiran Hukum (Positivism))
Aliran Hukum Positif atau Positivisme Hukum, adalah salah satu aliran dalam filsafat hukum yang menekankan pemisahan tegas antara hukum dan moral. Aliran ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu aliran hukum positif analitis (analytical jurisprudence) dan aliran hukum murni (reine rechtslehre). Positivisme hukum juga memiliki dua bentuk, yaitu positivisme yuridis dan positivisme sosiologis, serta dua corak pemikiran, yaitu aliran hukum positif analitis dan positivisme pragmatik.
Dalam pemikiran positivisme hukum, terdapat kelebihan, kelemahan, dan implikasi tertentu. Kelebihannya meliputi terciptanya tatanan masyarakat yang teratur, kepastian hukum, dan keadilan hukum yang terjamin. Namun, kelemahannya mencakup sulitnya mencapai keadilan sosial, sifat sistem hukum yang tertutup, dan potensi pengaruh kekuasaan politik terhadap hukum. Implikasi dari penerapan positivisme hukum adalah pemerintah memiliki kewenangan untuk menetapkan hukum yang rasional dan logis, hukum harus diterapkan secara obyektif dan terukur, serta pelaksanaannya harus merata dan adil.
- Pertemuan Kelima (Madzhab Pemikiran Hukum (Sociological Jurisprudence))
Sociological Jurisprudence adalah salah satu aliran dalam filsafat hukum yang berpendapat bahwa hukum yang ideal adalah hukum yang selaras dengan hukum yang berlaku di masyarakat. Tokoh-tokoh utama dari aliran ini adalah Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound.
- Pertemuan Keenam (Madzhab Pemikiran Hukum (Living Law dan Utilitarianism))
Sebagai bagian dari budaya, hukum selalu hadir dalam setiap masyarakat. Hukum ini tidak diciptakan, melainkan ditemukan dalam masyarakat, yang dikenal sebagai the living law, dengan sumber seperti kebiasaan, tradisi, agama, dan lainnya. Karakteristik the living law meliputi bentuk yang tidak tertulis, sifat tidak otonom (responsif atau progresif), berupa adat kebiasaan atau norma agama, pembentukannya ditentukan oleh masyarakat, serta sanksi yang tidak selalu wajib ada.
Utilitarianisme adalah salah satu aliran dalam filsafat hukum yang menjadikan asas kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan ini dimaknai sebagai kebahagiaan, dengan ciri khasnya yang berupaya menyeimbangkan kepentingan individu, masyarakat, dan negara.
- Pertemuan Ketujuh (Pemikiran David Emil Durkheim dan Ibnu Khaldun)
David Emil Durkheim berfokus pada bagaimana masyarakat modern dapat menjaga integritas dan koherensinya, terutama ketika kesamaan latar belakang agama dan etnis tidak lagi menjadi pemersatu. Untuk memahami kehidupan sosial dalam masyarakat modern, Durkheim berusaha mengembangkan pendekatan ilmiah awal terhadap fenomena sosial.
Dalam sosiologi, Ibnu Khaldun membagi masyarakat menjadi tiga tingkatan. Pertama, masyarakat primitif (wahsy), yang hidup secara nomaden, belum mengenal peradaban, dan menjalani kehidupan yang liar. Kedua, masyarakat pedesaan, yang sudah hidup menetap meski dalam kesederhanaan, dengan mata pencaharian utama berupa pertanian dan peternakan. Ketiga, masyarakat kota, yang dianggap sebagai masyarakat berperadaban dengan aktivitas ekonomi yang berpusat pada perdagangan dan Perindustrian.
- Pertemuan Kedelapan (Pemikiran Max Weber dan Herbert Lionel Adolphus Hart)
Karya Weber dalam sosiologi agama dimulai dengan esai Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, yang kemudian dilanjutkan dengan analisis mengenai Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme, Agama India: Sosiologi Hindu dan Buddha, serta Yudaisme Kuno. Tiga tema utama dalam karyanya adalah dampak pemikiran agama terhadap kegiatan ekonomi, hubungan antara stratifikasi sosial dan pemikiran agama, serta perbedaan karakteristik budaya Barat.
Karya terkenal Hart, The Concept of Law, pertama kali diterbitkan pada tahun 1961. Dalam buku ini, salah satu gagasan utamanya adalah kritik terhadap teori John Austin yang menyatakan bahwa hukum adalah perintah penguasa yang didukung oleh ancaman hukuman. Hart juga mengemukakan pemisahan antara peraturan primer dan sekunder, di mana peraturan primer mengatur perilaku (seperti hukum pidana), sementara peraturan sekunder berkaitan dengan prosedur untuk menegakkan peraturan primer.
- Pertemuan Kesembilan (Effectiveness of Law)
Efektivitas hukum dalam masyarakat menurut Prof Dr HM. Atha Mudzhar adalah Attribute of authority atau hukum harus diterbitkan pihak/lembaga yang berwenang dalam masyarakat. Attribute of universal application atau aturan hukum memiliki keluasaan dan berdaya jangkau untuk masa depan. Setiap peraturan memperhatikan faktor filosofis, yuridis, dan sosiologi. Attribute of sunction atau setiap aturan mempunyai sanksi sebagai unsur penguat dan pemaksa agar orang mentaatinya.
- Pertemuan Kesepuluh (Law and Social Control)
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maka perlunya terbentuknya hukum sebagai sosial control masyarakat, diartikan sebagai pengawas oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintahan. Dengan demikian sosial control bertujuan mencapai keserasian antara stabilitas, dengan perubahan dalam masyarakat. Dari sudut sifatnya sosial control bersifat preventif atau represif. Tujuan hukum adalah untuk mencapai kedamaian dengan mewujudkan kepastian dan keadilan dalam masyarakat.
- Pertemuan Kesebelas (Socio Legal Studies)
Socio-legal studies, atau sering disebut juga law and societies studies, adalah pendekatan interdisipliner yang mempelajari hukum dengan memadukan ilmu sosial dan hukum. Di dalam socio-legal studies terdapat sejumlah ilmu sosial seperti sosiologi hukum, antropologi hukum, psikologi hukum, dan politik hukum yang bertujuan untuk memahami bagaimana hukum bekerja dalam kehidupan sehari-hari dan menjelaskan masalah hukum secara lebih teoritis. Dalam praktiknya, Socio-legal studies berkontribusi pada gerakan pembaharuan hukum yang bertujuan untuk menghadirkan manfaat nyata bagi masyarakat, baik melalui kajian teori maupun implementasi praktis. Kajian ini turut mendorong konsep-konsep baru seperti penegakan hukum progresif yang mengutamakan kepentingan masyarakat luas daripada hanya mengikuti doktrin formalistik.
- Pertemuan Kedua Belas (Progressive Law)
Hukum progresive merupakan konsep hukum yang menekankan perubahan dan adaptasi hukum secara progresif sesuai dengan perkembangan Masyarakat dan nilai-nilai zaman. Gagasan tentang hukum progresif pertama kali dikemukakan oleh Prof. Dr. Satjipto Rahardjo di era tahun 2002. Gagasan tersebut muncul karena adanya keprihatinan terhadap keterpurukan dan ketidakpuasan publik terhadap kinerja hukum dan pengadilan. Hukum Progresif pada intinya bertujuan untuk mendorong bekerja hukum agar lebih berani membuat terobosan dalam menjalankan hukum di Indonesia. Selain itu, pembentukan gagaasan hukum progresif ini juga dimaksudkan agar, dunia hukum tidak hanya dibelenggu oleh pikiran positivistis dan legal analytical.
- Pertemuan Ketiga Belas (Legal Pluralimse)
Pluralisme berasal dari bahasa Inggris pluralism, yang terdiri dari dua kata, yaitu plural (beragam) dan isme (paham), yang berarti berbagai pemahaman atau bermacam-macam paham. Oleh karena itu, istilah ini memiliki makna yang dapat dipahami dengan lebih dari satu arti. Sementara itu, hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi diakui dan dianggap mengikat, yang ditetapkan oleh penguasa atau pemerintah.
Pluralisme hukum (legal pluralism) merujuk pada keberagaman hukum, yaitu keberadaan lebih dari satu sistem hukum dalam suatu lingkungan sosial. Namun, pluralisme hukum ini tidak lepas dari beberapa kritik, antara lain: (1) pluralisme hukum dianggap tidak cukup memberi perhatian pada batasan istilah hukum yang digunakan; (2) pluralisme hukum dinilai kurang memperhitungkan faktor struktur sosio-ekonomi makro yang mempengaruhi munculnya sentralisme hukum dan pluralisme hukum.
- Pertemuan Keempat Belas (Pendekatan Sosiologis dalam Studi Hukum Islam)
Pendekatan sosiologis dalam studi hukum Islam adalah metode yang digunakan untuk memahami aturan atau norma dalam hukum Islam mengenai bagaimana ajaran Islam dapat menyesuaikan diri atau mengalami perubahan seiring dengan perubahan sosial di Masyarakat. Objek kajian pendekatan sosiologis studi hukum islam adalah studi tentang pengaruh agama terhadap perubahan masyarakat, studi pola interaksi sosial masyarakat muslim dan studi tentang tingkat pengalaman beragama masyarakat. Para tokoh sosiologis studi hukum Islam yaitu Ibnu Khaldun, Emile Durkheim, Clifford Geertz dan Talal Asad.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI